Misterius, 6 Fenomena Ini Masih Menjadi Teka-Teki Sains Hingga Kini

Berikut 6 fenomena misterius yang masih belum bisa terpecahkan oleh sains.

oleh Afra Augesti diperbarui 03 Feb 2019, 18:35 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2019, 18:35 WIB
Fenomena Misterius
Fenomena misterius. (NASA/JPL-Caltech/Space Science Institute)

Liputan6.com, New York - Sepanjang sejarah peradaban manusia, sudah banyak fenomena alam yang berhasil terkuak melalui ilmu pengetahuan atau sains.

Misalnya saja manusia yang mampu melakukan perjalanan ke Bulan dan mengungkap sisi tergelap satelit alami Bumi itu, atau para peneliti yang mengungkapkan rahasia Taos Hum, dan bahkan mungkin piramida-piramida di Mesir.

Tetapi masih ada banyak fenomena yang belum bisa dijelaskan oleh sains. Meskipun para ilmuwan mungkin memiliki teori tentangnya, namun tidak ada yang bisa menjelaskan dengan pasti mengapa peristiwa aneh tersebut terjadi.

Berikut ini 6 fenomena misterius yang masih membingungkan para ahli sains handal, seperti dikutip dari Science Alert, Minggu (3/2/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

1. Menguap

20151015-Ilustrasi Mengantuk
Ilustrasi Mengantuk (iStockphoto)

Menguap adalah sesuatu yang mungkin dilakukan oleh manusia pada setiap hari, tetapi anehnya, para ilmuwan masih tidak yakin mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Baru-baru ini, komunitas ilmiah menemukan gagasan bahwa menguap adalah perilaku termoregulasi yang digunakan tubuh untuk mendinginkan otak, meski fungsi biologisnya masih belum jelas.

Terlebih, para ilmuwan tidak sepenuhnya yakin mengapa menguap bisa menular di antara makhluk sosial, seperti manusia.

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2005, yang diterbitkan dalam jurnal Cognitive Brain Research menemukan, jaringan di otak manusia yang bertanggung jawab atas empati dan keterampilan sosial akan diaktifkan ketika seseorang melihat orang lain menguap.

Para peneliti juga mengamati bahwa simpanse dapat "menangkap" respons tersebut dari manusia.

"Menyalin ekspresi wajah orang lain dapat membantu kita untuk mengadopsi dan memahami keadaan mereka saat ini," kata Matthew Campbell dari Yerkes National Primate Research Center di Emory University.

Inilah sebabnya, menurut sebuah penelitian, psikopat tidak rentan tertular ikut menguap bila melihat orang di dekatnya menguap.

2. Jamur Cerutu Setan

Jamur Aneh
Chorioactis geaster adalah satu-satunya spesies jamur dalam genus Chorioactis, dan hanya ditemukan di Texas dan Jepang. (Creative Commons)

Chorioactis geaster adalah satu-satunya spesies jamur dalam genus Chorioactis dan hanya ditemukan di Texas dan Jepang.

Kedua lokasi berada pada garis lintang yang sama, tetapi ahli mikologi (ilmu tentang seluk-beluk kehidupan jamur) belum dapat mengetahui fakta di balik jamur yang hanya tumbuh di dua titik ini.

Sebuah studi yang dijalankan pada tahun 2004 tentang DNA jamur, yang diterbitkan oleh Harvard University Herbaria, berpendapat bahwa populasi fungi itu telah dipisahkan menjadi dua garis keturunan sekitar 19 juta tahun yang lalu.

Di Texas, jamur ini dikenal sebagai "cerutu setan", karena terlihat seperti cerutu sebelum mekar menjadi bentuk bintang.

3. Kutub Utara Saturnus

Saturnus
Penampakan aurora di kutub utara Saturnus. (Foto: NASA)

Di kutub utara Saturnus, ada sistem cuaca seukuran dua kalinya Bumi dalam bentuk aneh segi enam. Badai itu difoto dan diamati selama bertahun-tahun oleh pesawat ruang angkasa NASA, Cassini. Namun demikian, informasi tentangnya masih menyimpan tanda tanya besar bagi para ilmuwan.

Satu-satunya bentuk heksagonal yang terjadi secara alami, yang ditemukan oleh para ilmuwan, adalah kristal, sehingga mereka tidak tahu bagaimana badai Saturnus terlihat seperti ini.

Selain itu, kenyataan lain yang membuat astronom kebingungan adalah badai tersebut tampaknya telah berubah warna, berganti dari pirus (batu permata yang berwarna hijau kebiru-biruan atau biru kehijau-hijauan) menjadi kuning hanya dalam beberapa tahun.

4. Paus Bungkuk

Paus Bungkuk
Seekor paus Bungkuk melompat ke permukaan laut Samudera Pasifik di Taman Alam Uramba Bahia Malaga, Kolombia, 12 Agustus 2018. Munculnya paus ini terjadi setiap tahun ketika bermigrasi dari Semenanjung Antartika ke Samudera Pasifik. (AFP/Miguel MEDINA)

Paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) adalah mamalia laut yang gemar menyendiri. Tetapi akhir-akhir ini, hewan tersebut mulai mencari makan secara berkelompok, 20 hingga 200 ekor di lepas pantai Afrika Selatan. Demikian menurut sebuah studi tahun 2017 dari University of Pretoria.

Ilmuwan kelautan masih belum mengetahui alasan perubahan sifat dari makhluk purba ini. Walaupun begitu, para ahli mengatakan bahwa ada peningkatan populasi paus bungkuk, sehingga sebagian misteri itu dapat dijabarkan sedikit demi sedikit.

"Adalah pemandangan yang langka ketika kami melihat mereka (paus bungkuk) berburu dalam kelompok besar seperti itu," kata Gisli Vikingsson, kepala penelitian paus di Marine and Freshwater Research Institute di Islandia, mengatakan kepada New Scientist.

5. 'Dancing Forest' di Rusia

Hutan Menari di Rusia
Dancing Forest atau hutan menari di Rusia. (Creative Commons)

Dancing Forest atau "Hutan Menari" berada di daerah Kaliningrad (Rusia). Hutan ini merupakan hutan pohon-pohon pinus yang batangnya berkerut menjadi spiral, cincin, dan konfigurasi lainnya.

Mereka ditanam pada 1960-an dan menjadi satu-satunya spesies pohon yang bisa melakukan ini.

Menurut Atlas Obscura, beberapa teori diungkapkan untuk menemukan jawaban di balik perilaku aneh pohon-pohon itu, termasuk angin ekstrim, tanah yang tidak stabil, dan gangguan dari ulat bulu.

Beberapa penduduk setempat menyebutnya sebagai Drunken Forest atau Hutan Mabuk.

6. Dengkuran Kucing

20160330-Ilustrasi-Kucing-iStockphoto
Ilustrasi Kucing (iStockphoto)

Untuk waktu yang lama, dengkuran kucing adalah misteri yang belum terpecahkan. Menurut BBC, dipikirkan bahwa otot-otot di sekitar laring kucing, mengerut. Oleh karena itu, munculah getaran yang terdengar seperti suara mendengkur.

Ada pula satu hipotesis yang menyatakan, dengkuran pada kucing mampu mendorong pertumbuhan tulang hewan ini, karena frekuensi getaran tersebut menyebabkan tulang mengeras sebagai respons terhadap tekanan.

"Dengkuran pada frekuensi 25-100Hz sesuai dengan frekuensi penyembuhan yang sudah mapan dalam pengobatan terapeutik untuk manusia," kata Gary Weitzman, seorang dokter hewan dan CEO San Diego Humane Society, kepada BBC.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya