Liputan6.com, Beijing - Bagi mata penulis yang terbiasa hidup di Jakarta, struktur kubah pada sebuah bangunan merupakan ciri identik sebuah masjid atau musala. Tapi, tidak demikian dengan bangunan ibadah umat muslim di Beijing, China yang satu ini.
Dari tampak depan, masjid yang berlokasi di Distrik Dongcheng ini memiliki atap segitiga meruncing di ujung, dan bernuansa khas seperti bangunan etnik China.
Advertisement
Baca Juga
Tapi, jika masuk ke dalam Masjid Dongsi ini, kita akan menemukan ciri-ciri lazim masjid seperti yang biasa kita temukan di lokasi-lokasi lain di Indonesia, mulai dari ruang ibadah utama, mimbar, sajadah hingga kutipan-kutipan ayat Alquran yang menghias sudut-sudut dindingnya.
Masjid Dongsi --mengambil nama dari tempat subdistriknya berada-- berembrio dari era Dinasti Yuan sekitar tahun 1318. Sepanjang sejarah awalnya berdiri, masjid sempat beralihfungsi pada suatu masa menjadi bangunan milik kekaisaran.
Barulah pada 1447, ketika era Dinasti Ming, masjid itu memiliki desain khasnya seperti dewasa ini. Menggunakan dana donasi, Masjid Dongsi direkonstruksi sesuai gaya arsitektur yang khas pada masanya.
Kemudian pada 1450 masjid ini mendapat nama "Dongsi" dari kaisar yang berkuasa saat itu.
Sejak masjid ini mendapat nama dari sang emperor, maka masjid ini merupakan milik pemerintahan dinasti untuk sementara waktu.
"Statusnya sebagai milik kekaisaran justru membuatnya bisa bertahan sampai sekarang ini," kata Hegu Yunus, imam muda Masjid Dongsi kepada sejumlah wartawan Indonesia di Beijing, Senin 18 Februari 2019.
Setelah berdirinya Republik Rakyat China, China Islamic Association dan unit pemerintahan Beijing sempat berkantor di masjid itu. Akademi Islam China yang pertama juga terlahir di Dongsi Mosque.
"Pada 1984, Masjid Dongsi ditetapkan sebagai relik bersejarah China di Beijing. Kemudian pada 2000, pemerintah mengalokasikan dana untuk merenovasi dan memugar masjid agar lestari sesuai desain arsitekturnya tradisionalnya," lanjut Hegu.
Hegu menjelaskan tentang detail lain seputar bangunan masjid yang memiliki desain denah dan bangunan yang simetris di lahan seluas 10.000 meter persegi itu.
Pertama-tama, Hegu mengantarkan penulis dari gerbang masuk ke sebuah lapangan muka masjid. Di sekelilingnya terdapat ruang-ruang kecil. Di tengah ujung lapangan terdapat pintu yang menjadi penghubung antara lapangan depan dengan lapangan utama masjid atau Courtyard of the Mosque.
"Tapi bangunan utama dari kompleks ini adalah ruang ibadahnya," kata Hegu.
Ruang ibadah utama berhadapan muka dengan Courtyard of the Mosque. Desain arsitektur ruangan itu tetap dengan ciri khasnya yang etnik China, namun berhiaskan kaligrafi bernapaskan tauhid Islam.
"Buat di negara lain, masjid ini mungkin tampak terlihat berbeda karena desain arsitekturnya merupakan gaya Ming," kata Hegu menjelaskan keunikan bangunan ruang ibadah utama.
Ruang ibadah utama bisa menampung 500 jamaah. Langit-langitnya setinggi 10 meter dan luas bangunan 500 meter persegi.
Di dalam ruang utama, ada pilar dan langit-langit yang dihias pola-pola kaligrafi potongan ayat-ayat Quran.
Masuk ke sisi terdalam tempat ibadah utama, ada ruangan berkubah berdesain campuran arsitektur Arab-China --yang merupakan hal langka di masjid-masjid China lain.
Kubah di dalam ruangan didesain supaya ada efek gema untuk adzan, iqomah, ceramah, atau saat salat pada masa lalu ketika teknologi pengeras suara belum ada.
"Saat salat berjamaah, imam memimpin jamaahnya dari ruangan ini," kata Hegu.
Selain ruangan ibadah utama, Masjid Dongsi juga memiliki menara adzan. Menara itu terletak berseberangan dengan ruang ibadah utama.
"Kita punya menara untuk Adzan. Sementara pada Ramadan, fungsinya untuk melihat hilal," kata Hegu.
"Dewasa ini, karena gedung-gedung tinggi sudah mengelilinginya, maka menara ini sudah kehilangan fungsinya, namun tetap menjadi bangunan utama ini," lanjutnya.
Masjid Dongsi ramai ketika waktu solat lima waktu tiba, solat Jumat atau solat hari raya (Idul Fitri atau Idul Adha). Di luar waktu-waktu tersebut, Masjid Dongsi relatif sepi pengunjung.
Hal itu mungkin disebabkan karena lokasi Masjid Dongsi yang bukan terletak di area yang banyak dihuni muslim. Tidak seperti Masjid Niujie di distrik Xicheng, Beijing yang cenderung lebih ramai karena komunitas muslim yang relatif lebih banyak ketimbang di subdistrik Dongsi.
Kendati demikian, Masjid Dongsi merupakan dan tetap menjadi salah satu masjid yang berpengaruh.
"Masjid ini memiliki peran dalam komunitas Islam di China selama beberapa ratus tahun terakhir," kata imam senior Masjid Dongsi, Ali Yang Juanjun.
"Dongsi selalu mendapat perhatian dari pemerintah pusat, telah direnovasi menggunakan dana alokasi pemerintah --sesuatu yang sangat disambut oleh muslim lokal. Dan saat ini merupakan kantor dari Asosiasi Islam Beijing," tuturnya.
Simak video pilihan berikut:
Perpustakaan Masjid Dongsi
Masjid Dongsi juga memiliki perpustakaan dua tingkat yang menyimpan sekira 14.000 buku, Alquran, majalah dan berbagai perkamen lainnya serta dilengkapi dengan katalog dan arsip elektronik.
Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar merupakan cetak Al-Quran era Dinasti Ming dan Dinasti Qing serta hibah dari Mesir.
Di lantai pertama perpustakaan, terdapat koleksi 4.637 buku, termasuk: 3088 volume Al Quran, 162 volume Syariah, 131 buku Sunnah, dan 168 buku misi dan ajaran.
Perpustakaan juga menampung sejumlah besar peninggalan budaya Islam dari periode sejarah yang berbeda, seperti atap perunggu Menara Xuanli pada tahun ke-22 Ming Chenghua, dan tiga set botol tungku Dinasti Ming.
Advertisement