Liputan6.com, Jakarta - Ternyata metode operasi bagian kepala sangat berbeda antara zaman dahulu dengan sekarang. Ribuan tahun lalu, orang-orang melakukan trepanasi, yakni membuat lubang-lubang di tengkorak seseorang.
Metode itu disebut sebagai prosedur bedah kasar, karena membuat lubang di tengkorak manusia yang masih hidup. Teknik pelubangan pun bermacam-macam, yakni dengan mengebor, momotong, atau mengikis lapisan tulang dengan alat yang tajam, dikutip dari BBC News pada Minggu (21/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Para arkeolog telah menemukan ribuan tengkorak manusia dengan bekas trepanasi tersebut di berbagai situs di dunia.
Kontroversi
Meski praktik melubangi tengkorak pernah dilakukan oleh nenek moyang, para ilmuwan masih belum sepenuhnya sepakat terkait alasan trepanasi.
Sebagian mengatakan bahwa trepanasi dilakukan untuk mengobati rasa sakit, misalnya yang disebabkan oleh penyakit neurologis alih-alih untuk pembedahan (operasi medis).
Sementara itu, para peneliti lain telah lama curiga bahwa manusia kuno melakukan pelubangan tengkorak untuk ritual. Misalnya adalah yang dipraktikkan di berbagai tempat seperti Yunani Kuno, Amerika Utara dan Selatan, Afrika, Polinesia, dan Asia Timur.
Sejak studi ilmiah pertama tentang trepanasi diterbitkan pada abad ke-19, para sarjana terus berpendapat bahwa manusia purba kadang-kadang melakukan trepanasi untuk memungkinkan masuknya roh ke dalam atau keluar dari tubuh, atau sebagai bagian dari ritual inisiasi.
Trepanasi telah ditinggalkan oleh sebagian besar budaya pada akhir Abad Pertengahan, tetapi praktik itu masih dilakukan di beberapa bagian terpencil Afrika dan Polinesia sampai awal 1900-an.
Di Bagian Mana Lubang Dibuat?
Sebagian besar lubang dibuat di lokasi yang hampir persis sama: titik pada tengkorak yang disebut "obelion". Obelion ada di bagian atas tengkorak dan ke arah belakang.
Kurang dari 1% dari semua rekaman yang dicatat berada di atas titik obelion.
Titik obelion terletak tepat di atas sinus sagital superior, tempat darah dari otak terkumpul sebelum mengalir ke pembuluh darah keluar utama otak. Membuka tengkorak di lokasi ini akan berisiko pendarahan besar dan kematian.
Ini menunjukkan bahwa penduduk Zaman Tembaga Rusia pasti memiliki alasan yang kuat untuk melakukan prosedur pemotongan seperti itu. Anehnya, tidak ada tengkorak yang menunjukkan tanda-tanda menderita cedera atau sakit, sebelum atau setelah operasi dilakukan.
Pada 2011 tim arkeolog internasional menganalisis 137 kerangka manusia, dengan empat di antaranya memiliki lubang trepanasi. Tidak ada satu pun dari keempat tengkorak itu menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau penyakit.
Informasi tentang trepanasi zaman dulu ini telah dipelajari oleh Elena Batieva, Julia Gresky, dkk. yang diterbitkan dalam American Journal of Physical Anthropology.
Advertisement
Substansi Jurnal Batieva
Elena Batieva dan arkeolog lain telah bekerja sama untuk menjelaskan 12 trepanasi dengan tengkorak ditemukan di Rusia selatan. Semua tengkorak yang ditemukan di sudut kecil Rusia mengindikasikan bahwa terdapat suatu koneksi penyebab trepanasi. Jika tidak ada mata rantai, kemungkinan bahwa serangkaian lubang langka seperti itu muncul secara eksklusif di Rusia selatan akan sangat rendah.
Senada dengan Batieva, Maria Mednikova yang merupakan akademisi ahli trepanasi di Rusia mengatakan bahwa trepanasi di area spesifik dan berbahaya dari tengkorak mungkin telah dilakukan untuk mencapai "transformasi". Menurutnya, dengan melakukan hal itu orang akan mengira mereka mampu memperoleh keterampilan unik yang tidak dimiliki oleh anggota masyarakat biasa.
Untuk diketahui, satu dari 12 tengkorak tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, bahkan disinyalir dia meninggal selama trepanasi atau tak lama setelah itu. Tentu hal ini menjadi satu objek yang langka dibandingkan tengkorak-tengkorak yang ditemukan sebelumnya. Tempurung kepala yang tidak sembuh itu milik seorang wanita di bawah usia 25 tahun, yang telah dimakamkan di salah satu situs di dekat Rostov-on-Don.
Sementara itu, pemilik tengkorak lain tampaknya telah selamat dari operasi mereka. Tengkorak mereka menunjukkan penyembuhan tulang di sekitar tepi lubang trepanasi - meskipun tulang tidak pernah sepenuhnya tumbuh kembali setelah dilubangi.