Liputan6.com, Jakarta - Sumber daya alam di Bumi kian menipis, namun manusia terus mengeruk pasokan yang ada tanpa ampun. Kontribusi ini dinilai bisa membahayakan hewan yang ada di dunia, sehingga menyebabkan undang-undang konservasi disahkan untuk melindungi berkurangnya satwa liar.
Sayangnya, hewan yang paling langka adalah hewan yang paling banyak diburu, sebab harganya di pasar jauh lebih mahal ketimbang yang lainnya --meski ilegal dan melanggar hukum. Â
Dengan demikian, langkah-langkah perlindungan terhadap binatang tersebut mungkin harus dibebankan kepada para penyelundup spesies langka yang tidak pernah puas.
Advertisement
Mengutip situs Top Tenz, Senin (24/6/2019), berikut 5 hewan yang paling sering diperdagangkan secara ilegal atau diselundupkan.
1. Trenggiling
Trenggiling adalah hewan berdarah panas, memiliki tubuh bersisik, seperti naga. Trenggiling membentuk delapan spesies: empat asal Afrika dan empat spesies Asia.
Trenggiling adalah hewan yang paling diperdagangkan secara ilegal di dunia. Setiap tahunnya, spesies langka dan terancam punah ini diperdagangkan sekitar 100.000 ekor, menurut WildAid, sebuah organisasi konservasi yang mengekang pembantaian hewan dengan dukungan aktor terkenal China, Jackie Chan dan Angelababy.
The International Union for Conservation of Nature telah menetapkan spesies ini sebagai hewan yang sangat terancam punah, sementara inspeksi pada setiap transportasi lintas batas telah diberlakukan pada 2016.
Namun demikian, perburuan terus terjadi. Binatang berwarna coklat ini kerap digunakan sebagai obat tradisional, makanan (terutama di Asia Tenggara), bahan pembuat perhiasan, garmen dan ornamen eksotis karena kulitnya yang bersisik.
Perdagangan produk trenggiling sudah berlangsung sejak lama, karena bahkan Raja George III menerima baju berbahan dasar kulit satwa ini. Sementara itu, lebih dari 100 rute perdagangan ilegal telah didokumentasikan.
Advertisement
2. Harimau
Harimau kerap diperdagangkan secara ilegal untuk diambil bulu dan tulangnya. Meskipun binatang buas ini kerap dipuji sebagai "Raja Rimba", namun harimau masih menjadi target besar perburuan liar oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
Mitos yang berkembang di tengah masyarakat awam, konon tulang harimau bisa sangat berkhasiat sebagai obat, tak terkecuali cakar dan darahnya.
Tragisnya, takhayul semacam ini telah membuat jumlah harimau liar menurun drastis ke level terendah sepanjang masa, sekitar 3.000 ekor.
Jumlah mereka yang minim tersebar di berbagai negara seperti Rusia, India, dan Malaysia, sementara juga ada di China, Nepal, dan Bangladesh di antara negara-negara Asia lainnya. Gerombolan penjahat yang terorganisir sering kali menjual bagian-bagian tubuh harimau yang dibantai dan kulit mereka ke pasar Asia.
Untuk memerangi ini, inisiatif konservasi seperti Traffic, yang menggagas International Tiger Day setiap 29 Juli, memberikan literasi kepada masyarakat awam mengenai 'haramnya" perburuan harimau.
Jalur teknologi pun ikut diambil, termasuk bekerja dengan pemerintah India untuk menciptakan Tigernet, yang membantu melacak dan menangkap pemburu gelap.
The Wildlife Protection Society of India juga membentuk sistem bagi informan untuk menyerahkan pemburu dengan imbalan uang tunai dan juga mempekerjakan informan yang berpengalaman.
3. Badak Cula Satu
Save the Rhino International hanyalah salah satu organisasi dan inisiatif yang berpusat pada upaya memerangi perdagangan ilegal terhadap spesies badak cula satu yang terancam punah.
Meski dilarang secara internasional di bawah CITES, perjanjian multilateral untuk melindungi tanaman dan hewan yang terancam punah, perdagangan cula badak merupakan ancaman besar bagi hewan ini.
Daging badak kerap dikaitkan dengan obat mujarab. Culanya sering dijadikan sebagai "perhiasan" dengan nilai jual yang amat tinggi. Cula badak sering menjadi simbol kekuatan dan kedudukan sosial, sehingga banyak mendorong perburuan liar.
Tingkat perburuan yang terus meningkat telah menempatkan badak sebagai target utama di antara hewan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Hanya dalam dua tahun, Afrika Selatan menyaksikan 1.000 badak diburu, dari 2017 hingga 2019.
Konservasionis telah menerapkan beberapa tindakan yang agak drastis, namun kontroversial. Mereka mengoleskan racun di banyak cula badak yang hidup di Rhino Rescue Project.
Bisa ini memang mencemari cula badak, tetapi tidak badaknya. Oleh karena itu, badak-badak tersebut tidak dapat dijual. Langkah-langkah lain yang diberlakukan oleh mereka termasuk memotong tanduk pada badak hidup untuk mencegah pemburu melakukan pembunuhan.
Advertisement
4. Hiu
Hiu dari beberapa spesies, yang dimangsa siripnya (digunakan dalam sup), dibunuh dalam jumlah yang luar biasa, bagian tubuh mereka diperdagangkan di seluruh dunia untuk kepentingan kuliner.
Hampir 73 juta hiu dipotong siripnya, setiap tahun, bahkan terkadang hidup-hidup dan dibuang kembali ke laut dalam kondisi mengenaskan.
Pada 2017, 170.000 kilogram sirip hiu diimpor ke Kanada, mewakili peningkatan 60 persen dari 2012. Petisi tersedia untuk menekan Kanada agar tidak mengimpor sirip hiu.
5. Penyu Sisik
Penyu sisik kerap diperdagangkan secara besar-besaran untuk produksi aksesoris. Populasi penyu sisik turun sekitar 85 persen dalam 100 tahun terakhir, tidak hanya dipengaruhi oleh penangkapan liar, tetapi juga sebagai hasil dari kegiatan perburuan yang terus-menerus.
Di samping itu, hewan ini memiliki pola muncul di daerah-daerah terpencil di mana mereka mudah ditangkap oleh pemburu liar, rentan karena terlalu jauh dari pengawasan otoritas konservasi.
Advertisement