Liputan6.com, Jakarta - Muslim Rohingya yang tinggal di Bangladesh sebagai pengungsi, menolak kembali ke Myanmar. Beberapa di antara mereka mengatakan, hanya akan kembali jika telah diberi kewarganegaraan oleh pemerintah Myanmar.
Baca Juga
Advertisement
Data itu didapat dari wawancara terhadap sebagian pengungsi. Komisaris masalah pengungsi di Bangladesh Abul Kalam mengatakan, hanya terdapat 21 keluarga dari 1.056 muslim Rohingya yang bersedia diwawancara soal apakah mereka ingin kembali atau tidak.
Hasilnya, tak satupun dari keluarga itu yang mengatakan akan kembali, seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (21/8/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Kalam juga menuturkan suasana di kamp-kamp di Cox's Bazar, Bangladesh. Menurutnya, saat ini sebanyak 1 juta pengungsi Rohingya terlindung tenang dan ramah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Akan Dilakukan Wawancara Susulan
Louise Donovan, juru bicara komisi tinggi PBB untuk pengungsi, mengatakan wawancara kedua akan dilakukan. Masih dengan tujuan yang sama, yakni mengetahui pilihan pengungsi apakah ingin pulang ke Myanmar.
Terkait dengan keinginan muslim Rohingya, kewarganegaraan memang merupakan titik yang sulit. Myanmar telah menolak untuk mengakui Rohingya sebagai warga negara, meskipun banyak dari keluarga mereka telah tinggal di sana selama beberapa generasi, dan bersikeras menyebut mereka orang Bengal.
"Kami ingin jaminan kewarganegaraan terlebih dahulu dan mereka harus memanggil kami Rohingya, lalu kami bisa pergi," kata Ruhul Amin, salah satu pengungsi Rohingya. "Kita tidak bisa pergi tanpa hak kita."
Advertisement
Myanmar Telah Sepakat Memulangkan Rohingya
Pada Jumat, seorang menteri kabinet Myanmar mengatakan Myanmar dan Bangladesh telah sepakat untuk memulai pemulangan muslim Rohingya dan telah meminta bantuan dari UNHCR.
Tahun lalu, upaya serupa oleh UNHCR dan kedua negara gagal, dengan tidak ada pengungsi yang ingin kembali secara sukarela.
Militer Myanmar melancarkan kampanye kontra-keras pada Agustus 2017 sebagai tanggapan atas serangan oleh kelompok pemberontak Rohingya. Tak hanya itu, pasukan keamanan dituduh melakukan perkosaan massal, pembunuhan dan membakar ribuan rumah.
Operasi militer menyebabkan eksodus lebih dari 700.000 Rohingya ke Bangladesh.