Industri Fesyen Dunia Lakukan Pengawasan Ketat Terkait Isu HAM Bagi Buruh Xinjiang

Isu terancamnya hak asasi manusia bagi buruh di Xinjiang mengancam industri kapas, karena banyaknya perusahaan mode yang menyetop pembelian dari sana.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 14 Nov 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2019, 07:00 WIB
Ilustrasi ladang kapas.
Ilustrasi ladang kapas. (Source: AP)

Liputan6.com, Xinjiang - Industri fesyen global sedang melakukan pengawasan ketat terhadap pasokan kapas yang bersumber dari Xinjiang, wilayah China yang dilanda tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

China merupakan salah satu produsen kapas paling tinggi di dunia, di mana sebagian besar pertaniannya berada di Xinjiang.

Dikutip dari BBC, Kamis (14/11/2019), para kelompok HAM mengatakan bahwa kelompok minoritas Uighur di Xinjiang sedang dianiaya dan direkrut untuk kerja paksa.

Banyak merek fesyen di dunia diperkirakan secara tidak langsung memasok produk kapas dari Xinjiang juga.

Beberapa brand mode ternama seperti H&M, Esprit dan Adidas juga menjadi perusahaan yang siap untuk mengakhiri pemasokan kapas dari Xinjiang, menurut investigasi yang dilakukan oleh Wall Street Journal.

Sedangkan bagi merek pakaian ternama asal Jepang, Muji dan Uniqlo justru memilih untuk menjadikan isu kapas dari Xinjiang sebagai titik penjualan dalam iklan mereka.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Produksi Kapas di Xinjiang

Melihat Foto Hitam Putih Kehidupan di China Jaman Dulu
Petani wanita memetik kapas dari ladang di provinsi Henan China tengah pada 11 November 1977. (AFP Photo/ Hsinhua News Agency)

Wilayah Xinjiang menjadi area utama bagi produksi kapas di China.

China menghasilkan produksi sebesar 22% dari suplai kapas di seluruh dunia, menurut laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Tahun lalu, 84% kapas di China berasal dari Xinjiang.

Namun, angka tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai buruh yang mengalami penganiaan dan penyiksaan.

Nury Turkel, ketua Proyek Hak Asasi Manusia Uighur di Washington, mengatakan orang-orang Uighur itu "ditahan dan disiksa" dan "didorong ke dalam sistem kerja paksa yang luas" di Xinjiang.

Dalam kesaksian kepada kongres AS, ia mengatakan bahwa "semakin sulit untuk mengabaikan fakta" bahwa barang-barang yang diproduksi di wilayah tersebut memiliki "kemungkinan besar" diproduksi dengan kerja paksa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya