Liputan6.com, Padua - Pada 7 Januari 1610, Galileo Galilei menemukan bulan terbesar di tata surya: Ganymede. Bulan itu merupakan orbit dari planet Jupiter. Penemuan terjadi ketika Galileo sedang melakukan observasi langit di Universitas Padua.
Menurut European Space History, Galileo bahkan menemukan tiga bulan sekaligus, yakni Ganymede, Io, dan Europa. Ia menggambarkan bulan-bulan itu sebagai "tiga bintang dengan posisi tetap" yang berbaris di sisi Jupiter.Â
Advertisement
Baca Juga
Hampir seminggu kemudian, Galileo menemukan satu bulan lagi yang kemudian dinamakan Callisto. Astronom modern menyebut empat satelit itu sebagai Bulan Galileo.
Ganymede adalah bulan terbesar di tata surya dengan radius 2.631 km. Nama bulan ini berasal dari seorang pangeran dari kota Troya pada mitologi Yunani.
Berkat parasnya yang rupawan, ia menjadi kesayangan Dewa Zeus dan ditugaskan sebagai pembawa minuman bagi para dewa. Ia pun dijadikan Zeus sebagai rasi bintang Aquarius yang disimbolkan membawa kendi air.
Space.com mencatat Ganymede lebih besar dari planet Merkurius dan Pluto, serta hampir seukuran Mars. Ganymede bisa saja disebut planet jika mengorbit matahari dan bukan Jupiter.
Bulan berusia 4,5 miliar tahun ini ini diprediksi memiliki samudera air asin di bawa permukaan esnya sehingga ada dugaan planet ini cocok untuk makhluk hidup.
Badan Antariksa Eropa berencana mengirimkan wahana untuk menjelajah bulan ini pada 2022 mendatang. Wahana itu bernama Jupiter Icy Moon Explorer (JUICE).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bukan Jupiter, Kini Saturnus Jadi Planet dengan Bulan Terbanyak
Peneliti asal Amerika Serikat menemukan bahwa Saturnus mulai menyusul Jupiter sebagai planet dengan jumlah bulan terbanyak. Kelompok peneliti menemukan adanya 20 bulan baru yang mengorbit pada planet bercincin itu, membuat jumlah totalnya menjadi 82 sedangkan Jupiter memiliki total 79 satelit.
Dilansir dari BBC, keberadaan bulan ditemukan melalui penglihatan menggunakan teleskop Subaru di Maunakea, Hawaii. Masing-masing dari penemuan baru tersebut mengorbit di sekitar planet Saturnus dengan ukuran diameter sekitar 5 km, 17 diantaranya mengorbit ke arah yang berlawanan.
Hal ini dikenal sebagai arah retrogade atau "berbalik arah". Tiga bulan lainnya mengorbit ke arah yang sama dengan Saturnus, dikenal sebagai arah progade.
Dua di antaranya membutuhkan waktu selama dua tahun untuk berkeliling mengitari planet bercincin tersebut.
Advertisement
Kalahkan Jupiter
Dr Sheppard mengatakan bahwa Jupiter telah menjadi planet dengan jumlah bulan terbanyak sejak akhir 1990.Â
Ia menambahkan bahwa tim observasi menilai bahwa kemunculan bulan tersebut disebabkan oleh interaksi antara asap dan debu. Ini merupakan komet ataupun asteroid yang lewat.
"Kami pikir itu merupakan bulan dari Saturnus, namun kali belum bisa mendapatkan seluruh orbit untuk menentukannya," ujarnya selaku salah satu tim observasi bersama dengan dua orang lainnya yaitu David Jewitt dari Universty of California, Los Angeles (UCLA) dan Jan Kleyna dari University of Hawaii.Â
Dr Sheppard juga mengatakan bahwa kemungkinan masih banyak lagi bulan yang akan ditemukan di sekitar planet Saturnus. Namun, para ahli astrologi membutuhkan teleskop dengan ukuran yang lebih besar untuk dapat menemukan satelit dengan ukuran yang lebih kecil.
Tim observasi tersebut juga telah mengadakan sebuah kompetisi untuk menamai bulan yang baru ditemukan tersebut. Nama yang diberikan harus berasal dari nama raksasa Norse, Gallic ataupun mitologi Inuit.Â