Makkah dan Madinah Lockdown Cegah Corona, Warga Dibatasi Keluar Rumah 24 Jam

Makkah dan Madinah membatasi total pergerakan warga akibat Virus Corona (COVID-19).

oleh Tommy K. Rony diperbarui 10 Mei 2020, 10:08 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2020, 16:02 WIB
Potret Ka'bah disterilisasi
foto: ABDEL GHANI BASIR/AFP

Liputan6.com, Jeddah - Kota suci Makkah dan Madinah menerapkan lockdown total bagi warganya selama 24 jam. Aturan mulai berlaku pada Kamis 3 April kemarin.

Dilaporkan Arab News, Jumat (3/4/2020), warga Makkah dan Madinah hanya boleh keluar selama beberapa jam saja, yakni pukul 06.00 pagi hingga 15.00. Pada jam tersebut, warga boleh keluar untuk membeli keperluan di daerah tempat tinggal masing-masing.

Tak ada penjelasan kapan aturan ini akan berakhir. Aturan ini tak berlaku bagi orang yang bekerja di sektor-sektor yang dianggap vital. Apotek, supermarket, pom bensin, dan layanan bank juga masih buka.

Meski aturan ini serupa lockdown, tetapi pihak Arab Saudi menggunakan istilah curfew. Pemerintah Saudi juga membatasi pergerakan antar wilayah, kecuali transportasi logistik.

Jika warga ingin keluar naik kendaraan roda empat, maka mobil hanya boleh membawa dua orang, termasuk di sopir. Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi berkata ini bertujuan mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19.

"Kementerian Dalam Negeri tidak akan memberi toleransi kepada mereka yang tak mematuhi regulasi pembatasan dan memamerkan pelanggaran mereka di media sosial, siapapun orangnya," ujar juru bicara Kemendagri Kolonel Talal Al-Shalhoub.

Kebijakan serupa lockdown ini diambil mengingat kasus Virus Corona di Makkah dan Madinah adalah yang tertinggi di Kerajaan Arab Saudi. Kasus di Makkah ada 48 orang dan Madinah ada 46 orang.

"Tindakan-tindakan preventif telah diambil oleh kerajaan harus dipertahankan, sebab mereka membantu angka (pasien) tetap rendah. Kita tidak ingin orang tua atau muda menderita," ujar jubir Kementerian Kesehatan Saudi.

Hingga kini, pemerintah Indonesia belum menyampaikan apakah ibadah haji akan tetap terlaksana. Sementara, besok Malaysia akan memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk berbicang terkait isu ini. 

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kasus Positif Virus Corona COVID-19 di Dunia Tembus 1 Juta

Presiden China Xi Jinping saat malam perayaan HUT ke-70 RRC (Noel Celis / AFP PHOTO)
Presiden China Xi Jinping saat malam perayaan HUT ke-70 RRC (Noel Celis / AFP PHOTO)

Total kasus Virus Corona (COVID-19) di seluruh dunia resmi menembus satu juta kasus. Lonjakan ini karena makin banyak negara yang melakukan tes massal sehingga banyak kasus terdeteksi.

Berdasarkan peta Johns Hopkins University, Jumat (3/4/2020), kasus positif tertinggi kini berada di Amerika Serikat dengan 244 ribu pasien. Berikutnya, ada Italia dengan 115 ribu pasien dan kasus kematian tertinggi yakni 13 ribu orang.  

Berikut 5 negara dengan kasus Virus Corona terbanyak: 

1. AS (244.678) 

2. Italia (115.242) 

3. Spanyol (112.065) 

4. Jerman (84.794)

5. China (82.433)

Kasus di China kini tercatat relatif sedikit mengingat penduduknya ada 1,4 miliar orang. Intelijen dan pakar kesehatan AS pun mulai meragukan kejujuran China dalam menampilkan data secara lengkap.

"Ketika kamu melihat data China di awal-awalnya, dan kamu mendapati ada 80 juta orang, atau 20 juta orang di Wuhan dan 80 juta di Hubei, dan mereka menyebut ada 50 ribu (pasien), kamu berpikir ini lebih mirip SARS ketimbang pandemi global seperti sekarang," ujar Dr. Deborah Birx, Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih.

"Saya pikir komunitas medis menginterpretasi data dari China bahwa ada sesuatu yang serius, tetapi lebih kecil ketimbang yang siapa pun perkirakan, karena saya pikir mungkin kita kehilangan jumlah data yang signifikan," pungkas Dr. Birx. 

Sementara, Bloomberg News melaporkan bahwa ada laporan intelijen AS yang menyebut laporan pasien Virus Corona dari China memang tidak lengkap. Tiga pejabat yang membocorkan informasi intel itu meminta informasinya dirahasiakan.

Kementerian Luar Negeri China menolak laporan intelijen AS. Juru bicara Kemlu China berkata AS hanya sedang mencoba menyalahkan China. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya