AS - Jepang Akan Umumkan Kerja Sama 5G Senilai 2 Miliar Dolar, Saingi China

AS dan Jepang diperkirakan akan mengumumkan inisiatif kerja sama 5G senilai US$ 2 miliar sebagai bagian dari dorongan AS untuk bersaing dengan China.

oleh Hariz Barak diperbarui 17 Apr 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2021, 18:00 WIB
Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan PM Jepang Yoshihide Suga di Gedung Putih.
Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan PM Jepang Yoshihide Suga di Gedung Putih. Dok: Twitter @POTUS

Liputan6.com, D.C - Presiden AS Joe Biden, pada Jumat 16 April 2021, menerima perdana menteri Jepang Yoshihide Suga untuk pertemuan langsung pertama mereka, dengan para pemimpin diperkirakan akan mengumumkan inisiatif kerja sama 5G senilai US$ 2 miliar sebagai bagian dari dorongan AS untuk bersaing dengan China.

Keputusan Biden untuk mengundang Perdana Menteri Yoshihide Suga sebagai tamu kenegaraan pertamanya -- dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ditetapkan untuk datang pada bulan Mei -- mencerminkan prioritas terbarunya pada aliansi AS di Asia Timur, di tengah berkembangnya kekuatan China di kawasan.

Seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa kedua negara akan mengumumkan "komitmen yang sangat substansial" senilai $ 2 miliar dalam kemitraan dengan Amerika Serikat "untuk bekerja pada 5G dan langkah-langkah berikutnya di luar," demikian seperti dikutip dari Economic Times, Sabtu (17/4/2021).

Huawei China telah mengambil dominasi awal di internet generasi kelima, yang menjadi bagian yang semakin krusial dari ekonomi global, meskipun tekanan AS yang berat pada perusahaan, yang Washington DC berpendapat menimbulkan ancaman bagi keamanan dan privasi di dunia demokrasi.

Simak video pilihan berikut:


Isu Lain

Teknologi 5G. Dok: Huawei
Teknologi 5G. Dok: Huawei

Pejabat itu mengatakan Biden juga akan berbicara kepada Jepang tentang tujuan iklimnya ketika AS bersiap untuk mengadakan KTT virtual tentang perubahan iklim minggu depan.

Dan pejabat itu mengatakan mereka akan membahas meningkatnya ketegangan atas Taiwan --yang mengklaim sebagai negara berdaulat terpisah dari China-- karena pulau itu telah melaporkan meningkatnya penetrasi wilayah udaranya oleh Beijing.

"Tidak ada negara yang berusaha meningkatkan ketegangan atau memprovokasi China, tetapi pada saat yang sama kami mencoba mengirim sinyal yang jelas bahwa beberapa langkah yang diambil China," kata pejabat itu, menambahkan bahwa langkah AS sekarang merupakan "antitestis terhadap misi menjaga perdamaian dan stabilitas" kawasan.

Pejabat itu mengatakan bahwa keputusan Biden untuk menarik mundur paskan AS dari Afghanistan setelah 20 tahun akan "membebaskan waktu dan perhatian dan sumber daya dari kepemimpinan senior kami dan militer kami untuk fokus pada apa yang kami yakini adalah tantangan mendasar di abad ke-21 dan mereka terletak pada dasarnya di Indo-Pasifik," kata pejabat itu.

"Amerika Serikat hanya bisa efektif di Asia ketika hubungan AS-Jepang kuat dan kondisi Jepang yang stabil," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya