Liputan6.com, Tokyo - Penasihat ekonomi perdana menteri Jepang, Yoichi Takahashi, lengser dari jabatannya setelah meremehkan COVID-19 di Twitter. Takahashi membandingkan status Corona di Jepang dengan negara-negara lain.
Dilansir Kyodo, Selasa (25/4/2021), Takahashi beberapa kali menampilkan grafik rendahnya kasus COVID-19 di Jepang, dan menyebut situasi di Jepang seperti "riak" di laut.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, ia juga menyebut situasi di Jepang seperti "kentut" jika dibandingkan dengan keparahan di Eropa dan Amerika Serikat. Tweet itu lantas dihapus.
Takahashi, dulunya mantan menteri keuangan, turut menertawakan wacana untuk membatalkan Olimpiade Tokyo 2021 karena kasus di Jepang tampak rendah.
Ucapan-ucapannya lantas memicu kontroversi dan Takahashi akhirnya mundur sebagai penasihat. PM Jepang Yoshihide Suga turut menyayangkan komentar-komentar dari Takahashi.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, kasus di Jepang memang lebih rendah ketimbang negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Indonesia. Akan tetapi, survei terbaru dari Kyodo menunjukan makin banyak warga yang ingin Olimpiade Tokyo 2021 batal.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Jepang Mulai Vaksinasi Massal di Tokyo dan Osaka Akibat Lonjakan Kasus COVID-19
Jepang telah memulai program vaksinasi massal di Tokyo dan Osaka, karena krisis COVID-19 terus memburuk.
Pihak militer telah mendirikan pusat-pusat yang menawarkan ribuan suntikan setiap hari, dengan memprioritaskan para lansia. Sekitar 5% populasi telah divaksinasi penuh.
Melansir BBC, Senin 24 Mei, sistem perawatan kesehatan Jepang yang efisien semakin kewalahan oleh gelombang terbaru, dengan beberapa rumah sakit kehabisan tempat tidur dan ventilator. Ini telah menyebabkan meningkatnya tekanan dari publik untuk membatalkan Olimpiade Tokyo pada bulan Juli.
Sebagian besar wilayah Jepang saat ini berada dalam keadaan darurat untuk memberi otoritas regional lebih banyak kekuatan untuk menegakkan tindakan dalam melawan pandemi.
Negara ini telah mencatat lebih dari 700.000 infeksi dan 12.000 kematian akibat COVID-19 akibat virus tersebut.
Advertisement