Liputan6.com, Canberra - Diaspora Indonesia Victoria menggelar Pameran yang belum pernah ada sebelumnya di Immigration Museum, Melbourne Australia. Bekerja sama dengan Pemerintah Victoria, Museum Imigrasi, Museum Maritim Nasional Australia, Kedutaan Besar Indonesia di Canberra, ACT dan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) di Melbourne, Victoria.
Pameran "When Merdeka Came to Australia: The History of Us (1942-1950)" di Immigration Museum, Melbourne Victoria di Australia menampilkan Diaspora Indonesia dan Australia untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Dalam periode sejarah yang sebagian besar telah dilupakan oleh kedua bangsa.
Baca Juga
Menurut informasi tertulis dari KJRI Melbourne, Rabu (25/5/2022), pameran yang belum pernah ada sebelumnya berlangsung dari tanggal 27 sampai 29 Mei 2022.
Advertisement
Pameran ini akan mengungkap 25 objek termasuk foto, korespondensi antara pemimpin dua negara, dokumen visual historiografi, kliping artikel dan cerita pribadi yang mengeksplorasi peran negara tetangga dan Indonesia di Australia selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ini juga merupakan contoh berharga dalam sejarah multikulturalisme di Australia, tentang komunitas Asia dan menceritakan kisah solidaritas yang patut diingat dan dirayakan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Termasuk Penayangan Film Dokumenter
Film dokumenter “Indonesia Calling” yang disutradarai oleh Joris Ivens (1946) akan ditayangkan sebagai bagian dari acara di pameran. Film ini mengupas tentang penolakan pelaut dan pekerja tepi sungai untuk memberangkatkan kapal Belanda yang berisi senjata dan amunisi untuk menyerang Indonesia.
Film ini menunjukkan larangan Kapal NEI di pelabuhan Sydney. Film ini menciptakan kembali adegan-adegan utama dari protes, menampilkan pekerja dan intelektual Indonesia yang sebenarnya yang hadir di acara tersebut.
"Kami mengharapkan pameran ini bisa meningkatkan pengetahuan publik atas dukungan Australia dan diaspora Indonesia di Australia atas perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari upaya Belanda untuk menjajah kembali Indonesia antara tahun 1945 dan 1950," demikian menurut informasi dari KJRI Melbourne.
"Dengan pameran ini akan serta meningkatkan hubungan dan kerjasama yang tak ternilai antara Australia dan Indonesia. Oleh karena itu, ini akan mendorong kemitraan yang kuat antara kedua negara dan mengembangkan nilai-nilai luhur bersama yang langgeng."
Advertisement
KJRI Perth Dukung Peluncuran Aplikasi Bahasa Kita Tepat di Hari Sumpah Pemuda
Sementara itu, warga Indonesia yang tergabung dalam komunitas Bahasa Kita meluncurkan piranti lunak (aplikasi) bernama Bahasa Kita tepat di hari Sumpah Pemuda yang ke-93. Kegiatan ini mendapat dukungan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Perth, Australia.
Lewat semangat bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, Bahasa Indonesia kelompok pecinta Bahasa Indonesia ini penuh suka cita hadir dalam kegiatan tersebut. Kelahiran piranti lunak ini merupakan inisiatif tokoh-tokoh yang tergabung dalam Tim Bahasa Kita, demikian disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari KJRI Perth, Jumat (29/10/2021).
Komunitas Bahasa Kita terdiri dari warga negara Indonesia di Perth, Australia Barat yang memiliki minat belajar berbahasa Indonesia atau memiliki tugas mengajar Bahasa Indonesia di berbagai sekolah dasar dan menengah di Australia Barat.
Peluncuran piranti lunak Bahasa Kita juga dimeriahkan dengan kegiatan Temu Wicara dengan Tajuk Semangat Sumpah Pemuda di Era Digital; Satu Bahasa, Bahasa Kita, Bahasa Indonesia.
Temu Wicara menghadirkan pendiri dan insiator aplikasi Bahasa Kita, Wieke Gur; Presiden Westralian Indonesian Language Teacher Association (WILTA), Danielle Horne; dan Direktur Indonesia Institute Bapak Robbie Gaspar.
Hadir pula Mohammad As'ad, Komisaris Drilchem Pte. Ltd. mewakili komunitas industri dan energi; serta Nanda Avalist, Konsul Penerangan dan Sosial-Budaya KJRI Perth. Kegiatan temu Wicara dan peluncuran piranti lunak tersebut dibuka oleh Konjen RI Perth, Listiana Operananta.
Pada sambutannya, Konjen RI menuturkan kebanggaanya atas semangat putra-putri Indonesia di luar negeri yang terus berkreasi dan berkolaborasi dengan bersahaja dan tanpa pamrih untuk mengharumkan Bahasa Indonesia, di tengah derasnya arus informasi dan revolusi tata krida informasi dunia.
Alun-Alun Adelaide 'Disulap' Jadi Kampung Indonesia
Victoria Square Park di jantung Kota Adelaide, Australia, yang selama ini menjadi Alun-alun Ibu kota Australia Selatan, mendadak berubah menjadi Kampung Indonesia pada Minggu, 1 Oktober 2017. Kampung Indonesia, antara lain terdiri dari Kampung NTT, Papua, Sumatera, Jawa, Bali dan Kampung Lombok.
Melalui penyelenggaraan IndoFest 2017 yang mengetengahkan Kampung Indonesia, wajah pusat Kota Adelaide bak di Tanah Air karena dipenuhi tenda-tenda makanan Nusantara dan panggung pertunjukan seni-budaya Indonesia.
Keberadaan "Kampung Indonesia" di tengah-tengah Kota Adelaide terbukti menarik ribuan orang Australia, untuk menikmati kelezatan makanan dan berbagai sajian kesenian Indonesia.
Semua tenda atau warung makanan menjual beragam kuliner Indonesia yang sudah termasyhur di dunia, seperti rendang, satai ayam, nasi goreng, bakso, gudeg, gado-gado, dan sebagainya, serta jajanan pasar, antara lain kue singkong, wingko, dan cucur, dijejali pengunjung. Bahkan, mereka musti antre demi mendapatkan sepiring masakan Indonesia tersebut.
Menurut Ketua Panitia IndoFest 2017, Firda Firdaus yang juga menjabat Ketua Asosiasi Indonesia-Australia (AIA) Australia Selatan, dalam keterangan tertulis yang Liputan6.com terima Senin (2/10/2017), gelaran tersebut merupakan salah satu festival budaya Indonesia terbesar yang diadakan di luar Indonesia.
Yang menarik, sebagian panitianya adalah warga negara Australia yang memang sangat mencintai Indonesia.
George Mundy, salah seorang pengunjung, mengaku, setiap tahunnya selalu menunggu IndoFest.
"Festival makanan dan budaya seperti ditunjukkan dengan adanya Kampung Indonesia semakin memperkaya multikulturalisme Australia", tambah pria kelahiran Melbourne yang hadir bersama istrinya.
Yang lebih membanggakan, semua petinggi Negara bagian Australia Selatan dan Adelaide turut menghadiri IndoFest ini. Mulai dari Gubernur Hieu Van Le, Premier Jay Wheatherill, Menteri urusan Multikultural Zoe Bettison, Wali Kota Martin Haese dan istri, hingga sejumlah petinggi Parlemen.
Bahkan, Menteri Zoe Bettison secara khusus dan sangat bangga mengenakan pakaian tradisional Tapanuli.
Duta Besar RI untuk Australia, Y Kristiarto S Legowo bersama istrinya, Caecilia Legowo, yang didampingi Konsul Jenderal RI di Sydney, Yayan GH Mulyana, juga hadir di acara yang berlangsung setiap tahun itu.
Para tamu istimewa tersebut ketika datang di Kampung Indonesia disambut meriah oleh para mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang mengenakan beragam pakaian tradisional Indonesia, mulai dari Papua, Kalimantan, Bali, Jawa, dan sebagainya serta tari ondel-ondel Betawi.
Yang lebih istimewa, Gubernur Hieu Van Le dan para petinggi negara bagian Australia Selatan yang hadir tersebut, menyapa pengunjung dan menyelingi pidato mereka dalam Bahasa Indonesia. Tak heran jika pidato mereka mendapatkan aplaus panjang dari penonton.
Dalam sambutannya, Gubernur Hieu Van Le memberikan pujian terhadap komunitas Indonesia di Adelaide yang mampu menghadirkan wajah Indonesia melalui Kampung Indonesia.
Sementara itu, Premier Jay Weatherill yang notabene adalah orang nomor satu di pemerintahan Negara Bagian Australia Selatan, menyebut IndoFest sebagai hadiah untuk publik Adelaide.
Penegasan Premier Australia Selatan ini diamini oleh Wali Kota Martin Haese. "Masyarakat Adelaide dapat belajar tentang kebinekaan Indonesia", ujar wali kota yang ibunya lahir di Medan tersebut.
Advertisement