Demo Antipemerintah Tewaskan 47 Orang, Presiden Peru Diselidiki Atas Tuduhan Genosida

Kerusuhan di Peru dimulai pada awal Desember 2022 menyusul penggulingan dan penangkapan mantan Presiden Pedro Castillo.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Jan 2023, 12:33 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2023, 12:33 WIB
Kerusuhan di Peru
Para pendukung mantan Presiden Peru Pedro Castillo mengobarkan aksi protes yang diwarnai bentrokan pada 12 Desember 2022. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Lima - Kejaksaan Tinggi Peru meluncurkan penyelidikan atas dugaan genosida oleh Presiden Dina Boluarte dan anggota kabinetnya terhadap demonstran antipemerintah. Unjuk rasa yang dimulai sekitar sebulan lalu itu telah menewaskan total 47 orang, dengan bentrokan teranyar dilaporkan terjadi di Kota Cusco.

Penyelidikan tengah dilakukan terhadap Boluarte, Perdana Menteri Alberto Otarola, Menteri Pertahanan Jorge Chavez, dan Menteri Dalam Negeri Victor Rojas atas tuduhan "genosida, pembunuhan yang memenuhi syarat, dan cedera serius". Demikian dikutip dari The Guardian pada Kamis (12/1/2023).

Mantan Perdana Menteri Pedro Angulo dan mantan Menteri Dalam Negeri Cesar Cervantes juga akan diselidiki atas keterlibatan mereka dalam menangani protes. Meski keduanya bertugas di bawah Boluarte hanya beberapa minggu.

Langkah penyelidikan dilakukan setelah 17 warga sipil tewas di wilayah Puno selatan pada Senin (9/1), yang dicap sebagai hari protes paling mematikan sejak mantan Presiden Pedro Castillo digulingkan dan ditahan bulan lalu. Kekerasan berlanjut pada Selasa dengan seorang petugas polisi meninggal setelah mobilnya dibakar.

Sementara itu, pejabat kesehatan di Cusco mengatakan bahwa 16 warga sipil dan enam polisi terluka setelah pengunjuk rasa mencoba mengambil ali bandara, di mana banyak turis asing berdatangan. Demikian dilansir AP.

Demonstrasi dan blokade-blokade jalan terhadap pemerintahan Boluarte untuk mendukung mantan Presiden Castillo dilaporkan terjadi di 41 provinsi di Peru.

Penggulingan Castillo

Kerusuhan di Peru
Aksi protes oleh para pendukung mantan Presiden Peru Pedro Castillo. (Dok. AFP)

Kerusuhan di Peru dimulai pada awal Desember 2022 menyusul penggulingan dan penangkapan Castillo, yang berusaha membubarkan kongres atas upaya pemakzulan terhadap dirinya. Castillo dituduh tidak memiliki kemampuan moral memerintah dan memimpin organisasi kriminal untuk meraup untung, serta menghalangi penyelidikan.

Kini, massa yang turun ke jalan-jalan di seluruh negeri, menuntut pengunduran diri Boluarte, pembubaran kongres, perubahan konstitusi, dan pembebasan Castillo.

Pada Selasa, akun Twitter Castillo mengunggah pernyataan yang bahwa mereka yang terbunuh karena membela kudeta kediktatoran tidak akan pernah dilupakan.

Castillo yang merupakan seorang mantan guru telah diperintahkan untuk tetap dalam penahanan pra-sidang. Dia diselidiki atas tuduhan mengobarkan pemberontakan.

Sekutu Castillo, mantan Presiden Bolivia Evo Morales, turut menyerukan diakhirinya apa yang disebutnya sebagai "genosida terhadap saudara-saudara pribumi kami". Mengingat latar belakangnya sebagai sekutu Castillo, Morales sendiri telah dilarang menginjakkan kakinya di Peru.

Akhir pekan ini, misi Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika akan mengunjungi Peru untuk menilai situasi. Sementara itu, PBB telah mendesak penghormatan terhadap hak asasi manusia dan menawarkan diri untuk menengahi krisis.

Castillo, seorang pendatang baru di dunia politik Peru, meraih kemenangan tipis dalam pemilu ahun 2021. Fenomena ini mengguncang negara itu dan menyingkap perpecahan mendalam antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan, yang disebut telah lama diabaikan.

Adapun Boluarte merupakan mantan wakil presiden Castillo sebelum ia menduduki kursi kepresidenan saat ini. Boluarte mengaku mendukung rencana untuk mempercepat pemilu pada tahun 2024 dari yang semula dijadwalkan pada tahun 2026.

Terkait penyelidikan atas demonstrasi pro-Castillo, Boluarte mengklaim dirinya mendukung upaya untuk mengungkapkan apakah pasukan keamanan bertindak dengan kekuatan yang berlebihan.

Pemerintah Menangkan Mosi Percaya

Ilustrasi bendera Peru (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Peru (AFP Photo)

Pada Selasa malam, pemerintahan PM Otarola dilaporkan memenangkan mosi percaya di kongres dengan selisih besar. Kekalahan sejatinya akan memicu perombakan kabinet dan pengunduran diri Otarola.

Mosi percaya, persyaratan konstitusional setelah perdana menteri baru menjabat, disahkan dengan 73 suara setuju, 43 menentang, dan 6 abstain.

Jam Malam

Ilustrasi jam dinding
Ilustrasi jam dinding. (Photo by Ocean Ng on Unsplash)

Otarola juga mengumumkan jam malam selama tiga hari di Puno, yang bertujuan memadamkan kekerasan.

Laporan dari media lokal menunjukkan terjadi aksi penjarahan di Puno pada Senin malam. Sementara itu, bandara di Kota Juliaca di kawasan itu tetap ditutup pada Selasa setelah 9.000 orang dilaporkan berusaha menyerbu tempat tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya