Liputan6.com, Washington - Amerika Serikat (AS) dan Jerman pada Rabu (25/1/2023), mengumumkan akan mengirimkan tank mereka ke Ukraina. Pengumuman ini menandai tahap pertama upaya terkoordinasi Barat untuk menyediakan senjata berat, yang menurut komandan militer Ukraina akan memungkinkan serangan balasan, mengurangi korban, dan memulihkan pasokan amunisi yang menipis.
Presiden Joe Biden mengatakan, AS akan mengirimkan 31 tank M1 Abrams. Sebelumnya, AS menolak mengirimkannya karena berargumen bahwa tank Abrams terlalu sulit untuk dioperasikan dan dirawat oleh Ukraina.
Baca Juga
Sekutu Eropa, sebut Biden, telah setuju mengirim cukup tank untuk melengkapi dua batalion tank Ukraina atau total 62 tank.
Advertisement
"Untuk membebaskan tanah mereka, mereka harus mampu melawan taktik dan strategi Rusia yang berkembang di medan perang dalam waktu dekat," ungkap Biden seperti dikutip dari AP, Kamis (26/1/2023).
Keputusan AS tersebut mengikuti persetujuan Jerman untuk mengirimkan 14 tank Leopard 2A6 dari stok mereka sendiri. Sebelumnya, Berlin menolak mengirimkan, kecuali Washington mengambil langkah serupa.
Kanselir Olaf Scholz bersikeras bahwa keputusan untuk mengirimkan tank ke Ukraina perlu diambil bersama dengan sekutu Jerman, terutama AS. Dengan membuat Washington mengambil langkah serupa, Berlin berharap berbagi risiko serangan balik dari Rusia.
"Ini adalah hasil dari konsultasi yang intensif, sekali lagi, dengan sekutu dan mitra internasional kita," ungkap Kanselir Scholz.
Dengan persetujuan Berlin, sejumlah negara Eropa yang menggunakan tank Leopard 2 pabrikan Jerman, kini dapat juga mengirimkan stok mereka ke Ukraina.
Dalam pidatonya pada Rabu malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji apa yang disebutnya sebagai "koalisi tank".
"Kita harus membentuk tinju tank, tinju kebebasan yang pukulannya tidak akan membiarkan tirani berdiri lagi," kata Zelensky.
Zelensky menambahkan, ia akan mendorong lebih banyak bantuan persenjataan dari sekutu Barat, termasuk rudal jarak jauh dan pesawat.
"Negara teroris harus kalah. Hak untuk hidup harus dilindungi. Dan itu akan terjadi," ujarnya.
Memenangkan Perang
Komandan kompi di Brigade Tank ke-17 Oleksander Syrotiuk yang dikerahkan di Bakhmut menjelaskan, "Tank akan membantu mengurangi korban dari sisi pasukan kita... Kemudian meraih hasil baru dan memenangkan perang dengan cepat."
Tentara dan ahli Ukraina mengatakan bahwa pasukan negara itu telah kehabisan suku cadang untuk memperbaiki tank tua era Soviet dan amunisi khusus yang mereka butuhkan, sementara di lain sisi terus menahan serangan artileri Rusia yang tiada henti.
Dengan Rusia diharapkan akan menyerang pada musim semi, tank-tank dari sekutu Barat akan memungkinkan pasukan Ukraina melancarkan serangan baru dan meminimalisir korban.
"Tanpa tank baru, kita tidak bisa memenangkan perang," ungkap sersan kepala Divisi Tank Brigade ke-54 Maksim Butolin pada awal pekan ini dari Bakhmut.
Syrotiuk menambahkan, "Pasukan Ukraina harus menghemat amunisi dan menangani kerusakan (tank) yang sering terjadi dan juga soal isu perawatan. Masalah utamanya adalah tank kami sudah usang."
Merujuk ke Leopard 2, yang menurut Syrotiuk lebih cocok untuk medan Ukraina, Syrotiuk mengatakan bahwa tank modern memiliki sistem penargetan yang lebih tepat serta lapis baja dan peralatan yang lebih baik untuk memungkinkan operasi malam hari.
Seorang veteran Angkatan Darat AS dan sejarawan senior di think tank Rand, Gian Gentile, mengatakan M1 Abrams dan Leopard akan memberikan Ukraina sebuah "kekuatan pukulan lapis baja mekanis".
"Tank Abrams dapat mencapai target bergerak hingga 2.000 meter (1,25 mil) jauhnya sambil berguling melintasi medan yang berat," katanya.
Sebelumnya, pendukung Ukraina yang pernah berada dalam lingkup pengaruh Moskow tetapi sekarang bersekutu dengan Barat, pernah memasok tank. Namun, merupakan model lama Soviet. Zelenskyy dan pejabat Ukraina lainnya bersikeras bahwa pasukan mereka membutuhkan tank yang lebih modern yang dirancang Barat.
Advertisement
Dukungan Berlanjut untuk Ukraina
Kanselir Scholz, yang pada Rabu berbicara via telepon dengan Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, mengatakan bahwa kelima pemimpin sepakat untuk melanjutkan dukungan militer ke Ukraina dalam koordinasi Euro-Atlantik.
Secara keseluruhan, Prancis, Inggris, AS, Polandia, Jerman, Belanda, dan Swedia akan mengirim ratusan tank dan kendaraan lapis baja berat untuk membentengi Ukraina saat mencoba menerobos garis pertahanan Rusia.
Rusia: Keputusan yang Berbahaya
Duta Besar Rusia untuk Jerman Sergey Nechayev menyebut, keputusan Berlin untuk mengirimkan tank ke Ukraina sangat berbahaya.
"Itu menggeser konflik ke tingkat konfrontasi baru dan bertentangan dengan pernyataan politikus Jerman tentang keengganan mereka untuk terlibat di dalamnya," ujar Nechayev.
Kepala Akademi Federal untuk Kebijakan Keamanan militer Jerman Ekkehard Brose mencatat signifikansi sejarah yang lebih dalam dari keputusan Kanselir Scholz.
"Tank buatan Jerman akan berhadapan dengan tank Rusia di Ukraina sekali lagi," katanya, seraya menambahkan bahwa ini bukan pemikiran yang mudah bagi Jerman, yang menganggap serius tanggung jawabnya atas kengerian Perang Dunia II.
"Namun itu adalah keputusan yang tepat," kata Brose, dengan alasan bahwa Barat harus membantu Ukraina menghentikan kampanye militer Rusia.
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius memperingatkan bahwa akan memakan waktu sekitar tiga bulan bagi pengerahan tank tahap pertama ke Ukraina. Dan ia menggambarkan Leopard 2 sebagai "tank tempur terbaik di dunia".
Pemerintah Jerman mengatakan berencana untuk segera mulai melatih awak tank Ukraina di Jerman. Paket pengiriman tank juga akan mencakup logistik, amunisi, dan pemeliharaan.
Advertisement