KTT Iklim Afrika Berakhir dengan Seruan Reformasi Pendanaan Global

KTT Iklim Afrika berfokus pada pertumbuhan ramah lingkungan di Afrika dan menemukan solusi pendanaan untuk mendukung program-program yang bertujuan memitigasi dampak perubahan iklim.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Sep 2023, 09:21 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2023, 09:21 WIB
Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Nairobi - KTT Iklim Afrika di Kenya berakhir dengan para pemimpin menyerukan masyarakat global untuk segera bertindak guna mengurangi emisi gas rumah kaca hingga menepati janji keuangan untuk melawan perubahan iklim.

Berbicara atas nama para kepala negara Afrika lainnya yang hadir pada KTT Iklim Afrika, Presiden Kenya William Ruto mengatakan bahwa kesepakatan yang dicapai dalam konferensi tersebut menunjukkan keseriusan negara-negara Afrika untuk membantu menyelesaikan krisis perubahan iklim.

"KTT Iklim Afrika merupakan demonstrasi komitmen kolektif yang tak tergoyahkan dari masyarakat Afrika terhadap visi mereka untuk menjadikan Afrika, negeri dengan potensi melimpah, peluang tak terbatas, dan kemungkinan kemakmuran bersama," katanya seperti dilansir VOA, Minggu (10/9/2023).

"Hal ini juga menunjukkan tekad kami memobilisasi koalisi global yang bergerak dalam bidang tanggap darurat guna memastikan industrialisasi yang diperlukan untuk mendorong transformasi ekonomi di masa depan dapat memulihkan vitalitas dan keseimbangan ekologi planet kita."

KTT, yang dimulai pada Senin (4/9) dan berakhir pada Rabu (6/9), berfokus pada pertumbuhan ramah lingkungan di Afrika dan menemukan solusi pendanaan untuk mendukung program-program yang bertujuan memitigasi dampak perubahan iklim, yang memengaruhi sekitar 1,3 miliar orang di benua tersebut.

Para pemimpin Afrika menggarisbawahi bahwa mereka berkomitmen untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan, peraturan dan insentif untuk menarik investasi lokal, regional dan global dalam mendorong pertumbuhan ramah lingkungan.

Deklarasi Nairobi, kata para pemimpin, akan menjadi landasan bagi kesatuan posisi Afrika dalam inisiatif perubahan iklim global, termasuk dasar posisi negosiasi mereka pada KTT COP28 November 2023.

Harapan bagi Afrika

Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Pemimpin pemuda Kenya Raphael Chesori mengungkapkan bahwa para pemimpin dan delegasi dalam KTT Iklim Afrika menunjukkan kesediaan mereka untuk melawan perubahan iklim.

"Apa yang saya saksikan adalah upaya yang ditunjukkan oleh para kepala negara di Afrika dan tentu saja dengan mitra global tentang bagaimana mereka dapat memiliki inisiatif akar rumput dalam memerangi perubahan iklim. Ada juga komitmen dalam hal pendanaan iklim dan pembiayaan konsensual, dan hasilnya adalah aktor non-negara juga bersedia bermitra dengan pemerintah untuk memastikan adanya partisipasi masyarakat pada tingkat akar rumput," terang Chesori.

Michael Otitoju, seorang delegasi dari Nigeria, menuturkan bahwa Afrika telah menunjukkan mereka dapat menyelesaikan krisis ini dengan mengandalkan sumber daya dan populasi mudanya.

"Diskusi seputar transisi energi ke sumber energi terbarukan, saya rasa semua itu memberi kita harapan bahwa masyarakat Afrika bisa menyelesaikan masalah kita dengan sumber daya kita sendiri, dengan kapasitas manusia kita sendiri, jadi menurut saya masih ada harapan bagi masyarakat Afrika," kata dia.

Sementara itu, Andrew Monari, seorang pekerja komunitas di Kenya, mengatakan dia belajar bagaimana komunitas rentan dapat mengakses dana perubahan iklim untuk mendukung program mitigasi mereka.

"Jadi, ada pihak yang bertanggung jawab atas pendanaan tersebut dan kami diberitahu cara mengaksesnya," ujarnya

Akses terhadap Keuangan Global

Perubahan Iklim
Ilustrasi seruan untuk mengatasi perubahan iklim. (dok. Markus Spiske/Unsplash.com)

Menurut PBB, negara-negara Afrika membelanjakan 5-15 persen PDB-nya untuk memerangi perubahan iklim meskipun negara-negara tersebut merupakan negara dengan kontribusi terendah terhadap pemanasan global. Di lain sisi, negara-negara maju telah berjanji untuk memberikan setidaknya USD 100 miliar setiap tahunnya untuk melawan dampak perubahan iklim, pendanaan yang menurut banyak orang sulit direalisasikan.

Dalam KTT Iklim Afrika, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa tambahan USD 20 miliar diperlukan untuk membantu mengurangi pola cuaca Afrika yang tidak dapat diprediksi. Yang tidak kalah penting, Presiden Ruto menggarisbawahi bahwa Afrika memerlukan akses terhadap keuangan global untuk mendukung masyarakat dan membayar utangnya.

"Kami menuntut adanya landasan yang adil bagi negara-negara kami untuk mengakses investasi yang diperlukan guna membuka potensi dan menerjemahkannya menjadi peluang. Kami selanjutnya menuntut penyesuaian arsitektur pembiayaan pembangunan multilateral untuk membebaskan perekonomian kami dari utang yang merugikan dan hambatan yang berat terhadap sumber daya keuangan yang diperlukan," ungkap Ruto.

Para pemimpin Afrika menekankan bahwa agar benua ini bisa mengalami transformasi ekonomi, mereka perlu meningkatkan kapasitas pembangkit listrik terbarukan. Afrika, kata mereka, juga membutuhkan akses terhadap teknologi dan mekanisme perdagangan yang memungkinkan produk-produk dari benua tersebut bersaing secara adil dan setara.

Afrika adalah salah satu benua yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, namun menurut para peneliti, Afrika hanya menerima sekitar 12 persen dari hampir USD 300 miliar pendanaan tahunan yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

Kritik terhadap KTT Iklim Afrika

Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim. (Photo created by brgfx on www.freepik.com)

Beberapa analis mengatakan KTT Iklim Afrika tidak cukup fokus pada bagaimana membantu masyarakat Afrika beradaptasi terhadap cuaca ekstrem. Sejumlah orang pun menggelar aksi protes di luar arena konferensi, menentang rencana Afrika untuk menjual kredit karbon.

Sejumlah perusahaan dan negara asing telah memberikan komitmen ratusan juta dolar dalam pembelian kredit karbon dari Inisiatif Pasar Karbon Afrika (ACMI), termasuk Uni Emirat Arab, yang berjanji membeli USD 450 juta.

Mereka yang menentang jual beli kredit karbon meyakini bahwa praktik tersebut merupakan dalih para pencemar besar untuk terus menghasilkan karbon dioksida.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya