Liputan6.com, Port-au-Prince - Dewan Keamanan (DK) PBB telah menyetujui pengerahan pasukan multinasional bersenjata ke Haiti, di tengah pergulatan negara Karibia itu dengan kekerasan geng yang merajalela dan kelumpuhan politik.
Keputusan tersebut diambil menyusul permintaan bantuan militer berulang kali oleh Perdana Menteri (PM) Haiti Ariel Henry. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Amerika Serikat (AS) juga mendesak masyarakat internasional mendukung misi tersebut.
Baca Juga
Tiga belas anggota DK PBB memberikan suara mendukung resolusi pengerahan pasukan, sementara Rusia dan China memilih abstain. Demikian seperti dilansir CNN, Selasa (3/10/2023).
Advertisement
Meskipun disetujui oleh DK PBB yang berkuasa, pasukan tersebut tidak secara resmi berada di bawah kendali PBB. Misi ini diperkirakan akan dipimpin oleh Kenya, yang telah menjanjikan 1.000 polisi untuk mempelopori misi tersebut.
Beberapa negara tetangga Haiti di Karibia – Antigua dan Barbuda, Bahama, dan Jamaika – juga telah menawarkan dukungan untuk misi tersebut.
Pasukan dukungan keamanan multinasional (MSS) akan mempunyai mandat selama 12 bulan di Haiti. Waktu kedatangannya belum ditentukan dan lebih banyak negara telah diundang untuk berpartisipasi. Resolusi tersebut juga menyerukan penghentian global penjualan senjata ke Haiti, kecuali untuk tujuan keamanan yang disetujui.
Penasihat Perdana Menteri Haiti Henry, Jean-Junior Joseph, mengatakan kepada CNN bahwa pemerintah menyambut baik pemungutan suara tersebut. Dia menambahkan, "Kami menunggu dengan tidak sabar misi untuk memerangi ketidakamanan umum."
Ketidakstabilan di Seluruh Negeri
Geng-geng yang bertikai menguasai sebagian besar Port-au-Prince – ibu kota dan pelabuhan utama Haiti – sehingga menghambat jalur pasokan penting ke seluruh negara. Anggota geng juga melakukan teror terhadap penduduk metropolitan, memaksa sekitar 200.000 orang meninggalkan rumah mereka di tengah gelombang pembunuhan, penculikan, pembakaran, dan pemerkosaan tanpa pandang bulu.
Misi pasukan keamanan multinasional ini diharapkan dapat memperkuat keamanan lokal dan memperkuat Kepolisian Nasional Haiti dalam mengejar geng-geng tersebut. Pasukan keamanan Haiti sebetulnya telah menerima sejumlah dukungan internasional, namun masih kekurangan staf dan kekurangan persenjataan.
Saat berpidato di Majelis Umum PBB di New York pada 22 September, PM Henry mengatakan kepada negara-negara lain bahwa penting bagi DK PBB untuk menyetujui misi militer demi memulihkan ketertiban. Kekerasan telah memperburuk ketidakstabilan yang lebih luas di seluruh negeri, kata Henry, sambil mencatat bahwa inflasi telah melonjak melewati 50 persen, menyebabkan 4,9 juta warga Haiti kesulitan untuk makan, rekor baru yang menyedihkan bagi negara tersebut.
Dalam pernyataan pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mendesak masyarakat internasional mendukung rencana tersebut dan memberikan bantuan, termasuk personel. Blinken menegaskan bahwa AS siap memberikan bantuan keuangan dan logistik yang kuat.
DK PBB berulang kali mengalami kebuntuan dalam beberapa tahun terakhir di tengah persaingan geopolitik yang semakin mendalam. Pernyataan Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menggambarkan keputusan pada Senin mengenai Haiti sebagai sesuatu yang "bersejarah". Dia mengatakan bahwa misi tersebut menunjukkan kemampuan PBB untuk menggalang tindakan kolektif.
Advertisement
Respons China dan Rusia
Berbicara di DK PBB setelah pemungutan suara, Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menuturkan bahwa negaranya memiliki pendekatan yang hati-hati dan bertanggung jawab dalam mengizinkan penggunaan kekuatan. Namun, dalam kasus Haiti, sikap abstain China dinilai mewakili "posisi konstruktif" terhadap resolusi tersebut.
Sementara itu, Utusan Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengkritik resolusi DK PBB dengan mengungkapkan bahwa pengiriman angkatan bersenjata negara lain ke negara manapun bahkan atas permintaan negara tersebut merupakan tindakan ekstrem yang harus dipikirkan secara matang. Meski demikian, dia mencatat beberapa elemen positif pada resolusi yang disetujui.
Baik Rusia maupun China menyatakan persetujuannya terhadap poin embargo senjata pada resolusi tersebut.
Kritik terhadap misi tersebut sebelumnya menunjuk pada skandal yang terkait dengan misi penjaga perdamaian PBB di Haiti, termasuk tuduhan pelecehan seksual dan timbulnya epidemi kolera yang mematikan, yang menewaskan hampir 10.000 orang. Sejumlah warga Haiti juga mempertanyakan mandat PM Henry, yang mengambil alih kepemimpinan negara tersebut setelah Presiden Jovenel Moise dibunuh pada tahun 2021.
PM Henry sendiri menekankan bahwa pemilu di Haiti yang telah lama tertunda tidak dapat diselenggarakan sampai negara tersebut mencapai tingkat keamanan dasar.
Perwakilan khusus PBB di Haiti, Maria Isabel Salvador, menggarisbawahi bahwa pihaknya akan mendukung misi tersebut dalam batas mandatnya, sambil menekankan bahwa tidak seperti misi internasional baru-baru ini yang dikerahkan di Haiti, misi MSS bukanlah misi PBB.