Liputan6.com, Riyadh - Menteri luar negeri (Menlu) Spanyol mengindikasikan bahwa jika Eropa terus ragu-ragu dalam mendukung Palestina maka sebagai negara berdaulat, Spanyol, akan mengambil keputusannya sendiri.
Jose Manuel Albares juga mengatakan bahwa perdamaian di Timur Tengah hanya dapat dicapai melalui pembentukan negara Palestina, yang menghubungkan Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menurut Albares, yang menjabat sebagai menlu Spanyol sejak 2021, meskipun 27 negara anggota Uni Eropa semuanya menginginkan perdamaian di Timur Tengah, namun terdapat perbedaan dalam hal mereka melihat hal itu dapat terwujud.
Advertisement
Bagi Spanyol, posisinya sangat jelas: segera hentikan perang Hamas Vs Israel, berikan akses kemanusiaan yang tidak terbatas ke Jalur Gaza, dan terapkan solusi dua negara.
"Kami menyerukan gencatan senjata permanen, pembebasan segera sandera, akses segera terhadap bantuan kemanusiaan, dan konferensi perdamaian yang akan menjadi kerangka implementasi solusi dua negara," kata Albares dalam wawancaranya dengan Arab News, seperti dilansir Selasa (13/2/2024). "Pada akhirnya, kita semua tahu bahwa selama rakyat Palestina tidak mempunyai negara maka Timur Tengah tidak akan stabil."
"Dan kita semua tahu solusi nyata untuk situasi di Timur Tengah dan perdamaian definitif adalah sebuah negara dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza di bawah satu otoritas Palestina yang dihubungkan oleh koridor dengan pintu keluar ke laut dan dengan ibu kota di Yerusalem Timur."
Menggambarkannya sebagai solusi yang adil dan berkeadilan bagi rakyat Palestina, Albares mengatakan solusi dua negara menawarkan Israel jaminan terbaik untuk mencapai keamanan dalam negeri dan menghindari konflik regional yang lebih luas.
Namun, dalam perannya mengoordinasikan keterlibatan Spanyol dengan Uni Eropa, Albares mengakui bahwa proposal itu masih dalam tahap dialog mengingat blok tersebut sedang mencari cara untuk bergerak maju sebagai unit kolektif.
Albares mencatat kekhawatiran yang semakin meningkat di negara-negara Selatan – istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada negara-negara berkembang di dunia – atas respons Uni Eropa yang ragu-ragu terhadap krisis di Jalur Gaza dibandingkan dengan sikap mereka yang tegas terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
"Itulah mengapa hal ini sangat penting, dan saya selalu menjelaskannya kepada rekan-rekan saya di Eropa bahwa kita mempertahankan posisi yang sama: mengikuti Piagam PBB dan prinsip-prinsipnya, baik itu Ukraina, di mana kita mempunyai posisi yang jelas, posisi yang sangat jelas," tutur Albares.
"Negara mana pun berhak mempertahankan diri dari serangan teroris, termasuk Israel, tetapi Anda harus melakukannya sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional."
Lebih lanjut, Albares menggarisbawahi, "Harus ada perbedaan antara sasaran teroris dan pengeboman rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, markas besar PBB. Pengungsi juga sama. Tidak peduli warna kulit mereka, agama mereka, jenis kelamin mereka, mereka semua sama dan mereka semua berhak mendapatkan perlindungan kita."
Tidak Akan Berhenti Serukan Gencatan Senjata Permanen
Berbicara kepada Arab News dari Riyadh, selama lawatan resminya ke tiga negara Teluk, yaitu Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) Albares memuji rekannya Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud atas apa yang disebutnya peran yang luar biasa dalam mengupayakan perdamaian di kawasab.
"Kita membutuhkan momen besar persatuan Euro-Arab dan kami telah mendiskusikan upaya untuk memastikan perdamaian definitif kembali ke Timur Tengah," ujarnya.
"Inilah yang kami serukan dan kami tidak akan berhenti menyerukan hal itu. Dan tur saya di kawasan ini, di Riyadh, di UEA, membawa pesan ini dan dalam jangka menengah dan panjang kita membutuhkan negara Palestina."
Untuk sementara, Albares mengatakan kebutuhan paling mendesak bagi warga Jalur Gaza adalah peningkatan jumlah bantuan kemanusiaan.
"Kami tidak akan berhenti menyerukan gencatan senjata permanen. Gencatan senjata permanen dan pembebasan segera sandera serta akses segera terhadap bantuan kemanusiaan adalah apa yang kita butuhkan dalam jangka pendek," jelasnya.
Pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza belakangan semakin terhambat oleh tuduhan Israel bahwa 12 staf Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Jalur Gaza secara aktif berpartisipasi dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober ke Israel selatan, yang diklaim mengakibatkan kematian 1.200 orang dan penculikan 240 orang lainnya.
Menanggapi tuduhan Israel, AS dan negara-negara donor utama lainnya menangguhkan pendanaan mereka untuk UNRWA, berpotensi menghentikan operasi badan itu di pada akhir bulan ini kecuali jika sumbangan mereka dapat dipulihkan.
Ketika ditanya apakah dia yakin tuduhan tersebut benar atau apakah penangguhan pendanaan itu bisa dibenarkan, Albares mengatakan bahwa 12 orang dari 30.000 staf, tidak satupun dari mereka memiliki hubungan dengan pimpinan UNRWA, adalah jumlah yang sangat kecil.
"Ada tuduhan terhadap 12 orang, kami menanggapinya dengan sangat serius, dan kami sedang menunggu kesimpulan dari penyelidikan," katanya, mengacu pada penyelidikan internal badan PBB itu sendiri.
"Tetapi UNRWA sangat diperlukan. Tidak ada pengganti UNRWA. Mereka merawat jutaan pengungsi di Jalur Gaza. Dan di banyak tempat lain – Lebanon, Yordania, Tepi Barat – dan apa yang mereka lakukan di Jalur Gaza sangatlah mendasar."
Advertisement
Spanyol: Mari Terus Mendanai UNRWA
Mengingat peran penting yang dimainkan UNRWA, Albares menekankan jutaan orang yang bergantung pada dukungan UNRWA tidak akan mendapatkan makanan kecuali pendanaan dipulihkan. Itulah sebabnya Spanyol bermaksud meningkatkan kontribusinya pada UNRWA untuk membantu mencegah keruntuhannya.
"Mereka memberikan makanan dan bantuan darurat kepada para pengungsi, jadi jika mereka gagal, jika mereka tidak mendapat dana yang cukup dari hari ke hari, mereka tidak akan mampu memberi makan orang-orang tersebut," ungkap Albares.
"Itulah sebabnya kami memutuskan meningkatkan kontribusi kami menjadi sekitar 3,5 juta euro, untuk memastikan UNRWA dapat berfungsi dan inilah yang saya jelaskan kepada semua rekan saya di Eropa."
Spanyol bukan satu-satunya negara Eropa yang memperkuat dukungannya terhadap UNRWA. Irlandia dan Norwegia turut memperbarui komitmen mereka.
Namun, negara-negara tersebut tidak dapat menutupi kekurangan besar yang disebabkan oleh penangguhan pendanaan Amerika Serikat, yang telah menyumbang USD 300-400 juta setiap tahunnya. Tanpa pendanaan itu, Albares mengatakan bencana kemanusiaan nyata terjadi.
"Kita sudah sampai di sana. Hampir 30.000 warga Palestina, warga sipil, tewas. Ini adalah sebuah bencana. Tapi di sini kita berbicara tentang sesuatu yang tidak terpikirkan – kelaparan di Gaza," kata Albares.
"Kita bisa menghindarinya jika kita terus memberikan dana yang cukup. Itu sebabnya kami meningkatkan (pendanaan). Kami menunjukkan komitmen terhadap pengungsi Palestina di Jalur Gaza."
Mengingat potensi penyalahgunaan sumbangan, Albares mengatakan Spanyol memiliki proses penyaringan yang sangat ketat. Dia menambahkan bahwa dana yang masuk ke Palestina digunakan dengan baik.
Lebih jauh, Albares meminta negara-negara lainnya memulihkan donasi mereka, seraya menekankan bahwa UNRWA dan PBB tidak berusaha menyembunyikan apa pun.
"Mereka punya penyelidikan sendiri dan mereka juga menyerukan penyelidikan independen, jadi menurut saya mereka menunjukkan niat baik. Kita tunggu sampai penyelidikan itu dilakukan. Sementara itu, mari kita ikuti seruan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Mari terus mendanai UNRWA," imbuhnya.