Satelit ERS-2 Milik Eropa Seberat 2.294 Kilogram Akan Hantam Bumi pada Rabu 21 Februari

Satelit pengamat Bumi ERS-2 pertama kali diluncurkan pada 21 April 1995 dan merupakan satelit tercanggih dari jenisnya pada saat itu yang dikembangkan dan diluncurkan oleh Eropa.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 20 Feb 2024, 11:04 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2024, 11:03 WIB
Ilustrasi Satelit
Ilustrasi satelit (Dok. Pixabay).

Liputan6.com, Paris - Satelit milik Badan Antariksa Eropa (ESA) diperkirakan akan masuk kembali dan sebagian besar terbakar di atmosfer Bumi pada Rabu (21/2/2024) pagi.

Kantor Puing-puing Angkasa Luar ESA, bersama dengan jaringan pengawasan internasional, sedang memantau dan melacak satelit pengamat Bumi ERS-2, yang menurut situs web-nya diperkirakan akan masuk kembali pada Rabu pukul 16.41 CET atau sekitar pukul 22.10 WIB.

ESA menyediakan pembaruan langsung di situs web-nya.

"Karena masuknya kembali pesawat ruang angkasa itu bersifat 'alami', tanpa kemampuan untuk melakukan manuver, tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti di mana dan kapan akan masuk kembali ke atmosfer dan mulai terbakar," demikian pernyataan ESA, seperti dilansir CNN, Selasa (20/2).

Waktu pasti masuknya kembali satelit masih belum jelas karena aktivitas Matahari tidak dapat diprediksi. Saat Matahari mendekati puncak siklus 11 tahunnya, yang dikenal sebagai solar maksimum, aktivitas Matahari meningkat. Solar maksimum diperkirakan akan terjadi akhir tahun ini.

Meningkatnya aktivitas Matahari sudah berdampak pada percepatan masuknya kembali satelit Aeolus milik ESA pada Juli 2023.

Menurut ESA, Satelit ERS-2 diperkirakan memiliki massa 2.294 kilogram setelah bahan bakarnya habis, sehingga ukurannya serupa dengan puing-puing angkasa luar lainnya yang masuk kembali ke atmosfer Bumi setiap minggu atau lebih.

Pada ketinggian sekitar 80 kilometer di atas permukaan Bumi, satelit tersebut diperkirakan akan pecah dan sebagian besar pecahannya akan terbakar di atmosfer. ESA menuturkan lebih lanjut bahwa beberapa pecahan mungkin mencapai permukaan planet ini, tetapi tidak mengandung zat berbahaya dan kemungkinan besar akan jatuh ke laut.

Diluncurkan pada 1995

Ilustrasi Satelit
Ilustrasi satelit (Dok. Pixabay).

Satelit pengamat Bumi ERS-2 pertama kali diluncurkan pada 21 April 1995 dan merupakan satelit tercanggih dari jenisnya pada saat itu yang dikembangkan dan diluncurkan oleh Eropa.

Bersama kembarannya, ERS-1, satelit ini mengumpulkan data berharga tentang tutupan kutub, lautan, dan permukaan daratan serta mengamati bencana seperti banjir dan gempa di daerah terpencil. Data yang dikumpulkan oleh ERS-2, sebut ESA, masih digunakan sampai sekarang.

Pada tahun 2011, badan tersebut memutuskan untuk mengakhiri operasi satelit dan melakukan deorbitasi daripada menambah pusaran sampah angkasa luar yang mengorbit planet ini.

Kecil Kemungkinan Terluka Akibat Puing-puing Angkasa Luar

Ilustrasi Angkasa Luar
Ilustrasi angkasa luar. (Dok. Pixabay)

Satelit melakukan 66 manuver deorbiting pada Juli dan Agustus 2011 sebelum misi secara resmi berakhir pada akhir tahun itu, tepatnya pada 11 September. Manuver tersebut membakar sisa bahan bakar satelit dan menurunkan ketinggiannya, sehingga membuat orbit ERS-2 berada pada lintasan yang perlahan-lahan berputar mendekati Bumi dan memasuki kembali atmosfer dalam waktu 15 tahun.

ESA menyatakan bahwa kemungkinan seseorang terluka akibat puing-puing angkasa luar setiap tahunnya kurang dari 1 dalam 100 miliar, sekitar 1,5 juta kali lebih rendah dibandingkan risiko terbunuh akibat kecelakaan di rumah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya