, Bonn - Organisasi lingkungan hidup merespons negatif pemilihan Azerbaijan sebagai tuan rumah Konferensi Iklim COP29, pada November mendatang.
Negara Kaukasus seluas Austria ini menggantungkan hidup dari minyak Bumi dan gas, yang mencakup 90 persen nilai ekspornya, dikutip dari DW Indonesia, Jumat (21/6/2024).
Baca Juga
Di sela-sela konferensi persiapan COP29 yang berlangsung di Bonn selama dua pekan terakhir, Menteri Lingkungan Hidup Azerbaijan Mukhtar Babayev malah mengumumkan niat memperluas produksi gas alam di tahun-tahun mendatang.
Advertisement
Pada saat yang sama, Baku juga ingin berinvestasi pada energi terbarukan, kata Babayev yang juga akan memimpin COP29, seperti dilansir kantor berita AFP.
Kritik Tidak Diinginkan
"Babayev adalah bekas direktur perusahaan minyak negara milik pemerintahan yang otoriter,” kata Alice Harrison dari organisasi lingkungan internasional Global Witness tak lama setelah tuan rumah COP29 ditetapkan pada akhir tahun 2023.
Adapun lembaga swadaya Jerman Germanwatch saat itu menilai Baku sebagai pilihan yang "sangat bermasalah”.
Wartawan kritis dan aktivis lingkungan di Azerbaijan harus hidup dengan rasa takut. Menurut organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch, HRW, setidaknya 25 di antaranya ditangkap atau dijatuhi hukuman tahun lalu.
Banyak aktivis dan organisasi lingkungan hidup di Azerbaijan mengatakan pekerjaan mereka terhambat oleh situasi yang represif.
HRW menuduh pemerintah di Baku mengambil tindakan keras terhadap jurnalis dan aktivis yang kritis menjelang KTT iklim.
Jurnalis Azerbaijan, Arzu Geybulla, yang sekarang mengasingkan diri di Istanbul, Turki, memperingatkan melalui platform media sosial X bahwa masyarakat sipil di Azerbaijan hampir sepenuhnya sudah dibungkam.
Kekuasaan Aotoriter Aliyef
Pemerintah Azerbaijan menepis tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Namun faktanya, sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Azerbaijan diperintah secara otoriter oleh dinasti Aliyev.
Presiden Ilham Aliyev, putra presiden pertama Heydar Aliyev, berkuasa sejak tahun 2003. Organisasi hak asasi manusia seperti HRW dan Amnesty International berulang kali mengeluhkan pelanggaran hak asasi manusia, di mana oposisi politik ditindas secara sistematis, dan kebebasan berekspresi dan berkumpul sangat dibatasi. Diyakini, jumlah tahanan politik di Azerbaijan mencapai "angka tiga digit."
Fakta bahwa jurnalis kini semakin menjadi sasaran juga disebabkan oleh undang-undang media yang lebih ketat yang disahkan pada tahun 2022. Sejak November 2023, pemerintah sudah menutup media-media independen yang tersisa, lapor Amnesty International.
Tuduhan pelanggaran HAM juga dilayangkan terhadap militer Azerbaijan dalam perang di Nagorno-Karabakh, 2023 silam, yang memaksa sekitar 100.000 warga etnis Armenia untuk mengungsi.
Advertisement
Korupsi hingga ke Eropa
Azerbaijan juga merupakan salah satu negara paling korup di dunia. Dalam peringkat tahunan Transparency International, Azerbaijan menduduki peringkat 154 dari total 180 negara pada tahun 2023.
Dalam laporannya, Transparency menulis bahwa korupsi telah "menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan negara, sekaligus merugikan hak-hak sipil dan politik.” Hal ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap retensi kekuasaan Aliyev.
Azerbaijan juga ketahuan mengundang hingga 40 anggota Dewan Eropa setiap tahun dan menghujani mereka dengan hadiah mahal. Dengan "diplomasi kaviar” pemerintah di Baku ingin meredam protes terhadap situasi hak asasi manusia di negaranya dari anggota Parlemen Eropa.
Menurut para pengamat, sikap lembut Uni Eropa kepada Azerbaijan bersumber pada peran Baku sebagai pemasok minyak utama di Eropa.
Sejak awal invasi Rusia di Ukraina, UE tidak lagi membeli minyak dan gas Rusia. Pada tahun 2022, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menandatangani deklarasi niat dengan Ilham Aliyev, yang menyatakan bahwa Brussels ingin menggandakan impor gasnya dari Azerbaijan pada tahun-tahun berikutnya. Pernyataan Babayev minggu ini, untuk lebih meningkatkan kuota produksi gas, merupakan bagian dari kesepakatan tersebut.