Geng Kriminal Kakek-Kakek di Jepang, Diduga Curi Wiski dan Perhiasan Senilai Rp106 Juta

Trio kakek-kakek geng kriminal Jepang ini berusia antara 69 dan 88 tahun, di antaranya Hideo Umino (88), Hidemi Matsuda (70), dan Kenichi Watanabe (69).

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 28 Jul 2024, 21:32 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2024, 21:32 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi permukaan kulit pada lansia. (dok. pexels/pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Jepang baru-baru ini menjadi latar cerita kriminal yang layak untuk naskah film thriller. Alasannya, sekelompok pria tua, yang sekarang dijuluki Grandpa Gang alias geng kakek-kakek, telah menarik perhatian luas karena keterlibatan mereka dalam serangkaian dugaan perampokan.

Trio kakek-kakek berusia antara 69 dan 88 tahun, di antaranya Hideo Umino (88), Hidemi Matsuda (70), dan Kenichi Watanabe (69).

Usut punya usut, mereka pertama kali bertemu saat menjalani hukuman di penjara dan sekarang dituduh merencanakan serangkaian pencurian setelah dibebaskan. Detektif telah memberi mereka nama sandi "G3S," istilah Jepang untuk grandpas atau kakek-kakek.

Menurut South China Morning Post, seperti dikutip Minggu (28//2024), geng tersebut diduga melakukan beberapa pencurian di Sapporo, ibu kota Hokkaido.

Dalam upaya pencurian pertama mereka pada bulan Mei, ketiga kakek tersebut dilaporkan membobol sebuah rumah kosong, mencuri 200 yen (sekitar Rp21 ribu) dan tiga botol wiski senilai 10.000 yen (sekitar Rp1 juta). Bulan berikutnya, mereka diduga merampok rumah kosong lainnya di distrik yang sama, mengambil 24 perhiasan senilai sekitar satu juta yen (sekitar Rp106 juta).

Kejahatan tersebut terungkap ketika pemilik properti kedua merasa curiga dan memberi tahu pihak berwenang. Polisi melacak tersangka melalui rekaman kamera pengawas dan penjualan kembali beberapa barang curian.

Penyidik ​​telah merinci peran tersangka yang sudah lanjut usia: Umino, yang tertua, diyakini telah memimpin pencurian, Matsuda bertugas sebagai pengemudi pelarian, dan Watanabe mengelola barang-barang curian.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Reaksi Geli hingga Terpesona Netizen

Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)
Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)

Laporan menunjukkan bahwa para pria tersebut membutuhkan bantuan fisik dari petugas polisi selama penangkapan mereka. Setelah ditahan, ketiganya mengklaim bahwa mereka melakukan kejahatan tersebut untuk "mencari nafkah."

Pihak berwenang juga sedang menyelidiki apakah geng tersebut terlibat dalam sepuluh perampokan tambahan di Sapporo dan Ebetsu di dekatnya.

Penangkapan tiga orang lanjut usia tersebut telah memicu perdebatan yang ramai di media sosial. Reaksi beragam, mulai dari geli hingga terpesona.

Seorang pengguna berkomentar, "Mereka menugaskan yang termuda untuk melakukan pekerjaan termudah," sementara yang lain berkata, "Nama sandi 'G3S' mungkin tidak tepat, tetapi kedengarannya sangat keren."

Adapun polisi Jepang telah mencatat peningkatan signifikan dalam kejahatan yang dilakukan oleh orang lanjut usia dalam beberapa tahun terakhir, dengan proporsi kejahatan yang melibatkan individu berusia di atas 65 tahun meningkat dari 2,1% pada tahun 1989 menjadi 22% pada tahun 2019.


Geng Yakuza Vs Geng Tokuryu dari Generasi Muda Jepang, Mana yang Lebih Mengancam?

Ilustrasi bendera Jepang (pixabay)
Ilustrasi bendera Jepang (pixabay)

Sebelumnya, seorang anggota senior dari geng Yakuza Jepang yang terkenal ditangkap atas dugaan mencuri kartu Pokemon di daerah dekat Tokyo pada April 2024.

Kasus ini dipercaya sebagai contoh geng kriminal Jepang yang sedang berjuang dengan penurunan jumlah anggota dan beralih ke aksi kriminal kecil-kecilan. Demikian seperti dikutip dari The Independent, Minggu (9/6/2024).

Agen polisi yang beberapa tahun lalu sibuk menangani ribuan anggota Yakuza telah melihat sesuatu yang baru, yaitu adanya geng-geng yang tidak terorganisir dan tidak terlalu terikat, yang diyakini bahwa geng tersebut berada di balik serangkaian kejahatan yang dulunya didominasi oleh Yakuza.

Polisi menyebut mereka Tokuryu, gangster anonim beranggotakan generasi muda mahir teknologi yang dipekerjakan untuk tugas-tugas tertentu. 

Mereka sering bekerja sama dengan Yakuza, sehingga membuat batasan antara mereka menjadi tidak jelas dan menyulitkan penyelidikan polisi, kata para ahli dan pihak otoritas.

Polisi metropolitan Tokyo saat ini sedang menyelidiki enam tersangka berusia 20-30an, sebagian besar dari mereka tidak saling mengenal, yang diyakini telah dipekerjakan di media sosial untuk membunuh, mengangkut, dan membakar mayat pasangan lansia di tepi sungai Nasu, 200 kilometer timur laut Tokyo.

"Itu merupakan kejahatan yang dilakukan seperti pekerjaan paruh waktu," kata Taihei Ogawa, mantan penyidik polisi dan analis kejahatan, dalam sebuah acara bincang-bincang daring.

"Tugas dibagi-bagi, membuat polisi sulit melacak dari mana instruksi berasal."

Jumlah anggota Yakuza telah menyusut menjadi 20.400 tahun lalu, sepertiga dari jumlahnya dua dekade lalu, menurut Badan Kepolisian Nasional.

Badan Kepolisian Nasional menghubungkan penurunan jumlah tersebut pada undang-undang yang diberlakukan untuk memerangi kejahatan terorganisir, yang mencakup tindakan seperti melarang anggota kelompok terdaftar untuk membuka rekening bank, menyewa apartemen, membeli ponsel, atau asuransi. 

Selengkapnya di sini...


68.000 Lansia di Jepang Bakal Meninggal Sendirian di Rumah Tahun 2024

ilustrasi pasangan
ilustrasi pasangan lansia | pexels.com/@magda-ehlers-pexels

Di sisi lain, mulai dari Januari hingga Maret 2024, sebanyak 21.716 orang di Jepang tercatat meninggal sendirian di rumah.

Hampir 80% di antaranya berusia 65 tahun atau lebih, kata National Police Agency (NPA) atau Badan Kepolisian Nasional pada Senin (15/5) saat merilis penghitungan resmi mengenai kematian soliter untuk pertama kalinya, melansir dari Japan Times, Senin (21/5/2024).

Berdasarkan data mencakup mereka yang meninggal karena bunuh diri, jumlah lansia yang meninggal sendirian di rumah diperkirakan mencapai 68.000 setiap tahun, kata pejabat NPA Kazuhito Shinka selama sesi komite Majelis Rendah pada hari yang sama.

Adapun Shinka menjawab pertanyaan dari Akira Nagatsuma, mantan menteri kesejahteraan dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang.

Seiring Jepang bergulat dengan penuaan populasi yang cepat, kebijakan pemerintah semakin berfokus untuk mendukung mereka yang hidup dan menua sendirian.

Menurut statistik pemerintah, persentase rumah tangga satu orang mencapai 36% pada tahun 2020, dengan persentase yang diperkirakan tetap tinggi di masa yang akan datang.

Persentase mereka yang berusia 65 tahun ke atas adalah 28,6% pada tahun 2020, dan juga diperkirakan akan meningkat lebih lanjut.

Selain itu, menurut National Institute of Population and Social Security Research, jumlah orang di atas 65 tahun yang tinggal sendirian diperkirakan akan melonjak dari 7,38 juta pada tahun 2020 menjadi 8,87 juta pada tahun 2030, lalu 10,84 juta pada tahun 2050.

Jumlah orang yang meninggal sendirian tanpa diketahui oleh siapa pun dan karena alasan mengabaikan diri sendiri juga dikhawatirkan akan meningkat, meskipun masalah ini sudah lama ada di Jepang.

Selengkapnya di sini...

Infografis Kunjungan Kenegaraan Kaisar Jepang Naruhito ke Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kunjungan Kenegaraan Kaisar Jepang Naruhito ke Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya