Liputan6.com, Bangkok - Anggota Partai Pheu Thai dan Mantan Menteri Kehakiman Chaikasem Nitisiri telah mengonfirmasi kesiapannya untuk menjadi perdana menteri Thailand berikutnya.
Keinginannya ini sekaligus menepis laporan tentang kesehatan Chaikasem Nitisiri yang selama ini jadi sorotan, dikutip dari Bangkok Post, Kamis (15/8/2024).
Pria berusia 75 tahun ini membeberkan keinginannya menjadi perdana menteri saat diwawancarai dalam program "Political View" di stasiun televisi PBS Thailand.
Advertisement
Ia mengatakan bahwa ia siap untuk melaksanakan tugasnya jika parlemen mendukungnya.
Ia mencatat bahwa Pheu Thai telah memberitahunya bahwa mereka akan mencalonkannya sebagai kandidat perdana menteri ke-31 selama pemungutan suara di parlemen pada Jumat (16/8).
Chaikasem, mantan jaksa agung di bawah pemerintahan Yingluck Shinawatra, bersikeras bahwa kesehatannya tidak akan menghalangi kemampuannya untuk bertugas, meskipun telah menjalani operasi untuk pembekuan darah.
Ia dirawat di rumah sakit saat berkampanye di provinsi Nan pada April tahun lalu tetapi telah pulih setelah tiga bulan perawatan, tanpa masalah kesehatan yang berkelanjutan.
Ia mengatakan, kejelasan diperlukan terkait pencalonan tersebut karena ketidakpastian politik saat ini. Dukungan dari partai koalisi lainnya juga penting, meskipun ia melaporkan tidak ada penentangan sejauh ini.
Pertemuan Anggota Partai Pheu Thai
Pheu Thai mengadakan pertemuan untuk memutuskan antara Chaikasem dan pemimpin partai Paetongtarn Shinawatra (37) sebagai kandidat akhir mereka.
Pemimpin Bhumjaithai Anutin Charnvirakul mengatakan pada bahwa partainya akan mendukung kandidat perdana menteri Pheu Thai menjelang pemungutan suara parlemen pada hari Jumat (16/8) untuk memilih perdana menteri baru. Bhumjaithai adalah partai terbesar kedua dalam koalisi pemerintah.
DPR akan bertemu pada Jumat mendatang untuk memberikan suara pada perdana menteri baru setelah putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Srettha Thavisin.
Tokoh-tokoh penting pemerintah dilaporkan setuju untuk mengajukan nama Chaikasem setelah pembicaraan pada hari Rabu malam dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra di kediaman keluarganya di Ban Chan Song La di Soi Charan Sanitwong 69 di distrik Bang Phlat, Bangkok.
Advertisement
PM Thailand Srettha Thavisin Dicopot Karena Melanggar Konstitusi
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin dicopot dari jabatannya setelah pengadilan memutuskan dia melanggar konstitusi. Keputusan tersebut sontak mengejutkan dan menjerumuskan Thailand ke dalam ketidakpastian politik lebih lanjut.
Mahkamah Konstitusi di Bangkok memutuskan pada hari Rabu (14/8) bahwa langkah Srettha, seorang taipan real estate dan pendatang baru di dunia politik, mengangkat seorang pengacara yang pernah menjalani hukuman penjara untuk menjadi anggota kabinet tidak memenuhi standar etika.
Lima dari sembilan hakim pengadilan memilih untuk memberhentikan Srettha dan kabinetnya, dengan memutuskan bahwa perdana menteri tersebut sangat menyadari bahwa dia mengangkat seseorang yang sangat tidak memiliki integritas moral.
Pemerintah baru sekarang harus dibentuk dan koalisi yang dipimpin oleh Pheu Thai yang berkuasa akan mencalonkan kandidat baru untuk posisi perdana menteri, yang akan dipilih oleh parlemen yang beranggotakan 500 orang.
Respons Sretha
Berbicara kepada wartawan setelah putusan tersebut, Srettha mengatakan dia telah menjalankan tugasnya sebagai perdana menteri sebaik mungkin. Srettha pun menuturkan dia menerima putusan tersebut. Demikian seperti dilansir CNN.
Putusan tersebut berarti lebih banyak pergolakan bagi lanskap politik Thailand yang sudah bergejolak, di mana mereka yang mendorong perubahan sering kali berselisih dengan lembaga – kelompok kecil, namun kuat yang terdiri dari elite militer, royalis, dan bisnis.
Selama dua dekade terakhir, puluhan anggota parlemen menghadapi larangan, partai-partai dibubarkan, dan perdana menteri digulingkan dalam kudeta atau oleh keputusan pengadilan – dengan lembaga peradilan memainkan peran sentral dalam perebutan kekuasaan yang sedang berlangsung.
Putusan pengadilan dikeluarkan seminggu setelah pengadilan yang sama membubarkan Partai Move Forward yang populer dan progresif, yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu tahun lalu dan melarang para pemimpinnya dari politik selama 10 tahun.
Advertisement