20 Maret 2014: Penulis Legendaris India Khushwant Singh Meninggal Dunia

Khushwant Singh, penulis berpengaruh India, meninggal dunia di usia 98 tahun. Dikenal melalui novel "Train to Pakistan", ia meninggalkan warisan besar di dunia sastra.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 20 Mar 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2025, 06:00 WIB
Jurnalis dan penulis terkenal Khushwant Singh. (AFP/Arsip)
Jurnalis dan penulis terkenal Khushwant Singh. (AFP/Arsip)... Selengkapnya

Liputan6.com, New Delhi - Duka melanda India hari ini 11 tahun yang lalu. Khushwant Singh, sang penulis legendaris dari Negeri Bollywood meninggal dunia. Ia menghembuskan napas terakhir pada Kamis, 20 Maret 2014, di usia 98 tahun.

Salah satu penulis paling produktif di India, Khushwant Singh meninggal di rumahnya di New Delhi akibat masalah pernapasan. Putranya menyebut Singh mulai berhenti menulis menjelang penghujung hayatnya.

Sosok Khushwant Singh dikenal luas karena karyanya yang menggali secara mendalam peristiwa pemisahan anak benua, serta keberaniannya dalam menggambarkan tema deskripsi seksual yang berani. 

Dalam laporan NDTV yang dikutip pada Kamis (20/3/2025), putranya, Rahul Singh, mengatakan bahwa ayahnya sempat mengalami gangguan pernapasan. Namun, dalam beberapa hari terakhir, kondisinya tidak terlalu memburuk.

"Ia baru saja berhenti menulis belum lama ini. Ia masih membaca koran dan buku, tetap waspada secara mental, serta menjalani hidup yang penuh makna," ujar Rahul.

Dikenal dengan julukan King Leer karena reputasinya yang flamboyan, Singh adalah sosok yang sangat dikenal di India. Ia telah menulis lebih dari 100 buku dan banyak kolom surat kabar, termasuk kolom terkenalnya, "With Malice Towards One And All".

Perdana Menteri India saat itu, Manmohan Singh mengenangnya sebagai "penulis berbakat, komentator yang lugas, dan sahabat yang dikasihi". Ucapan belasungkawa terus mengalir untuk mengenang seorang penulis hebat dengan selera humor yang luar biasa.

"Dunia akan selalu mengingatnya sebagai sosok yang dicintai banyak orang," ujar penulis dan jurnalis senior BBC, Mark Tully, kepada NDTV.

Para penulis ternama seperti Vikram Seth serta mantan pemain kriket turut mengunjungi rumahnya di New Delhi untuk memberikan penghormatan terakhir. Presiden Pranab Mukherjee menyebutnya sebagai "intelektual yang tak kenal takut," seperti dilaporkan Press Trust of India.

Dalam wawancara dengan AFP pada 2005, Singh mengungkapkan bahwa menulis adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. "Saya tidak tahu harus berbuat apa jika tidak menulis. Saya sudah kehilangan kemampuan untuk bersantai," katanya.

Promosi 1

Perjalanan Hidup dan Karier Khushwant Singh

Jurnalis dan penulis terkenal Khushwant Singh. (AP/Arsip)
Jurnalis dan penulis terkenal Khushwant Singh. (AP/Arsip)... Selengkapnya

Lahir pada 2 Februari 1915 di wilayah yang kini menjadi bagian dari Pakistan, Khushwant Singh adalah seorang penganut Sikh yang mendominasi dunia sastra India selama lebih dari setengah abad. Beberapa novel awalnya sempat memicu kontroversi di India karena memuat adegan-adegan eksplisit.

Ia paling dikenal melalui novel sejarahnya, "Train to Pakistan", yang menggambarkan tragedi dan pertumpahan darah saat pemisahan India dan Pakistan pada 1947. Meski relatif terlambat mulai menulis karya-karyanya.

Khushwant Singh yang terahir dari keluarga berkecukupan, awalnya berprofesi sebagai pengacara di Lahore. Namun, peristiwa pemisahan India dan Pakistan mendorongnya untuk beralih profesi. "Saya membenci hukum. Saya tidak ingin menghabiskan seluruh hidup saya hanya dengan mengurusi pertengkaran orang lain," katanya.

Setelah pindah ke New Delhi, tempat ayahnya menjadi pengembang properti yang sukses, ia bergabung dengan dinas diplomatik pada 1947. Namun, ia segera merasa jenuh dan beralih menjadi jurnalis serta penulis.

Reputasinya sebagai seorang flamboyan sebagian besar ia bangun sendiri. Meski begitu, ia tetap setia merawat istrinya hingga wafat karena penyakit Alzheimer di usia 80-an.

Namun, citranya sebagai pria flamboyan pernah membuatnya terlibat dalam kontroversi. Pada 2001, ia memicu ketegangan diplomatik setelah mencium pipi putri remaja Duta Besar Pakistan dalam sebuah acara di New Delhi, saat hubungan antara India dan Pakistan tengah memanas. Insiden tersebut menyebabkan sang duta besar dipanggil kembali ke Islamabad untuk memberikan penjelasan terkait apa yang dianggap sebagai tindakan kurang pantas oleh sebagian pihak di Pakistan.

Dikenal dengan sikap santainya, Singh bahkan telah menulis epitafnya sendiri sebelum meninggal:

 

"Di sini terbaring seseorang yang tak kenal ampun, baik kepada manusia maupun Tuhan.

Jangan sia-siakan air matamu untuknya, ia hanya seorang pendosa.

Menulis hal-hal tajam adalah kesenangannya.

Syukurlah ia telah tiada, si anak nakal ini."

 

Singh meninggalkan seorang putra, seorang putri, dan seorang keponakan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya