Isu penyadapan yang diduga dilakukan Australia membuat nama Perdana Menteri Tony Abbott dikenal oleh hampir semua masyarakat Indonesia. Apalagi, setelah ia menolak minta maaf atas dugaan penyadapan terhadap ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat tinggi -- seperti yang diungkap dalam dokumen rahasia yang dibocorkan Edward Snowden.
Tak hanya di Indonesia, penolakan Abbott juga jadi bahan pembicaraan di negaranya. Sikapnya dianggap mengancam kebijakan Australia yang terkait dengan Indonesia, termasuk janji kampanyenya: menghentikan para pencari suaka masuk ke Negeri Kanguru. Sampai-sampai kehidupan pribadinya disinggung, termasuk soal kehidupannya di kampus. Belakangan diketahui, ternyata Abbott bukanlah seorang yang pintar -- jika dilihat dari transkrip nilainya yang dibocorkan di laman Facebook jurnalis James West.
Seperti dikabarkan The Age, Senin (25/11/2013), Abbott harus berjuang untuk mendapatkan nilai baik dalam beberapa mata pelajaran, antara lain seperti filsafat, politik, dan ekonomi saat menempuh studi di The Queen's College, Universitas Oxford, Inggris di tahun 1980-an.
PM Australia ke-28 ini mendapatkan kesempatan belajar di universitas bergengsi Inggris itu setelah meraih Beasiswa Rhodes. Beasiswa tersebut biasanya diberikan untuk mahasiswa asing dengan kualitas di atas rata-rata untuk mengambil studi pascasarjana. Di Oxford prestasi Abbott tidak cemerlang. Meski toh ia lulus juga.
Bila dibandingkan dengan pemimpin dunia lainnya, seperti Perdana Menteri Inggris David Cameron yang termasuk mahasiswa level atas dalam hal prestasi, Abbott bukanlah tandingannya. Sementara, penerima beasiswa Rhodes yang paling terkenal, Bill Clinton justru tak mendapat gelar di Oxford.
Untuk mata kuliah filsafat umum, Abbott mendapatkan nilai CCB. Sementara, untuk mata kuliah teori politik, ia mendapat nilai B++. Sedangkan dalam mata kuliah filsafat moral dan politik Abbott hanya mendapat nilai rata-rata BBC. (Alv/Ein)