Krisis air bersih mengancam warga dunia. Disebabkan penggunaan air yang sudah melewati batas wajar dan iklim Bumi yang makin kering di beberapa wilayah. Diperparah lagi dengan pasokan air yang makin berkurang karena penggundulan hutan.
Di tengah situasi tersebut, ilmuwan menemukan kejutan. Berupa cadangan besar air tawar yang bisa digunakan untuk mengatasi krisis air global, di lokasi tak terduga: di bawah laut.
Sebuah studi yang dipublikasikan bulan ini menguak, diperkirakan ada cadangan air dengan kadar salinitas rendah seluas setengah juta kilometer kubik yang berada di bawah benting benua di dasar laut di seluruh dunia.
Sejauh ini, cadangan air diketahui berada di perairan Australia, Amerika Utara, China, dan Afrika Selatan.
"Volume cadangan air tersebut ratusan kali lebih banyak dari jumlah yang kita ekstraksi dari bawah permukaan Bumi selama abad terakhir sejak 1900," kata pemimpin penulis studi Dr Vincent Post dari National Centre for Groundwater Research and Training (NCGRT) dan School of the Environment, Flinders University, Australia.
Dr Post mengatakan, ilmuwan sudah tahu ada cadangan air tawar di bawah permukaan laut. Namun, awalnya dikira, itu hanya terjadi di kondisi yang langka dan spesifik.
"Air tawar di planet kita dalam kondisi diperebutkan di bawah banyak tekanan dan ketegangan. Jadi, temuan cadangan signifikan di lepas pantai sangat menarik. Ini berarti manusia punya lebih banyak pilihan yang bisa dipertimbangan untuk mengatasi dampak kekeringan dan kekurangan air," kata dia, seperti dimuat News.com.au, Senin (9/12/2013).
Dari mana asal air tawar itu? Ilmuwan memperkirakan, cadangan tersebut terbentuk selama ratusan juta tahun ketika rata-rata level permukaan laut jauh lebih rendah dari saat ini. "Dan ketika garis pantai itu lebih jauh," kata Dr Post.
Penjelasannya, kala itu, jika terjadi hujan, air akan menyusup ke dalam "tanah dan mengisi tabel air di daerah yang saat ini berada di bawah laut."
"Itu terjadi di seluruh dunia. Dan ketika level permukaan air lait naik saat es mulai mencair 20 ribu tahun lalu, area tersebut tertutup oleh lautan," kata Dr Post.
Hebatnya, aquifer atau lapisan air bawah tanah tersebut terlindung dari air laut oleh lapisan tanah liat dan sedimen yang ada di atasnya.
Aquifer tersebut sama dengan yang ada di bawah tanah, yang jadi sumber air minum penduduk bumi. Salinitas atau kadar garamnya pun rendah.
Jadi, bagaimana kita bisa memanfaatkan sumber air tersembunyi ini?
"Ada 2 cara mengakses air itu -- membangun platform di laut untuk mengebor bawah laut. Atau mengebor dari daratan atau pulau yang dekat dengan aquifer itu." kata Dr Post.
Namun, Dr Post memperingatkan, negara yang dekat dengan sumber air tawar tak terbarukan itu. Untuk berhati-hati untuk tidak mencemari air laut dan cadangan air tawar itu.
Seperti Liputan6.com kutip dari Science Daily, terkadang pemboran dilakukan menembus aquifer untuk eksplorasi dan produksi migas. Atau jika aquifer ditargetkan untuk pembuangan limbah karbondioksida. Niscaya, itu akan mempengaruhi kualitas air.
"Kita harus menggunakannya secara hati-hati. Sebab, sekali hilang, tak akan ada gantinya, kecuali jika level air laut kembali turun. Yang berarti itu baru akan terjadi setelah waktu yang lama," kata Dr Post. (Ein/Sss)
Di tengah situasi tersebut, ilmuwan menemukan kejutan. Berupa cadangan besar air tawar yang bisa digunakan untuk mengatasi krisis air global, di lokasi tak terduga: di bawah laut.
Sebuah studi yang dipublikasikan bulan ini menguak, diperkirakan ada cadangan air dengan kadar salinitas rendah seluas setengah juta kilometer kubik yang berada di bawah benting benua di dasar laut di seluruh dunia.
Sejauh ini, cadangan air diketahui berada di perairan Australia, Amerika Utara, China, dan Afrika Selatan.
"Volume cadangan air tersebut ratusan kali lebih banyak dari jumlah yang kita ekstraksi dari bawah permukaan Bumi selama abad terakhir sejak 1900," kata pemimpin penulis studi Dr Vincent Post dari National Centre for Groundwater Research and Training (NCGRT) dan School of the Environment, Flinders University, Australia.
Dr Post mengatakan, ilmuwan sudah tahu ada cadangan air tawar di bawah permukaan laut. Namun, awalnya dikira, itu hanya terjadi di kondisi yang langka dan spesifik.
"Air tawar di planet kita dalam kondisi diperebutkan di bawah banyak tekanan dan ketegangan. Jadi, temuan cadangan signifikan di lepas pantai sangat menarik. Ini berarti manusia punya lebih banyak pilihan yang bisa dipertimbangan untuk mengatasi dampak kekeringan dan kekurangan air," kata dia, seperti dimuat News.com.au, Senin (9/12/2013).
Dari mana asal air tawar itu? Ilmuwan memperkirakan, cadangan tersebut terbentuk selama ratusan juta tahun ketika rata-rata level permukaan laut jauh lebih rendah dari saat ini. "Dan ketika garis pantai itu lebih jauh," kata Dr Post.
Penjelasannya, kala itu, jika terjadi hujan, air akan menyusup ke dalam "tanah dan mengisi tabel air di daerah yang saat ini berada di bawah laut."
"Itu terjadi di seluruh dunia. Dan ketika level permukaan air lait naik saat es mulai mencair 20 ribu tahun lalu, area tersebut tertutup oleh lautan," kata Dr Post.
Hebatnya, aquifer atau lapisan air bawah tanah tersebut terlindung dari air laut oleh lapisan tanah liat dan sedimen yang ada di atasnya.
Aquifer tersebut sama dengan yang ada di bawah tanah, yang jadi sumber air minum penduduk bumi. Salinitas atau kadar garamnya pun rendah.
Jadi, bagaimana kita bisa memanfaatkan sumber air tersembunyi ini?
"Ada 2 cara mengakses air itu -- membangun platform di laut untuk mengebor bawah laut. Atau mengebor dari daratan atau pulau yang dekat dengan aquifer itu." kata Dr Post.
Namun, Dr Post memperingatkan, negara yang dekat dengan sumber air tawar tak terbarukan itu. Untuk berhati-hati untuk tidak mencemari air laut dan cadangan air tawar itu.
Seperti Liputan6.com kutip dari Science Daily, terkadang pemboran dilakukan menembus aquifer untuk eksplorasi dan produksi migas. Atau jika aquifer ditargetkan untuk pembuangan limbah karbondioksida. Niscaya, itu akan mempengaruhi kualitas air.
"Kita harus menggunakannya secara hati-hati. Sebab, sekali hilang, tak akan ada gantinya, kecuali jika level air laut kembali turun. Yang berarti itu baru akan terjadi setelah waktu yang lama," kata Dr Post. (Ein/Sss)