Liputan6.com, Jakarta Sejak mendapat sertifikat bebas polio di Conference Hall World Health Organization pada 27 Maret lalu, Indonesia terus didorong untuk meningkatkan kesehatan melalui vaksin polio. Pasalnya, saat ini Indonesia masih menggunakan vaksin oral yang dinilai kurang efektif dibandingkan vaksin injeksi.
Seperti disampaikan Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti bahwa selama ini, vaksin polio dapat diberikan melalui 2 cara, secara oral dan injeksi. Secara oral yaitu dengan meneteskan antigen melalui mulut dan kemudian diserap di saluran pencernaan. Secara injeksi yaitu dengan menyuntikkan zat antigen ke dalam tubuh. Sayangnya, vaksin injeksi masih mahal sehingga Indonesia masih memerlukan bantuan dari berbagai sektor.
"Harga vaksin injeksi masih 40-50 kali lipat jika dibandingkan dengan vaksin oral. Biasanya, biofarma mengekspor tapi mungkin nanti tidak lagi. Bayangkan saja, satu provinsi bisa menghabiskan setengah triliun untuk beli," kata Wamenkes saat temu media di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta (22/7/2014).
Advertisement
Wamenkes mengatakan, badan tertinggi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau World Health Assembly (WHA) juga sebelumnya telah menyatakan untuk eradikasi vaksin polio injeksi sedunia. Dan tahun 2018, diharapkan semua vaksin polio berupa injeksi.
"Vaksin oral itu berisi virus hidup yang dapat dilemahkan sehingga virusnya dapat bermutasi dan menular ke orang lain. Seperti misalnya, kalau dia buang air besar di sungai, virusnya mungkin bisa menyebar. Dibandingkan dengan vaksin polio injeksi, yang berisi virus yang mati. Vaksin ini tidak memiliki resiko penularan pada orang lain," ungkapnya.
Wamenkes berharap, perusahaan yang memproduksi vaksin polio sebelumnya, Biofarma dapat segera memproduksi vaksin polio injeksi agar ketetapan WHA dapat segera dilakukan di Indonesia. Meski tidak mudah, namun perubahan penggunaan vaksin ini akan dilakukan secara bertahap mulai dari 2015.