Kenali Pemicu Kenapa Orangtua Telantarkan Anaknya

Ada banyak pemicu dalam kasus penelantaran lima anak, seperti yang dilakukan pasangan UP dan NS di Cibubur.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 25 Mei 2015, 18:00 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2015, 18:00 WIB
Pemprov DKI Berencana Tambah Taman Ramah Anak
Sejumlah orang tua saat mengawasi anaknya bermain di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Jumat(22/5/2015). Peresmian empat TTRA merupakan langkah awal dari Pemprov DKI Jakarta yang akan membangun enam taman terpadu pada tahun ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ada banyak pemicu dalam kasus penelantaran anak, seperti yang dilakukan pasangan UP dan NS di Cibubur. Bisa karena mereka mengalami gangguan psikologis hingga gangguan jiwa.

Psikolog dan dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indrianie, M.Psi, menilai, ada beberapa pemicu berubahnya kepribadian orang dewasa yang tega menelantarkan anaknya, seperti mengalami gangguan kepribadian atau yang lebih ekstrem gangguan jiwa (schizofrenia), di bawah pengaruh obat-obatan adiktif atau karena pengaruh tumbuh kembang di masa kecil.

"Gangguan psikologis (psychological disorders) itu ada banyak jenisnya, salah satunya mungkin karena kurang kasih sayang. Dia menganggap hidup itu keras sehingga tanpa disadari, cara didiknya menjadi keras pada anak," katanya.

Jika sudah mengetahui pemicunya, kata Efnie, orangtua yang bersangkutan perlu melakukan terapi, misalnya dengan self healing therapy, meditasi atau mindfulness therapy. 

"Kita lihat dulu pemicunya, kalau misalkan dia schizoprenia, maka dengan psikoterapi saja bisa pulih 50-60 persen. Namun bila dia mengalami gangguan kepribadian, emosinya labil atau disebut gangguan afektif kemungkinan pulih bisa sampai 70-80 persen. Selebihnya, mereka yang tumbuh dengan kurang kasih sayang, pemulihannya tergantung seberapa besar trauma yang mereka hadapi," kata Efnie.

Mirisnya, isu penelantaran anak ini ternyata tak hanya ditemukan di kota besar. Berdasarkan pengalaman pribadi Efnie, dia menemukan banyak orangtua yang kasar pada anaknya di daerah Indonesia Timur seperti Ambon dan Papua.

"Habit (kebiasaan) orangtua ini yang harus kita putus. Orangtua harus tahu nilai-nilai mendidik anak. Jika tidak benar, bayangkan anak akan menjadi pribadi yang keras dan bisa membuat kebijakan menyimpang bila dia harus mengontrol negara atau saat menjadi pejabat," ungkapnya.

"Kuncinya, analogikan anak sebagai buah dan orangtua itu pohon. Artinya, untuk menganstisipasi penelantaran anak perlu ada pre-education of parents. Jadi paradigma berpikir orangtua sudah baik, dengan tidak memanjakan anak secara berlebihan. (Sebaliknya) setiap kali meminta sesuatu kemudian dia menangis dan langsung diberi, dia akan belajar menjadi pribadi yang tidak sabar, sulit mengendalikan diri dan egois," tukasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya