Liputan6.com, Mont-Saint-Aignan - Siapa sangka bakteri dalam saluran pencernaan manusia ikut campur dalam menentukan kapan seseorang merasa kenyang? Sukar dipercaya, tapi penelitian membuktikan demikian.
Dikutip dari Science Alert pada Kamis (26/11/2015), para peneliti mempelajari peran koloni bakteri Escherichia coli (E.coli) yang ada di dalam usus manusia terhadap makanan yang disantap.
Baca Juga
Ternyata bakteri ini mengeluarkan sejumlah protein setelah mereka mendapatkan asupan yang cukup. Hal ini mempengaruhi isyarat kenyang yang dikirimkan dari lambung ke otak, bahkan mengaktifkan neuron penanda rasa kenyang!
Advertisement
Sergueï Fetissov, salah seorang peneliti dari Rouen University di Prancis mengatakan, “Sudah banyak penelitian tentang komposisi makhluk mikro dalam kondisi patologis yang berbeda, tapi belum ada yang menggeluti mekanisme di belakangnya.”
Dari penelitian ini diketahui E. coli terlibat dalam sejumlah lintas molekuler yang dipakai oleh tubuh untuk mengisyaratkan sudah kenyang.
Ketika kita merasa sudah tidak bisa lagi melahap sepotong makanan, hal itu bukan disebabkan oleh meregangnya lambung dan usus kita. Ternyata hal itu disebabkan oleh bakteri pencernaan yang memberitahukan kepada kita bahwa mereka sudah mendapatkan cukup dan meminta asupan gizi dihentikan.
Fetissov dan rekan-rekannya menyimpulkan hal ini ketika menelaah protein yang dihasilkan oleh koloni E. coli di dalam pencernaan tikus. Sekitar 20 menit sesudah makan, bakteri itu mulai menghasilkan beberapa jenis protein yang berbeda dari sebelumnya.
Yang menarik, pada manusia, kira-kira inilah waktunya kita mulai merasa begah dan mengantuk setelah makan besar.
Para peneliti memisahkan protein itu—yang disebut ClpB—dan menyuntikkannya kepada tikus untuk melihat apakah peningkatan dosisnya berpengaruh kepada nafsu makan. Hasilnya, tidak peduli apakah tikusnya makan secara normal maupun sedang diet, mereka semua menunjukkan penurunan selera dan akhirnya makan lebih sedikit.
Seperti yang diterbitkan dalam jurnal Cell Metabolism, tim itu mengatakan bahwa protein yang dihasilkan oleh bakteri yang sudah ‘kenyang’ itu merangsang pengeluaran hormon lambung YY, yang berkaitan dengan rasa kenyang. Bukan hanya itu, protein ClpB meningkatkan percikan-percikan neuron di dalam otak yang berkaitan dengan penurunan selera makan.
Tentu saja ini bukan pertama kalinya ada penelitian tentang peran bakteria dalam selera makan. Namun demikian, kita mungkin saja membawa serta begitu banyaknya mikroba di dalam dan di permukaan tubuh kita. Ketika populasinya melonjak atau malah berkurang, muncullah berbagai penyakit yang tidak diperlukan baik oleh manusia maupun mikrobanya sendiri.
Keseimbangan Populasi Bakteri
Dengan pengertian itu, tampaknya populasi E. coli di dalam usus haruslah terjaga. Populasinya berkurang karena terbawa BAB, namun bakteri yang tersisa membelah diri dan segera mengisi kekurangannya.
Fetissov menjelaskan kepada Brian Handwerk dari Smithsonian.com, “Sepertinya bukan tuan rumahlah yang mengatur jumlahnya, tapi setelah bakteri menggandakan diri ke jumlah tertentu, mereka akan berhenti bertambah. Kita memberikan gizi kepada bakteri itu dan mereka berkembang biak hingga kira-kira 1 triliun bakteri dan kemudian berhenti berbiak.”
Ia melanjutkan, “Entah mengapa mereka berhenti setelah kira-kira 1 triliun, saya tidak mengerti. Tapi hanya dalam waktu 20 menit itulah mereka menghasilkan bakteri baru tersebut sambil menghasilkan protein yang mempengaruhi dampaknya pada selera makan.”
Dengan demikian, di masa depan bisa saja dilakukan perawatan pasien kegemukan dengan menggunakan tambahan protein ClpB. Tapi yang lebih penting adalah pengertian hubungan antara manusia, bakteri pencernaan, dan makanan itu sendiri. Dengan demikian, sekarang bisa dimengerti mengapa ada orang sangat cenderung makan berlebih. (Alx)*
Advertisement