Membongkar Sindikat Perdagangan Ginjal

Bareskrim Polri membongkar sindikat penjualan organ ginjal dan menangkap tiga tersangka kasus tersebut.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Feb 2016, 09:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2016, 09:00 WIB
Ilustrasi Ginjal
Ilustrasi Ginjal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Bareskrim Polri membongkar sindikat penjualan organ ginjal dan menangkap tiga tersangka kasus tersebut.

"Tersangkanya HS, AG dan DD," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana.

HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat. Ketiganya diketahui telah menjalankan bisnis ilegal ini sejak Januari 2014 hingga Desember 2015.

Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit. "Kalau AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.

Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal.

AG bertugas mencari pendonor dengan mengiming-imingi imbalan bagi pendonor sebesar Rp70 juta hingga Rp90 juta. Lalu korban diantarkan kepada DD untuk dicek kondisi ginjalnya di sebuah laboratorium di Bandung. Setelah ginjal korban dinyatakan sehat, hasil lab kemudian diberikan kepada penerima ginjal.

Lalu HS, korban dan penerima ginjal bertemu dengan dokter ahli ginjal di sebuah rumah sakit di Jakarta untuk membahas hasil lab tersebut.

Kemudian dokter tersebut memberikan surat pengantar ke rumah sakit untuk cross match (pencocokkan darah), CT scan ginjal, pemeriksaan jantung, paru dan pemeriksaan psikiater.

"Setelah dinyatakan memenuhi syarat untuk transplantasi ginjal, kemudian hasil tersebut diberikan kepada tim dokter yang melakukan transplantasi. Lalu diadakan rapat dokter untuk menentukan tanggal operasi," katanya.

Kemudian HS membuat surat persetujuan untuk ditandatangani pihak keluarga dan korban sebagai persyaratan sebelum operasi dilakukan.

"Surat tersebut lalu diserahkan oleh HS ke bagian administrasi di rumah sakit, kemudian baru dilakukan operasi transplantasi ginjal dari korban ke penerima ginjal," katanya.

Umar mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp225 juta-Rp300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp10 juta - Rp15 juta.

"Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.

Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal.

Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp100 juta - Rp110 juta.

Sementara AG mendapat bayaran Rp5 juta - Rp7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp10 juta - Rp15 juta.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apapun".

Terkuak

Terkuak

Kasus penjualan organ ginjal ini terkuak dari pengakuan seorang tahanan Polres Garut berinisial HLL yang merupakan korban donor ginjal.

"HLL korban pertama. Dia kemudian kami cek di rumah sakit, ternyata benar (pernah donor ginjal). Dia akhirnya kami jadikan whistle blower kasus ini," kata Kombes Umar Surya Fana.

Akhirnya HLL melaporkan kasus ini ke kepolisian yang teregister dengan nomor LP/43/I/2016/Bareskrim tertanggal 13 Januari 2016. HLL melaporkan AG, DD dan HS dalam kasus ini.

Kata Umar, HLL sebelum dipenjara, bekerja sebagai sopir angkot.

Lalu dia ditawari untuk mendonorkan ginjalnya. "Dia (HLL) cuma dapat Rp70 juta untuk ginjal yang didonorkannya," katanya.

Tapi kemudian HLL jatuh sakit dan membutuhkan uang untuk perawatan sehingga HLL terpaksa mencuri dan akhirnya ditangkap polisi.

"Dia kemudian sakit, diduga karena ginjalnya cuma satu. Akhirnya dia mencuri karena butuh uang buat treatment," katanya.

HLL merupakan satu dari lima belas korban sindikat penjualan organ ginjal sindikat HS.

Umar menyebut bahwa kasus perdagangan organ tubuh ini melibatkan tiga rumah sakit di Jakarta sebagai tempat dilakukannya operasi transplantasi ginjal.

"Tiga rumah sakit di Jakarta, RS swasta dan negeri," kata Umar.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Analisis dan Evaluasi (Anev) Bareskrim Polri Kombes Hadi Ramdani. "Rumah sakit itu berinisial C, AW dan C. Semuanya di Jakarta," kata Hadi.

Sementara sejauh ini Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah memeriksa delapan orang saksi dalam kasus penjualan organ ginjal.

"Sejauh ini saksi-saksi yang telah diperiksa ada delapan orang, baik para korban dan dokter," kata ujar Hadi.

Dalam upaya melengkapi bukti dalam kasus ini, pada Kamis (4/2), polisi langsung menggeledah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.

RSCM adalah salah satu dari tiga rumah sakit yang ditengarai sebagai tempat dilakukannya operasi transplantasi ginjal terkait kasus perdagangan ginjal.

Penggeledahan berlangsung di ruang rekam medis di Gedung Kencana RSCM.

Dalam penggeledahan yang memakan waktu hampir delapan jam itu, penyidik keluar dengan membawa sebuah boks besar berisi sejumlah dokumen.

"Satu ruangan yang digeledah yakni ruang rekam medis," kata Kepala Unit Trafficking Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKBP Arie Darmanto.

Arie mengatakan penyidik selanjutnya akan mempelajari dokumen yang disita terlebih dulu.

RSCM Bantah Terlibat

RSCM Bantah Terlibat

Sementara Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam dugaan praktik perdagangan organ ginjal.

"Kalau masalah jual beli (ginjal), itu di luar cakupan RS. Kami hanya melakukan proses transplantasi sesuai prosedur," kata Dirut RSCM Soejono.

Ia menjelaskan bahwa selama ini RSCM telah memiliki tim advokasi transplantasi ginjal yang bertugas menyeleksi calon pendonor ginjal untuk mencegah kemungkinan terjadinya praktik jual beli ginjal.

Seleksi tersebut berupa wawancara mendalam untuk mengetahui bahwa tindakan pendonor untuk mendonorkan ginjal ini dilakukan tanpa adanya tekanan.

"Calon donor harus diperiksa dulu, dinilai apakah dia sudah dewasa, punya gangguan mental atau tidak, berada dibawah tekanan apa tidak, cakap dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri atau tidak, rencana usai operasi ke depannya bagaimana," katanya.

Tim tersebut terdiri atas beberapa orang dokter di antaranya psikiater forensik, ahli ginjal dan ahli medikolegal.

Mereka bertugas untuk mengecek kesehatan fisik dan mental pasien calon pendonor.

Soejono menyebut tidak semua pengajuan operasi transplantasi ginjal ke RSCM diterima.

Pihaknya mencatat ada sebanyak 30 persen pengajuan operasi transplantasi ginjal di RSCM, ditolak karena tidak lolos tahap verifikasi tim advokasi.

"Tiga puluh persen kami tolak karena ada yang ketahuan berbohong, ada yang ternyata pengguna (narkoba). Tujuan kami melindungi, mencegah supaya calon pendonor betul-betul murni dari hatinya untuk menolong orang," katanya.

Selain verifikasi dari tim advokasi, RSCM juga menilai berkas riwayat kesehatan dari calon pendonor untuk memastikan bahwa yang bersangkutan layak untuk menjalani operasi transplantasi ginjal.

Soejono pun mengatakan pihaknya yakin bahwa tidak ada dokter di RSCM yang terlibat dalam kasus perdagangan ginjal.

"Saya tidak mencurigai dokter," katanya.

Dokter Soejono menyatakan siap untuk bekerja sama dengan kepolisian dalam mengusut kasus dugaan perdagangan ginjal.

"Kami kooperatif terhadap penyelidikan Bareskrim Polri. Kami dukung antijual ginjal," katanya.

Kejahatan terorganisasi

Kejahatan terorganisasi

Menanggapi adanya kasus perdagangan ginjal, Kepala Bareskrim Polri Komjen Anang Iskandar mengatakan bahwa perdagangan organ tubuh manusia merupakan tindak kejahatan yang terorganisasi.

"PBB melalui United Nation Global Initiatif to Fight Human Trafficking (UN GIFT), menyatakan bahwa perdagangan organ tubuh sebagai organized crime," kata Anang.

Menurut UN GIFT, kata dia, ada tiga modus operandi yang biasa terjadi dalam kasus tindak pidana perdagangan organ tubuh.

"Pelaku menipu korban agar korban memberikan organ tubuhnya. Atau korban setuju menjual organnya tapi nggak dibayar sesuai yang dijanjikan pelaku. Ketiga, pelaku memperlakukan korban seolah-olah sedang sakit padahal tidak sakit, sehingga pelaku mengeluarkan organ tubuh korban," katanya.

Sementara Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menemui Kabareskrim untuk berkoordinasi soal kasus perdagangan ginjal ini.

Pihaknya menyerahkan ke kepolisian untuk menangani unsur pidana kasus tersebut.

"Jadi tranplantasi ginjal itu legal, kita harus melakukannya demi kemanusiaan. Tetapi Bareskrim melihat ini ada unsur jual beli ginjal, itu yang ilegal. Inilah yang akan kami serahkan penanganannya kepada Bareskrim," kata Menkes Nila. (Anita Permata Dewi)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya