3 Tahun Jadi Fisioterapis, Febry Aryusman Tak Lirik Profesi Lain

Febry rupanya ingin menggeluti dunia fisioterapi saja.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Nov 2016, 07:00 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2016, 07:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang fisioterapis melihat pasien yang dibantunya pulih dan mampu melakukan olahraga kembali. Itulah yang dirasakan Febry Aryusman, 25, seorang fisioterapis di JETS Physiocare Center di Senayan Trade Center, Jakarta. Ia bekerja di JETS sejak JETS terbentuk pada 30 November 2015.

Ditemui Health-Liputan6.com di tempat kerjanya, Febry terlihat bersahabat. Ia menceritakan perjalanan hidupnya terjun di dunia fisioterapi.

Fisioterapi memang bukan hal baru bagi Febry. Berlatar belakang kuliah jurusan fisioterapi, ia jadi tertarik menjadi fisioterapis.

Pria lulusan Universitas Esa Unggul ini mulai tertarik mengambil fisioterapi khusus olahraga. Ia mempunyai pengalaman bekerja di fisioterapi sejak kuliah. Ia pernah magang selama tiga bulan di klinik terapi sport di kampusnya. Dari klinik terapi sport, ia pindah kerja di Indonesia Sport Media Center selama satu setengah tahun.

Kasus Paling Menantang

Febry mengakui, sepanjang ia melakukan fisioterapi belum pernah menangani cedera kronis. Salah satu kasus yang menantang Febry adalah cedera bahu berupa radang otot. Ia mengingat saat kuliah dulu, mata kuliah Shoulder Complex amat menarik minatnya.

"Pasien yang radang otot di bahu lalu telat datang ke fisioterapi, radangnya semakin lama makin memengaruhi daerah sekitar otot. Tendinitis, radang di otot harus dipulihkan. Kita (fisioterapis) harus memulihkan semua otot dan sendi yang terkena radang," katanya.

Jika biasanya pasien merasa kesakitan, kata dia, pasien jadi malas menggerakkan bahu. Lama-lama bahu jadi kaku dan seolah beku. "Itu sudah komplikasi banget," kata Febry.  Selain bahu, penanganan cedera di daerah lutut juga menantang Febry cara memulihkan pasien.

"Apalagi kalau radang di lutut, banyak pasien yang bandel. Misal, pemain bola di kampus atau di kantor ada yang sakit di lutut hanya dibiarkan saja. Karena bisa saja terjadi kelemahan otot dan komplikasi cedera sudah ke mana-mana. Itu sesuatu yang unik, harus dianalisa gimana gerakan dari lututnya," tuturnya.

Pasien yang terkena radang lutut, cara jalan akan berbeda. Bukan hanya karena sakit, melainkan tubuh menyesuaikan ketika lutut sakit. Pola jalan akan berbeda dan terkesan aneh. Bagi Febry, kasus seperti ini menguras otak untuk berpikir, bagaimana cara mengembalikan pola jalan pasien seperti semula.

Pasien yang Cerewet

Pasien yang Cerewet

Tiap hari menangani pasien, Febry tak menampik bila pasien sangat cerewet. Di Indonesia, fisioterapi belum begitu terkenal, wajar saja ada pasien yang ingin menyangsikan pengobatan fisioterapi.

"Biasanya sih pertemuan pertama, kedua, dan ketiga, pasien bakal cerewet. Apalagi yang datang ibu-ibu, ya pasti cerewet. Mereka beranggapan begini, 'Saya sudah mengeluarkan duit banyak tapi dengan cara terapi seperti ini, apakah saya bisa sembuh?'," ujar Febry.

Febry pernah menangani klien, yang mengalami cedera meniskus pada lutut, bantalan sendi di area otot. Pasien tersebut sudah konsultasi ke beberapa dokter. Ia mengalami kerobekan di meniskus, yang mengakibatkan lutut sulit digerakkan. Bila dipaksakan untuk berolahraga, lutut akan bengkak.

Febry Aryusman menjadi fisioterapis sudah 3 tahun (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

"Dia punya prinsip tidak mau operasi. Akhirnya, sampailah dia ke fisioterapi dan bertemu saya. Awalnya, dia mengatakan, 'Lutut saya, sakit tapi saya disuruh latihan beban, kenapa?' Saya kasih latihan bersandar di tembok dan ditahan 10 detik. Nah, itu kan lumayan menguras tenaga di otot dan hamstringnya. Dia bilang, 'Ini kan lutut saya sakit malah dilatih begini dan jadi bikin sakit'," kenang Febry.

Ternyata butuh proses minimal dua minggu, setelah melakukan latihan bersandar di tembok. Otot perlahan-lahan pulih dan berkurang sakitnya. Belum sampai waktu yang ditentukan, pasien sudah merasa mulai baikan. Pada awalnya, pasien tidak percaya sama sekali dengan fisioterapi.

"Sampai dia bilang, 'Sakit pasien itu kegembiraaan fisioterapis'," tawa Febry.

Febry memang menjanjikan fisioterapi selama dua minggu pertama. Kalau tidak ada perubahan, maka pasien boleh cari opsi lain. Bahkan tidak sampai dua bulan, pasien itu sudah bisa main bulutangkis. Untuk mengantisipasi cedera lutut, tiap kali bermain bulutangkis, pasien memakai pelindung lutut.

Butuh Saling Percaya

Butuh Saling Percaya

Hampir tiga tahun menangani pasien yang cedera, Febry  selalu belajar dari pengalaman dan kesalahan. Misal, pasien hari ini datang dan sudah menjalani latihan sebelumnya, kok nyeri belum hilang atau bengkak tidak turun.

"Saya jadi lebih awareness, ketakutan sendiri, kira-kira apa yang kurang dan terlewat, entah saya bertanya ke fisioterapis lain dan dosen. Ada juga kalau pasien tidak percaya sama fisioterapi. Itu akan berpengaruh pada hasil terapinya. Apakah dia malas-malasan, jadi negative thinking. Kalau bawaan pasien sudah tidak enak, mood jelek dan enggak percaya saya. Ya, memengaruhi semangat saya buat melatih," ujar Febry.

Fisioterapis Febry Aryusman (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Agar fisioterapi berjalan lancar, antara pasien dan fisioterapis harus saling percaya. Lain pula bila terjadi redflek (cedera yang tidak bisa ditangani fisioterapis). Fisioterapis membutuhkan dokter untuk pemeriksaan medis, MRI, dan rontgen pasien.

Dari pemeriksaan dokter, bila tidak ada masalah serius pada cedera, pasien bisa meneruskan fisioterapi. Fisioterapis harus berkomunikasi dengan dokter secara baik.

"Fisioterapis bukan di bawah dokter tapi kita saling kerjasama untuk pemulihan pasien," lanjutnya.

Bedah Mayat dan Magang

Bedah Mayat dan Magang

Febry mengatakan, proses menjadi fisioterapis harus melakukan bedah mayat. Hal tersebut mengetahui bentuk otot tendon, sendi, dan otak. Mayat sudah diawetkan dan bagian-bagian tubuh sudah dibuka.

Sebagai tanda resmi sudah menjadi fisioterapis, ada Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Proses yang dijalani berupa magang. Bagi Febry, fisioterapis tanpa magang seperti anak IPS yang hitung uang tapi tidak kelihatan jumlah uangnya.

Febry juga melakukan home visit ke rumah pasien (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

"Yang namanya magang praktik di rumah sakit memengaruhi kita ke depannya gimana. Karena jago teori belum tentu bisa praktik, kalau praktiknya bagus kan teori bisa dicari-cari sambil praktik," ungkap Febry.

Menanggapi jurusannya di bidang fisioterapi sport, hal itu tergantung passion (minat), kata dia. Febry termasuk orang yang gemar olahraga, seperti main bola, dan futsal. 

Cara Perkaya Ilmu

Cara Febry memperkaya ilmu fisioterapi dengan mengikuti berbagai macam seminar dan workshop. Tapi ia lebih menyukai workshop karena langsung dipraktikkan, sedangkan seminar hanya berfokus pada teori saja.

Ia juga membaca artikel di internet. Belajar lewat internet hanya bermodalkan bahasa Inggris saja.

"Lebih suka workshop, kalau seminar cuma teori akan bikin pusing. Jadi, pas workshop langsung nemu kasus dan ada ragu-ragu bisa bertanya langsung dan dipraktikan biar nempel," ungkap Febry.

Selain itu, Feby juga sering berkonsultasi ke dokter soal kondisi pasien. Fisioterapis harus tetap berkomunikasi lancar dengan dokter olahraga dan ortopedi. Ia juga menuturkan, fisioterapi sangat berkembang di luar negeri.

Di Amerika sendiri, data statistik kesehatan menempatkan tenaga kesehatan fisioterapis menduduki posisi kedua setelah dokter.

Aktivitas Lain

Aktivitas Lain

Jadwal masuk kerja Febry di JETS dari Senin-Sabtu memang menguras tenaganya. Jika ada waktu usai bekerja, ia menerima pasien yang membutuhkan dirinya. Artinya, Febry mendatangi pasien ke rumah.

"Misal, ada gym di apartemen pasien dan si pasien enggak sempet ke JETS. Saya sarankan untuk nge-gym sendiri biar kondisi otot berkembang. Tapi dia bilang datang sendiri malah enggak semangat. Dia maunya saya temani," kata Febry.

Jatah hari Minggu ia gunakan untuk me time, tiduran dan nonton tv. Saat Minggu tiba, ia tidak pernah ambil pasien karena perlu waktu istirahat. Senin-Sabtu sudah kerja dan mengunjungi pasien.

"Pernah ada juga ada permintaan event pertandingan basket. Mereka butuh fisioterapi, ya saya kadang ambil. Itung-itung sekalian nonton basket dan bekerja," ujarnya.

Febry Aryusman berlatarbelakang jurusan fisioterapis (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Menanggapi batasan makan, Febry tidak punya pantangan makan. Ia berupaya rajin olahraga dan jaga berat badan. Malu juga, nanti kalau ada pasien yang lihat, fisioterapis kok punya badan enggak ideal. Makanya, berat badan perlu dijaga," tawanya.

Febry rupanya ingin menggeluti dunia fisioterapi saja. Ia belum memikirkan dan tidak tertarik melirik profesi lain.

"Saya sudah belajar empat tahun dan tidak ada kemampuan lain, selain fisioterapi. Yah, paling mungkin buka usaha kuliner atau apa. Atau buka klinik fisioterapi kecil-kecilan," tutupnya.

Profil

Profil

Nama Lengkap: Febry Aryusman S.FT

Tempat/Tanggal Lahir: Muaralabuh, 15 September 1991

Jenis Kelamin: Laki-laki

Agama: Islam

Status: Lajang

Riwayat Pendidikan

2013 - 2014: Universitas Esa Unggul S1 fisioterapi (S.FT)

2009 - 2013: Universitas Esa UnggulD4 Fisioterapi (Sst.Ft)

2007 - 2009: SMA N 1 Muaralabuh, Sumatera Barat

2003 - 2006: SLTP N 1 Sangir Jujuan, Sumatera Barat

1997 - 2003: SD Negeri 7 Pekan Selasa, Sumatera Barat

1996 - 1997:  TK Cemapaka Muara Labuh, Sumatera Barat

Riwayat Pekerjaan

Januari – Maret 2014: Klinik Fisioterapi Esa Unggul    

April 2014 – Oktober 2015: Indonesia Sport Medical Center (ISMC)

November 2015 – sekarang: Jets Physiocare Center

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya