Liputan6.com, Jakarta Amy Forrest (26), asal Inggris, kerap mengalami masalah ketika akan berhubungan seks. Kelaminnya seperti mengunci setiap kali akan bercinta. Kondisi ini disebut dengan vaginismus.
Masalah seksual itu membuat Amy kehilangan kepercayaan diri. Dia menyadari memiliki gangguan tersebut saat berusia 18 tahun.
Baca Juga
Amy menggambarkan kondisinya seperti menghadapi tembok kokoh. Otot panggulnya otomatis menutup seperti ada tembok kokoh yang menghalangi setiap kali akan melakukan hubungan intim. Dia bahkan tak dapat melakukan seks solo atau menggunakan tampon. Dia pernah nyaris pingsan ketika akan memakai tampon.
Advertisement
Melansir laman Dailystar, Kamis (13/4/2017), dokter pun tak punya jawaban atas kondisi yang dialami Amy. Hingga suatu hari Amy mendapat petunjuk dari sebuah buku bahwa pengobatan botox bisa membantunya mengatasi vaginismus.
Menurut buku tersebut, persentase keberhasilan menggunakan botox untuk mengatasi vaginismus berkisar antara 80 hingga 90 persen. Itu sebabnya Amy bertekad mencobanya.
Amy rela datang ke London dari Skotlandia demi mengunjungi klinik yang menyediakan pengobatan botox seharga 1.200 poundsterling.
"Aku dibius total ketika mereka memasukkan enam jarum ke dalam otot panggulku. Dua minggu kemudian aku bisa berhubungan seks dengan pasanganku. Aku nyaris tak mempercayainya," ucap Amy.
Suntik botox berhasil mengatasi vaginismus. Alasannya, vaginismus membuat otak percaya bahwa penetrasi akan terasa menyakitkan sehingga tubuh bereaksi memproteksi diri, termasuk secara otomatis membuat otot-otot menegang. Botox membantu membuat otot-otot di sekitar panggul dan vagina menjadi lebih rileks sehingga penetrasi seks jadi lebih mudah.
"Rasa percaya diriku meningkat drastis karena aku tak punya masalah itu lagi. Aku tak perlu khawatir tak akan bisa berhubungan seks atau tak bisa punya anak. Aku jauh lebih bahagia sekarang," tutupnya.