Satu dari Enam Ribu Orang Alami Gangguan Gerak yang Tak Terduga, Kenali Distonia untuk Kualitas Hidup Lebih Baik

Distonia, gangguan gerak dengan kontraksi otot tak terkendali, memengaruhi banyak orang tanpa disadari. Ketahui gejala, penyebab, dan pengobatannya!

oleh Tim Disabilitas Diperbarui 20 Mar 2025, 12:16 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2025, 12:14 WIB
Deep Brain Stimulation, Solusi Penanganan Distonia dan Sindrom Tourette Gejala Berat
Deep Brain Stimulation, Solusi Penanganan Distonia dan Sindrom Tourette Gejala Berat. Foto dibuat oleh AI.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Distonia adalah gangguan gerakan neurologis yang ditandai dengan kontraksi otot tak terkendali, menyebabkan gerakan berulang, memutar, atau postur tubuh yang tidak biasa. Kondisi ini dapat memengaruhi sebagian tubuh (distonia fokal), beberapa bagian tubuh berdekatan (distonia segmental), atau seluruh tubuh (distonia umum). Perempuan dilaporkan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki, meskipun penyebab pastinya masih belum sepenuhnya dipahami.

Menurut dokter spesialis neurologi di RS Siloam Lippo Village, Rocksy Fransisca V. Situmeang, "distonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai dengan kekakuan otot yang berkepanjangan dan di luar kendali. Sehingga, sering menyebabkan gerakan berulang dan postur tubuh menjadi tidak normal serta rasa nyeri yang mengganggu aktivitas sehari-hari." 

Gejala distonia sangat bervariasi, tergantung bagian tubuh yang terkena dan jenis distonia. Beberapa gejala umum meliputi kram otot dan kejang yang terasa seperti sengatan listrik, gerakan berulang seperti kedipan mata berlebihan atau gerakan kepala tak terkendali, dan posisi tubuh yang tidak normal. Kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan berbicara (disartria), menelan (disfagia), dan bahkan keluarnya air liur (drooling).

Meskipun penyebab pasti distonia belum diketahui, diduga berkaitan dengan gangguan komunikasi antar sel saraf di otak. Faktor genetik juga berperan dalam beberapa jenis distonia. Beberapa kondisi medis seperti penyakit Parkinson, penyakit Huntington, cedera otak traumatis, stroke, dan efek samping obat-obatan tertentu juga dapat dikaitkan atau menyebabkan distonia. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan pemeriksaan penunjang seperti MRI atau EMG.

Promosi 1

Mengenal Lebih Dalam Tentang Distonia

Distonia dapat muncul secara bertahap atau tiba-tiba, dan seringkali memburuk karena stres, kelelahan, atau kecemasan. Pada beberapa kasus, gejala dapat membaik atau hilang sementara dengan melakukan gerakan tertentu, yang dikenal sebagai 'sensory trick'. Penting untuk diingat bahwa gejala distonia sangat beragam dan dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari penderitanya.

Diagnosis distonia melibatkan pemeriksaan fisik menyeluruh oleh dokter spesialis neurologi. Dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien secara detail, termasuk riwayat keluarga dan faktor-faktor yang mungkin memicu gejala. Pemeriksaan penunjang seperti tes darah, tes urine, MRI, CT scan, EMG (electromyography), dan bahkan tes genetik mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dan memastikan diagnosis distonia.

Pengobatan distonia difokuskan pada pengelolaan gejala dan peningkatan kualitas hidup. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan distonia, tetapi berbagai pilihan pengobatan tersedia. Pengobatan ini dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala dan kebutuhan individu.

“Dokter akan melakukan wawancara medis untuk mengetahui kapan gejala pertama kali muncul, apakah ada riwayat keluarga dengan kondisi serupa, serta faktor pemicu seperti stres atau trauma,” kata Rocksy dalam keterangan pers dikutip Senin (17/3/2025). 

Kemungkinan Terkena Distonia: Siapa yang Berisiko?

Meskipun siapa pun dapat terkena distonia, beberapa faktor meningkatkan risiko. Riwayat keluarga dengan distonia meningkatkan kemungkinan seseorang mewarisi gen yang meningkatkan kerentanan terhadap kondisi ini. Selain itu, beberapa kondisi medis, seperti penyakit Parkinson, penyakit Huntington, dan cedera otak traumatis, dapat meningkatkan risiko mengembangkan distonia.

Distonia dialami oleh sekitar 16 per 100.000 orang. Gejala yang muncul dapat mengenai berbagai kelompok otot. Seperti di daerah leher yang orang awam sebut dengan “tengleng” atau “tengeng”, otot-otot wajah yang dikenal sebagai kedutan, otot vokal yang menimbulkan suara aneh yang tidak terkontrol, dan otot-otot tangan serta kaki yang dapat menimbulkan gerakan aneh seperti menari. 

Faktor lingkungan juga dapat berperan. Paparan terhadap racun, seperti karbon monoksida atau logam berat, dapat memicu perkembangan distonia. Efek samping dari beberapa obat juga dapat menyebabkan gejala serupa dengan distonia. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan distonia atau jika Anda mengalami gejala yang mengkhawatirkan.

Perempuan dilaporkan lebih sering terkena distonia dibandingkan laki-laki, meskipun alasannya belum sepenuhnya dipahami. Usia juga menjadi faktor; distonia dapat muncul pada berbagai usia, mulai dari masa kanak-kanak hingga usia dewasa. Memahami faktor-faktor risiko ini dapat membantu dalam deteksi dini dan pengelolaan distonia yang efektif.

Penyebab Utama Distonia: Memahami Mekanisme Penyakit

Penyebab pasti distonia masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi penelitian menunjukkan bahwa gangguan komunikasi antar sel saraf di otak berperan penting. Sel-sel saraf ini bertanggung jawab untuk mengontrol gerakan otot, dan gangguan dalam komunikasi mereka dapat menyebabkan kontraksi otot yang tidak terkendali.

Faktor genetik juga merupakan penyebab utama distonia pada beberapa kasus. Mutasi pada gen tertentu dapat mengganggu fungsi sel saraf dan menyebabkan distonia. Riwayat keluarga dengan distonia meningkatkan risiko seseorang mewarisi gen-gen yang meningkatkan kerentanan terhadap kondisi ini. Penelitian terus berlanjut untuk mengidentifikasi gen-gen spesifik yang terlibat dan bagaimana mereka berkontribusi pada perkembangan distonia.

Selain faktor genetik, beberapa kondisi medis dan faktor lingkungan juga dapat menyebabkan atau memicu distonia. Kondisi seperti penyakit Parkinson, penyakit Huntington, cedera otak traumatis, stroke, dan paparan racun lingkungan dapat mengganggu fungsi sel saraf dan memicu gejala distonia. Efek samping dari beberapa obat juga dapat menyebabkan gejala serupa dengan distonia.

Terapi Pengobatan Distonia: Mengelola Gejala dan Meningkatkan Kualitas Hidup

Pengobatan distonia berfokus pada pengelolaan gejala dan peningkatan kualitas hidup pasien. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan distonia, tetapi berbagai pilihan pengobatan tersedia untuk membantu mengurangi keparahan gejala.

Obat-obatan, seperti antikolinergik dan obat pengatur GABA, dapat membantu mengurangi kontraksi otot yang tidak terkendali. Toksin botulinum (Botox) juga sering digunakan untuk mengurangi spastisitas otot. Terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi wicara dapat membantu meningkatkan fungsi tubuh, memperbaiki postur, dan meningkatkan kemampuan komunikasi.

Untuk kasus distonia yang berat, stimulasi otak dalam (DBS) dapat menjadi pilihan pengobatan. DBS melibatkan penanaman elektroda di dalam otak untuk memberikan stimulasi listrik ke area yang mengontrol gerakan. Dalam beberapa kasus, pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah saraf atau otot yang mendasari distonia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya