Liputan6.com, Jakarta Saat bayi baru lahir berumur dua-tiga hari (48-72 jam) harus dilakukan skrining hipotiroid kongenital (SKH). Hal ini merupakan upaya untuk mengetahui anak yang dilahirkan mengalami gangguan kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) atau tidak sejak lahir.
"Dengan pemeriksaan di awal lewat skrining hipotiroid kongenital, bila memang terdiagnosis bisa mendapatkan penanganan," kata Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, Eni Gustina, dalam Pekan Kesadaran Tiroid Internasional di Kementerian Kesehatan Jakarta, ditulis Minggu (28/5/2017).
Bila memang anak didiagnosis hipotiroid kongenital bisa dilakukan upaya pemberian terapi obat. "Terapinya murah, simple banget. Terapinya hanya obat yang ukurannya kecil. Dikonsumsi seumur hidup," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan.
Advertisement
Jika hipotiroid kongenital terlambat didiagnosis membuat anak mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan motorik, serta intelektual. Hal ini akan menyebabkan anak jadi tidak produktif.
"Jadi (kondisi ini) membuat pembungkus saraf terganggu. Jadi semunya lambat, jantung lambat, kalau dia (anak dengan hipotiroid kongenital) bergerak kayak robot. Saat kita ngomong gini ,dia butuh waktu untuk mendengar, bicara juga gitu. Keseluruhannya terganggu dan itu permanen," tegas Pulungan.
Bila, diagnosis dilakukan terlambat hal itu juga memengaruhi hasil terapi yang kurang baik. Hasil penelitian yang dilakukan Pulungan besama kawan-kawan memperlihatkan keterlambatan memberikan terapi awal memengaruhi IQ anak. Terapi awal yang dilakukan pada anak berusia 1,5 tahun, IQ-nya hanya 51.
Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 1600 dari lima juta kelahiran bayi setiap tahun dengan kondisi hipotiroid kongenital. Oleh karena itu pastikan skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir. Skrining bisa dilakukan di klinik bersalin, puskesmas, dan rumah sakit.