Liputan6.com, Jakarta Banyak orang bilang, anak bungsu itu selalu dimanja dan dikekang oleh orangtua, termasuk soal pendidikan. Namun, meski terlahir menjadi anak terakhir, Dyah Novita Anggraini ini bisa memilih pendidikan sesuai apa yang ia cita-citakan sejak kecil, yaitu menjadi dokter.
Vita--sapaan hangatnya--sejak duduk di bangku SD, tak pernah ketinggalan ikut kegiatan dokter kecil. "Dari SD aku selalu ikut dokter kecil dan pas SMA emang jurusan IPA, jadi bisa masuk Fakultas Kedokteran," katanya saat berkunjung ke redaksi Health-Liputan6.com, pekan lalu, ditulis Senin (5/6/2017).
Advertisement
Vita mengambil pendidikan kedokteran di Universitas Pelita Harapan. Di sana, kebetulan sang papa mengajar sebagai dosen manajemen ekonomi. "Karena kebetulan Papa aku dosen ditambah aku juga enggak boleh sekolah jauh-jauh," jawabnya sambil tertawa.
Wanita berdarah Jawa tulen ini akhirnya resmi disumpah dokter pada 2008. Setelah lulus, Vita ingin ikut Pegawai Tidak Tetap (PTT) Kedokteran. Ia merasa masih ingin menggali dan mengaplikasikan ilmu yang sudah ia dapat selama enam tahun lamanya secara langsung kepada masyarakat.
Tanpa sepengetahuan kedua orangtua, Vita mendaftarkan diri untuk PTT ke luar kota. Sayangnya, ia tidak diterima. "Aku daftar langsung ke daerahnya, tapi enggak dapat karena yang diutamakan itu dokter yang lulusnya sudah lama atau yang senior-senior gitu," ujarnya.
Namun, takdir berkata lain. Di waktu yang bersamaan, Vita tak sengaja melihat lowongan dokter di internet. "Enggak sengaja lihat (situs) Kadinkes Belitung Timur. Adiknya Pak Ahok, Pak Basuri, waktu itu lagi butuh dokter dan dia cantumin nomornya, ya aku apply aja," katanya.
Keluar dari zona nyaman
Sebulan kemudian setelah Vita mendaftarkan diri menjadi dokter di Belitung Timur-- sekitar November 2009--dia mendapat telepon bahwa dirinya diterima untuk bekerja di Puskesmas Gantung, Belitung Timur.
Memang agak nekat, sebab saat itu wanita kelahiran Tangerang ini belum meminta izin kepada kedua orangtua. "Mama-Papa aku sempat kaget, tapi setelah aku survei ke sana dan fotoin semua kondisi dan lokasinya, akhirnya dikasih izin," ujarnya.
"Keluar dari zona nyaman". Begitulah mungkin yang bisa menggambarkan kondisi Vita saat resmi hijrah ke Belitung Timur untuk memberikan pelayanan dengan situasi jauh dari orangtua dan keluarga.
Seminggu pertama, Vita benar-benar sendiri. Tiap kali orangtua dan pacarnya menelepon, dia cuma bisa menangis karena rindu. "Tapi kalau sudah kerja ya biasa saja, malah lupa," jawabnya tertawa.
Adaptasi di tempat baru tidak terlalu sulit bagi Vita karena rekan-rekan di sana bersedia mengajari dan menuntun Vita untuk mengenal budaya orang Melayu.
Cukup tiga bulan saja, dia bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa sehari-hari di Belitung. "Orang di sana baik-baik, malah sampai sekarang saja aku masih suka kontak," katanya sambil tersenyum.
Pasien meninggal akibat minuman oplosan
Selama dua tahun memberikan pelayanan di Puskemas Gantung, kasus yang paling sering dia temui adalah kecelakaan lalu lintas. Orang-orang di sana, kata Vita, punya kebiasaan melepas spion di motor, sehingga kasus kecelakaan selalu ada setiap minggunya.
Selain kasus kecelakaan, ada kasus heboh yang masih dia ingat sampai saat ini. Pasien itu meninggal karena menenggak minuman oplosan. "Dia (pasien) datang kayak resah dan kepanasan gitu, aku kira kesurupan. Aku cek nadinya sudah enggak bisa diraba," katanya.
Saat memeriksa, Vita merasa ada yang janggal. Dia mencium bau alkohol yang sangat kuat. Sayangnya, di puskesmas tempat ia bekerja, tidak ada alat untuk memeriksa lambung pasien. Akhirnya pasien dilarikan ke RSUD Belitung. Dan dugaan Vita benar.
Tak lama ambulans tiba, pasien itu meninggal. "Dia minum arak yang dicampur spiritus, etanol. Itu kan mengikat oksigen, otomatis dia kekurangan oksigen dan enggak bisa napas, akhirnya meninggal," Vita menjelaskan.
Di Belitung, Vita juga langganan mengatasi pasien wanita yang mengalami pendarahan akibat melahirkan di dukun beranak. Ya, di sana dukun beranak memang masih laku, tutur Vita. Melahirkan di dukun beranak sudah menjadi adat dan turun-temurun.
Mengejar PSK
Selain melayani pasien di Puskesmas, Vita juga melakukan penyuluhan dan pemeriksaan ke wilayah sekitar puskesmas. Dia juga biasanya mendatangi satu tempat untuk penyuluhan dan skrining darah ke tempat pekerja seks komersial (PSK) demi mencegah dan mendeteksi penyakit menular seksual serta HIV/AIDS.
"Tempat bekerja PSK di sana itu berlokasi di dalam hutan dan kebanyakan pekerjanya berasal dari Jawa Barat. Banyak dari wanita PSK itu tidak mengetahui pekerjaan apa yang mereka lakukan di Belitung," katanya.
Suatu saat, ketika Vita dan tim dari Dinas Kesehatan (Dinkes) akan melakukan pemeriksaan darah, para PSK ini kabur. "Mereka kabur, lari-larian. Jadi aku juga kejar mereka," ujar ibu dua anak ini tergelak.
Menurut Vita, para PSK ini kerap mengeluh kesakitan saat buang air kecil. Begitu pun dengan pria di sana yang banyak mengalami kencing bernanah.
Di tengah keseruannya menceritakan PSK, Vita jadi teringat ada cerita lucu. Waktu itu, Vita sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya. Karena hubungannya dan calon suami jarak jauh, semua urusan pernikahan diurus keluarga di Jakarta.
"Pas lagi ngejar PSK, kakak aku telepon dan tanya, 'Vit, kebaya kamu ukurannya yang mana?" cerita istri petinggi Angkatan Laut ini sambil tertawa.
Fokus mengurus anak
Sepulangnya dari Belitung, Vita menikah dengan seorang Mayor Angkatan Laut bernama Bella Nusa Bahari. Pasangan ini kemudian diberkahi dua anak laki-laki, Abel Javier Rayhan Maheswara dan Admiral Adnan Maheswara.
Vita pernah berharap suatu saat ia bisa melanjutkan pendidikannya dan menjadi spesialis kulit. Namun kini sepertinya ia mengurungkan niatnya karena ingin fokus merawat anak-anaknya.
Tapi, bukan berarti wanita kelahiran 6 November 1984 ini menyia-nyiakan ilmunya begitu saja. Vita kini memberikan edukasi kesehatan melalui portal Klikdokter.com. Jika diberi kesempatan, dokter cantik ini tertarik untuk mengambil spesialis kejiwaan. Sebab ia mengaku sangat senang mendengarkan cerita orang.
"Walaupun aku enggak praktik sekarang, tapi aku tetap bisa memberikan informasi, edukasi, dan penyuluhan walaupun lewat artikel. Tapi aku inget satu moto, listen to your patient, because he is telling your diagnose, jadi denger aja (keluhan pasien) nanti juga ketahuan diagnosanya," ujar dokter Vita menuntaskan.
Biodata
Nama : Dyah Novita Anggraini
Tempat/ tanggal lahir : Tangerang, 6 November 1984
Status : Menikah
Riwayat Pekerjaan
- General Practitioner RS Thamrin Cileungsi, Indonesia January – Maret 2009
- General Practitioner RS Jakarta Medical Center, Jakarta, Indonesia Maret – August 2009
- General Practitioner Puskesmas Gantung, Belitung Timur, Indonesia, November 2009– February 2011
- Family Doctor Mitrasana Apotek Maret 2011 – September 2011
- General Practitioner Laboratorium Klinik Cito, Jakarta Desember 2012 – Februari 2017
- Medical Editor Klikdokter, Jakarta February 2014 - sekarang