Cacingan Jadi Salah Satu Sebab Gizi Buruk di Asmat

Mayoritas anak di Asmat mengalami gizi buruk. Salah satu penyebab terjadinya gizi buruk di sana adalah cacingan.

oleh Aretyo Jevon Perdana diperbarui 20 Jan 2018, 14:00 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2018, 14:00 WIB
Tim dari kemenkes RI tangani korban gizi buruk di Asmat
Tim dari kemenkes RI tangani korban gizi buruk di Asmat (Dok. Kemenkes RI)

Liputan6.com, Jakarta Gizi buruk sedang mendera banyak anak di Kabupaten Agats, Asmat, Papua. Daerah pesisir selatan Papua tersebut divonis mengalami kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk sejak akhir 2017.

Berbagai pihak turun tangan atasi permasalahan KLB tersebut, salah satunya Kementerian Kesehatan RI, yang memberangkatkan 39 personil langsung ke Kabupaten Agats, Asmat.

Mengutip dari situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Sabtu (20/1/2018), salah seorang dokter spesialis yang diberangkatkan, dr Ratri SpGK, mengungkapan bahwa penanganan yang diberikan pada korban gizi buruk di Asmat adalah pemberian nutrisi yang tepat dan sesuai dengan langkah yang harus dilakukan. Proses ini dilakukan dengan rawat inap selama beberapa hari.

"Jadi, sedikitnya dibutuhkan waktu sekitar sembilan sampai 10 hari untuk memantau kemajuan berat badan," kata Ratri.

Ratri juga mengakui bahwa salah satu penyebab terjadinya gizi buruk di Asmat adalah kebanyakan anak juga alami cacingan. Menurutnya, cacingan menyebabkan kemampuan tubuh menyerap nutrisi jadi berkurang.

"Jadi di samping penatalaksanaan gizi diberikan rehidrasi, multivitamin, juga obat cacing," ujar Ratri, salah satu tim yang menangani gizi buruk di Asmat.

 

Simak juga video berikut ini : 

Pentingnya Beri Makanan Tambahan

Pengukuran berat badan anak yang mengalami gizi buruk di Asmat
Pemberian asupan makanan tambahan pada anak penting dalam proses penanganan gizi buruk (Dok. Kemenkes RI)

Ratri juga menjelaskan bagaimana proses yang dilakukan dalam penanganan terhadap korban gizi buruk. Tahap pertama yaitu stabilisasi, yakni dengan memberikan formula WHO F75 pada korban, dan dilakukan selama satu sampai dua hari.

Setelah itu, tujuh hari berikutnya merupakan masa transisi. Pada tahap ini tindakan yang dilakukan dengan pemberian formula F100. Jika tidak ada hambatan, tindakan perawatan dapat dilakukan selama kurang lebih 10 hari.

Setelah masa transisi terlampaui, status gizi buruk pada anak meningkat, menjadi gizi kurang. Apabila sudah sampai pada tahap ini, maka korban sudah bisa dipulangkan dan memasuki masa rehabilitasi di lingkungan keluarga.

Masa ini adalah tahap di mana perbaikan gizi anak terus dilakukan dengan kontrol dari pihak puskesmas setempat.

Untuk mengembalikan status anak menjadi gizi baik, orang tua perlu memberikan makanan tambahan dengan nilai gizi yang dibutuhkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya