Liputan6.com, Jakarta Salah satu masalah kesehatan cukup serius di Indonesia yang sampai kini masih coba ditanggulangi bersama oleh pemerintah bersama berbagai elemen masyarakat adalah hepatitis C.
Apa sih hepatitis C itu? Ini adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan infeksi virus hepatitis C (VHC). Virus dapat menyebabkan hepatitis akut dan kronis, yang berkisar dari derajat ringan hingga kronik. Derajat ringan biasanya hanya berlangsung beberapa minggu.
Baca Juga
Bagaimana hepatitis C bisa menular? Pembina Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), dr Rino Alvani Gani, SpPD, KGEH mengatakan penularan virus umumnya melalui media darah dan cairan tubuh yang terinfeksi virus hepatitis C.
Advertisement
Selain itu, transplantasi organ yang terinfeksi, perilaku seksual yang tidak aman, pembuatan tato juga bisa menjadi metode penularan virus.
Pertanyaan berikut muncul, siapa saja yang paling berisiko tertular? Rino mengatakan mereka yang paling berisiko adalah para pengguna narkoba suntik, pasien yang menjalani perawatan kesehatan tak tidak aman seperti cuci darah, dan tranfusi darah tanpa skrining.
"Skrining darah sekarang lebih baik," tutur Rino dalam Pertemuan Konsultasi Nasional Hepatitis C ke II, 2018 di Jakarta, seperti dikutip dari AntaraNews, Sabtu (27/1/2018).
Simak juga video menarik berikut :
https://www.vidio.com/watch/454867-news-flash-waspadai-virus-hepatitis-mudah-masuk-ke-stroberi
Ini gejala seseorang yang terpapar hepatitis C
Pada tahun 2007, penderita hepatitis C di Indonesia berjumlah hampir 5 juta jiwa, atau sekitar 2,2 persen dari populasi saat itu dan dalam usia produktif. Tidak seperti kebanyakan penyakit lain, seorang yang terinfeksi virus hepatitis C cenderung tak menunjukkan gejala di awal-awal, sehingga dia tak menyadari sudah terinfeksi.
"Hepatitis C tidak terasa atau tidak bergejala, sehingga pasien kebanyakan tak merasa kalau dia terinfeksi virus hepatitis C," kata Rino.
Namun, ia menggambarkan bahwa 20 persen orang merasakan gejalanya. Di antaranya adalah seperti letih, malaise, dan tidak mau makan. Khususnya pada 80 persen penderita yang merasakan gejala, pengobatan menjadi sulit karena sudah ada sirosis--pengerasan hati.
"Perkembangan dari kondisi normal menjadi penyakit hati lanjut, perlu waktu 25-30 tahun. Saat itu, pengobatan sudah sulit karena sudah ada sirosis," jelas Rino.
Advertisement
Faktor pemicu dan cara pengobatannya
Sejumlah faktor yang meningkatkan risiko kronisitas antara lain jenis kelamin laki-laki, berusia di atas 25 tahun saat mengalami infeksi, mereka yang tak merasakan gejala, konsumsi alkohol, obesitas, kondisi resitensi insulin dan diabetes melitus tipe 2.
Untuk deteksi dan pengobatannya, pemerintah sudah menyediakan tes antibodi hepatitis C gratis untuk 140.000 orang dan pengobatan menggunakan obat terbaru untuk melawan virus Direct Acting Antiviral (DAA).
"Hepatitis B dan C, tahun 2030 targetnya tereliminasi. Senjata semakin lengkap, tahun 2016 sudah DAA dengan angka kesembuhan 98 persen. Biaya jauh lebih murah," jelas Kasubdit Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan RI, dr Sedya Dwisangka.
(Lia Wanadriani Santosa/AntaraNews)