Liputan6.com, Jakarta Tinggal di area polusi udara yang tinggi meningkatkan risiko anak-anak untuk mengalami masalah mental. Bahkan, mereka berisiko terkena masalah psikosis.
Sebuah penelitian dari King's College London, Inggris menyatakan anak yang terpapar polusi udara 72 persen berisiko mengalami pengalaman psikotik. Para ilmuwan mendapatkan hasil ini setelah menganalisis 2.062 remaja usia 18 tahun dan melihat tingkat pencemaran udara di sekitar tempat tinggalnya.
Baca Juga
Dilansir dari New York Post pada Jumat (29/3/2019), sekitar 30 persen dilaporkan memiliki paling tidak satu kali pengalaman psikosis semenjak usia 12 tahun. Salah satu masalah psikosis yakn mengalami halusinasi, beberapa partisipan mendengar suara-suara misterius, merasa sedang diikuti, atau diawasi. Angkanya bahkan lebih tinggi dengan tingkat polusi yang lebih tinggi.
Advertisement
Studi yang dipublikasikan di jurnal JAMA Psychiatry tersebut juga menyatakan bahwa partikel di polusi udara mengandung nitrogen oksida, nitrogen dioksida, serta partikel-partikel yang sangat kecil. Mereka yang terpapar nitrogen oksidan 72 persen lebih berisiko.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Perlunya perlindungan kesehatan mental generasi muda
Para ahli percaya bahwa racun yang terkandung dalam polusi udara melewati paru kemudian masuk ke dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan peradangan di otak.
"Upaya global diperlukan untuk mengurangi tingkat polusi udara dan melindungi kesehatan mental serta fisik warga kota muda," kata pemimpin studi Joanne Newbury.
Sementara itu, rekan peneliti Helen Fisher mengatakan bahwa gangguan psikosis sulit untuk diobati. Kondisi tersebut juga memberikan beban bagi individu, keluarga, sistem kesehatan, serta masyarakat luas.
"Dengan meningkatkan pemahaman pada pengalaman psikotik di masa remaja, kita bisa berusaha untuk mengatasinya sejak dini dan mencegah orang dari berkembangnya gangguan psikosis," kata Fisher menjelaskan.
Studi sebelumnya, asap dari lalu lintas dan pabrik ditemukan terkait dengan meningkatnya penyakit jantung, kanker, dan demensia.
Advertisement