Liputan6.com, Lombok Keberanian menyampaikan rasa takut, mengkomunikasikan perasaan, pikiran, masalah, harapan, dan mimpi melalui terapi menggambar ditujukan diiperkenalkan pada anak-anak SD di Lombok pasca gempa. Mereka tampak antusias dan cekatan menorehkan pensil warna di atas kertas gambar warna putih berukuran A3.
Rata-rata gambar tersebut berkisah tentang kepanikan penduduk dan kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi. Pemberian terapi menggambar ini dilakukan Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Peduli Bencana 2019.
Advertisement
Kegiatan ini merupakan bagian Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Peduli Bencana 2019 dalam penyebarluasan mitigasi bencana bagi anak-anak sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah dan MTs Al Azimiyah, Dusun Puyahan, Desa Lembar Selatan, Lombok.
Tim mengajak para siswa kelas 5 dan 6 Madrasah Ibtidaiyah berkisah tentang semua pengalaman terkait dengan bencana alam melalui gambar.
“Kegiatan terapi menggambar untuk bencana alam, seperti gempa sebenarnya bukan hal baru,” jelas Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Peduli Bencana 2019, Totok Suhardijanto dalam keterangan rilis kepada Health Liputan6.com, ditulis Selasa (13/8/2019).
“Pernah juga dilakukan oleh United Nation Systems for Disaster Risk Reduction (UNDRR) (badan PBB yang mengurusi pengurangan risiko bencana) dalam beberapa terapi pascabencana di Indonesia maupun di tempat lain. Terapi menggambar ini pertama kali dipraktikkan secara umum pada penanganan pascabencana Badai Katrina pada tahun 1992 di Amerika Serikat.”
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Kurangi Gangguan Stres
Adanya terapi menggambar menggerakkan anak-anak menyampaikan perasaan apa pun yang dibuatnya tanpa rasa takut. Stres yang dialami anak-anak korban dapat terobati.
“Menurut beberapa penelitian, terapi menggambar efektif mengurangi gangguan stres pascatrauma. Anak-anak menjadi lebih siap menghadapi trauma yang dialaminya yang sebelumnya tak dapat diungkapkannya,” ujar Totok.
Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Peduli Bencana 2019 yang diterjunkan ke Lombok terdiri atas dosen dan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Tim Pengabdian juga melakukan mitigasi dan kesadaran bencana kepada siswa kelas 5 dan 6 Madrasah Ibtidaiyah di Lombok tersebut.
Tanya jawab mitigasi bencana disambut semangat anak-anak. Mereka berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan telunjuk menjawab pertanyaan tim dari UI seputar kesiapan apa saja menghadapi bencana.
Advertisement
Wilayah Rentan Bencana
Kompleks Al-Azimiyah terletak di tepi pantai Lombok Barat di dekat Pelabuhan Lembar, Lombok Barat. Lokasi yang menjadi penugasan Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Peduli Bencana 2019 langsung menghadap ke laut.
“Wilayah ini termasuk bagian selatan Pulau Lombok yang menjadi wilayah yang rawan terhadap bencana tsunami jika terjadi gempa berkekuatan besar di area selatan Lombok,” Totok melanjutkan.
Tahun lalu, Lombok dilanda gempa yang meluluhlantakkan beberapa desa di Lombok Utara dan Lombok Barat. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), anak-anak, penyandang disabilitas, dan lanjut usia (lansia) merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap bencana alam.
“Ketika terjadi gempa Lombok tahun lalu, anak-anak dikumpulkan di lapangan,” kata Kepala MTs Al-Azimiyah, Zikrullah. “Anak-anak sudah langsung berkumpul ke lapangan ketika goyangan mulai terasa. Guru-guru bertugas mengkoordinasikan agar tidak terjadi kepanikan.”