3 Fakta Bila Lansia Kena Dermatitis Atopik

Berikut 3 risiko yang ditimbulkan akibat dermatitis atopik pada orang dewasa dan lansia.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Agu 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2019, 16:00 WIB
Lansia (iStock)
Ilustrasi lansia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit kulit kronis dan muncul secara berulang ini seringkali dikenal sebagai asma kulit. DA memiliki gejala utama yang mirip dengan alergi yakni gatal kronis dengan variasi yang ringan sampai berat.

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa bukan cuma anak-anak yang bisa kena DA, orang dewasa dan lansia juga. Pada lansia sendiri memiliki kondisi khusus yang dikenal dengan Pruritus Senulis. Hal tersebut menyebabkan rasa gatal yang dominan namun dengan gejala kulit yang minim.

 “Pasien lansia lebih rentan terkena DA daripada dewasa. Karena kondisi kulit yang lebih tipis dan turunnya daya tahan kulit, serta sistem imun yang rendah,” ucap Ronny Handoko, dokter spesialis kulit dan kelamin dari Klinik Pramudia dalam Seminar Waspadai Dermatitis Atopik Serang Semua Umur dan Jenis Kelamin, Sabtu (17/8/2019).

Kondisi kulit penderita GA juga cenderung lebih kering, khususnya bagi lansia. Kulit mereka begitu sensitif terhadap benda asing seperti cuaca, keringat, atau debu. Ruam yang ditimbulkan juga berada dilebih banyak titik daripada balita.

Jika pada bayi, ruam mungkin hanya akan timbul pada bagian wajah, siku, lutut, dan kulit kepala. Namun pada lansia, ruam timbul pada banyak bagian seperti pada dada, siku, lutut, leher, sekitar mata, dahi, punggung, sekitar mulut, tangan, kaki, dan puting susu.

Hal tersebut dapat mengganggu bagi kehidupan sosial bagi penderita. Kondisi itu membuat timbul rasa gatal dan tidak nyaman, bahkan dapat menumbuhkan rasa minder akibat luka yang ditimbulkan. Berikut 3 risiko yang ditimbulkan akibat DA pada dewasa dan lansia.

1. Bisa mengganggu kualitas hidup

DA dapat mengganggu kualitas hidup bagi penderitanya. Karena rasa gatal yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan pekerjaan, pemilihan makanan, dan lingkungan tempat tinggal.

Mengingat DA merupakan penyakit yang bersifat kronis dan berulang, biasanya penderita DA memiliki penampilan kulit yang kurang indah, seperti munculnya penembalan pada kulit, warna kulit yang gelap/terang, atau bekas garukan hingga luka.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

2. Risiko pengobatan yang lama dan berulang

Ilustrasi Orang Tua (iStockphoto)
semakin tua seseorang semakin sulit pula mereka lepas dari obat. (Ilustrasi Lansia/iStockphoto)

Penyakit ini bersifat kronis, maka pengobatan DA biasanya bersifat lama dan berulang, baik terapi topikal maupun oral. Pengobatan ini sendiri sering menimbulkan efek samping seperti penipisan pada kulit.

Sedangkan efek samping sistemik yang mungkin timbul adalah katarak prematur, diabetes melllitus, osteoporosis, glaukama, dan ganggguan ginjal. Efek samping ini dapat terjadi apabila pasien menggunakan obat tidak dibawah pengawasan dokter spesialis kulit. Karena pemilihan jenis obat dan jumlah dosis yang kurang tepat.

 

3. Risiko terhadap penyakit penyerta

Jika penderita DA secara bersamaan memiliki penyakit lain berupa penyakit kulit seperti vitiligo, psoriasis, atau penyakit autoimun lain, maka dapat memperberat kondisi penyakit DA itu sendiri atau penyakit penyerta yang ada.

 

 

Penulis: Diviya Agatha

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya