Liputan6.com, Jakarta Saat ini beredar bermacam-macam tes kesehatan jiwa di internet, untuk mencari tahu apakah seseorang memiliki depresi atau tidak. Walau begitu, ketepatan tes semacam itu seringkali dipertanyakan.
Terkait hal tersebut, dokter merekomendasikan untuk menggunakan instrumen deteksi dini kesehatan jiwa yang sudah diakui secara resmi baik oleh dokter maupun Kementerian Kesehatan.
Baca Juga
"Karena banyak yang malah jadi kontra produktif kalau assessment-assessment itu tidak terstandar. Jadi saran saya agar masyarakat bisa aware dan menggunakan instrumen yang terstandar," kata Agung ditemui beberapa waktu lalu di Jakarta, ditulis Minggu (13/10/2019).
Advertisement
Usai temu media di gedung Kementerian Kesehatan, Agung mengatakan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa sudah merilis sebuah aplikasi bernama Sehat Jiwa.
"Jadi itu untuk mendeteksi dini. Contoh pertanyaannya 'Bagaimana perasaan Anda selama dua minggu terakhir?' kemudian 'Bagaimana minat Anda.' Nanti jika lebih dari dua atau tiga diduga mengalami masalah kesehatan jiwa," kata Agung menjelaskan.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Menjajal Aplikasi Sehat Jiwa
Health Liputan6.com telah mencoba aplikasi yang disarankan tersebut.
Dalam aplikasi Sehat Jiwa ini, selain informasi mengenai layanan kesehatan dan edukasi, ada tiga tes deteksi dini masalah kesehatan jiwa yaitu CAGE bagi masalah kecanduan alkohol, SRQ (Self Reporting Questionnaire) untuk mengetahui apakah ada nyeri tertentu dan masalah yang mungkin mengganggu selama 30 hari, serta Geriatric Depression Scale (GDS) untuk mendeteksi depresi di usia lanjut.
Dalam tes SRQ, Kemenkes menyarankan apabila skor Anda adalah 6 dari 20 pertanyaan, disarankan untuk menghubungi tenaga kesehatan terdekat dan berkonsultasi. Adapun penilaian tersebut berdasarkan skala yang dihimpun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes.
Sementara itu, untuk yang tidak perlu menggunakan jaringan internet, Agung mengatakan bahwa para dokter spesialis kedokteran jiwa sudah banyak yang melakukan edukasi kesehatan jiwa secara langsung ke berbagai tempat.
"Kami bergerak ke sekolah-sekolah, ke puskesmas, untuk membagikan instrumen itu," kata Agung menjelaskan.
Advertisement