Virus Corona Belum Ada Obatnya, Kapan Seseorang Harus Curiga?

Sampai saat ini, virus corona jenis baru yang menyebabkan pneumonia dan ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok belum ada obatnya.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 24 Jan 2020, 14:08 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2020, 14:08 WIB
Cegah Penyebaran Virus Corona, Stasiun Kereta di China Disemprot Cairan Disinfektan
Petugas memeriksa suhu tubuh seorang penumpang di Stasiun Kereta Api Yingtan di Nanchang di Provinsi Jiangxi Tengah, China (22/1/2020). Sebanyak 17 orang meninggal akibat terinfeksi virus corona. (AFP Photo/STR)

Liputan6.com, Jakarta Sampai saat ini, virus corona jenis baru yang menyebabkan pneumonia dan ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok belum ada obatnya. Gejala infeksi virus ini serupa flu pada umumnya, ditandai dengan demam dan sesak napas.

Penularan virus corona Wuhan terhitung cepat dan membuat negara lain termasuk Indonesia bersiaga. Lantas kapan seseorang harus mulai curiga?

Spesialis penyakit dalam hematologi onkologi Zubairi Djoerban menyampaikan, pengobatan yang dilakukan untuk mengurangi gejala saja.

"Kalau sudah ada kombinasi panas, batuk atau sesak itu kita harus mulai curiga. Apalagi punya riwayat perjalanan ke Wuhan selang 14 hari," jelas Zubairi saat konferensi pers di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Gejala selama 2-14 hari muncul pasca paparan demam, batuk, pilek, sesak napas, dan nyeri otor. Diagnosis infeksi virus corona 2019-nCoV perlu disertai pemeriksaan rontgen dada yang akan menunjukkan apakah ada infiltrat pneumonia yang luas pada kedua paru.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan juga video berikut:


Pemeriksaan Dikirim ke Litbangkes

Dalam kasus penularan virus corona Wuhan, yang perlu diperhatikan, apakah pasien terduga (suspect) melakukan kontak langsung dengan penderita atau tidak. Terutama pada pasien yang mengalami gejala demam, batuk, atau sesak napas.

"Apakah punya riwayat kontak dengan pasien yg dipastikan sakit?" Zubairi menekankan.

Erlina Burhan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia juga menambahkan, untuk menegakkan diagnosis perlu pemeriksaan rutin di rumah sakit dengan ambil darah.

"Foto toraks harus ada lesi di dada (rontgen). Pembuktian dengan swab tenggorokan dan bahannya akan dikirim ke litbangkes," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya