Liputan6.com, Jakarta Perlindungan hak anak tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang terdiri dari 5 klaster. Klaster III merupakan klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan. Pada pasal 24 Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa anak berhak untuk menikmati status kesehatan tertinggi. Kesehatan di sini mencakup seluruh aspek, termasuk kesehatan reproduksi.
Menurut Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N. Rosalin, SE, MSc, Mfin, ada berbagai masalah kesehatan yang dapat dialami oleh anak.
Baca Juga
“Masalah kesehatan anak banyak sekali, ada yang energi kronis, kurang gizi, stunting, kurang zat besi, lemas, suka mengantuk, obesitas, juga masalah kesehatan reproduksi dan manajemen kesehatan menstruasi (MKM),” kata Lenny dalam webinar Kemen PPPA, Selasa (8/9/2020).
Advertisement
Ia menambahkan, masalah reproduksi remaja sering disalahartikan dan dimaknai sempit. “Kalau ada cerita tentang kesehatan reproduksi, banyak sekali justru anak-anak malah jadi ketawa karena selama ini kita jarang membicarakan ini dan dianggap tabu. Padahal ini menyangkut tubuh kita.”
Simak Video Berikut Ini:
Kebiasaan yang Tidak Baik
Lenny menyebutkan beberapa kebiasaan yang tidak baik bagi kesehatan reproduksi remaja. Hal pertama yang menjadi sorotan adalah kebiasaan mengakses konten pornografi.
“Survei yang dilakukan di tahun 2016, 2017, 2018, itu menunjukkan bahwa 94 persen pernah terpapar pornografi. Hampir 100 persen, ini yang harus kita pahami tentang masalah kesehatan reproduksi agar tidak salah menangkap, salah mengerti, kemudian dipraktikkan dengan salah dan berdampak negatif baru nanti munculnya penyesalan.”
Hal lainnya yang berisiko buruk pada kesehatan reproduksi adalah pergaulan bebas. Data menyebut, 1 dari 20 remaja pernah melakukan hubungan seksual.
Ancaman dari pergaulan bebas pada remaja diantaranya adalah infeksi HIV/AIDS, hamil, dan perkawinan anak. Kehamilan di usia yang belum cukup dapat berdampak buruk bagi ibu maupun anak yang dilahirkan.
Advertisement