Epidemiolog: Persepsi Risiko Masyarakat akan COVID-19 Harus Diperbaiki

Pakar statistik dan epidemiologi Iwan Ariawan mengatakan bahwa tak patuhnya masyarakat terhadap protokol kesehatan juga disebabkan oleh persepsi risiko mereka terhadap COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 15 Sep 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 09:00 WIB
Kesiapan Mal di Jakarta Jelang Penerapan New Normal
Stiker tanda jaga jarak di Mal Central Park, Jakarta, Rabu (3/6/2020). Selain menerapkan protokol kesehatan ketat, sejumlah pusat perbelanjaan juga menyediakan fasilitas pendukung 'physical distancing' sebagai persiapan operasional di era normal baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Masih banyaknya masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19 juga bisa dikaitkan dengan persepsi risiko terhadap penyakit tersebut.

Hal ini disampaikan oleh pakar statistik dan epidemiologi Iwan Ariawan dalam sebuah siaran dialog dari Graha BNPB, Jakarta beberapa waktu yang lalu, dikutip Senin (14/9/2020).

"Kenapa banyak orang yang belum mau pakai masker atau memakai maskernya tidak konsisten, ini terkait dengan persepsi risiko. Jadi banyak masyarakat menganggap 'saya risiko tertular COVID-nya rendah, saya tidak mungkin tertular,'" kata Iwan.

"Ini kita harus perbaiki dulu bahwa saat ini, semua orang itu sangat mungkin untuk tertular COVID-19, makanya kita harus menjaga," ujarnya.

Selain itu, dari sisi aparat, Iwan menegaskan bahwa mereka juga harus melakukan penertiban bagi orang-orang yang belum melaksanakan protokol kesehatan dengan benar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Pentingnya Menerapkan Protokol Kesehatan

(Foto: Dok Dinas Perhubungan Kota Surabaya)
Rambu wajib pakai masker dan jaga jarak (Foto: Dok Dinas Perhubungan Kota Surabaya)

Iwan mengatakan bahwa penerapan protokol kesehatan mencegah COVID-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rutin mencuci tangan pun adalah suatu hal yang mutlak dilakukan demi mencegah penyebaran penyakit.

Ia mengatakan bahwa suatu daerah tak mungkin selamanya melakukan Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pasti akan dilakukan pelonggaran.

"Waktu dilonggarkan, kegiatan PSBB yang meminta orang untuk di rumah saja, harus digantikan dengan protokol kesehatan. Itu harus dilakukan dengan cakupan yang tinggi dan benar," ujarnya.

Dalam sebuah studi dilakukan pada 1 April hingga 6 September 2020 di DKI Jakarta, Iwan mengatakan bahwa diperlukan 55 persen atau lebih dari penduduk yang tinggal di rumah saja untuk menurunkan risiko penyebaran COVID-19.

"Kalau nanti PSBB mau dilonggarkan, kalau nanti sudah terkendali kemudian PSBB dilonggarkan lagi, itu dari penelitian yang ada harusnya cakupan pemakaian masker 85 persen. Baru kita bisa mempertahankan seperti kita lakukan PSBB."


Infografis Rem Darurat, Jakarta PSBB Tota

Infografis Rem Darurat, Jakarta PSBB Total. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rem Darurat, Jakarta PSBB Total. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya