Mitos, Diabetesi Boleh Makan Gandum tapi Tidak Nasi

Ada anggapan keliru mengenai kebiasaan makan pengidap diabetes. Banyak yang percaya, mengganti nasi dengan gandum lebih menyehatkan namun mengesampingkan kebiasaan dan budaya di negeri kita sendiri

oleh Fitri Syarifah diperbarui 16 Nov 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2020, 13:00 WIB
Roti gandum hitam
Roti gandum hitam (sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Ada anggapan keliru mengenai kebiasaan makan pengidap diabetes. Banyak yang percaya, mengganti nasi dengan gandum lebih menyehatkan namun mengesampingkan kebiasaan dan budaya di negeri kita sendiri sehingga cenderung melihat pola makan di Barat.

"Boleh makan gandum tapi tidak nasi, ini mitos. Sebenarnya, prinsipnya itu pada pengidap [diabetes](https://www.liputan6.com/tag/diabetes "") terutama yang lansia, karena saya kan (fokus) pada lansia, ya, biasanya kita tidak menganut diet yang terlalu drastis, ya. Karena pada lansia itu ada faktor-faktor lain seperti kebudayaan, kebiasaan makan, dan sebagainya," kata dosen staff divisi geriatri departemen ilmu penyakit dalam di fakultas kedokteran Universitas Indonesia Ika Fitriana, Sp.PD., K-GER dalam webinar Mitos dan Fakta diabetes, ditulis Senin (16/11/2020).

Menurut Ika, dalam mengatur diet untuk lansia biasanya perlu dilihat apakah ia lansia sehat dalam arti memiliki kadar gula ideal, atau lansia yang sudah ada penyakitnya seperti memiliki gangguan gula darah, gangguan ginjal dan sebagainya.

"Jadi yang penting adalah berapa jumlah kalori yang diberikan dalam sehari, ya. Kalo misal sehari ya tetap butuh karbohidrat. Kalo misal nggak nasi, ya kentang. Kalau nggak kentang, ya mie. Namun jumlahnya harus ditakar. Itu yang penting, ya," ujarnya.

 

Simak Video Berikut Ini:

Beda gandum dan nasi

nasi putih
ilustrasi nasi/copyright Unsplash/Vitchakorn Koonyosying

"Nah, yang membedakan apa sih, gandum sama nasi? Nah, kalo gandum, jenis karbohidratnya. Gandum tuh dia lebih memerlukan proses pencernaan yang lebih lama. Sehingga membuat kadar gula darahnya lebih stabi," katanya.

"Jadi bukan berarti nggak boleh nasi, tapi nasinya harus ditakar, sesuai dengan panduan dari dokter. Kasian dong kalo ga makan nasi. Kan kita seumur hidup makannya nasi. Tapi yang penting ada takarannya," jelasnya.

Untuk takarannya, lanjut Ika, tergantung berat badan, kadar gula darahnya, dan berat badan yang mau dicapai. "Ya, kalau lansianya gemuk, misalnya kita mau nurunin berat badan, tentu kalorinya lebih kecil. Sehingga nanti yang diperlukan, kadarnya juga lebih sedikit."

"Oleh karena itu, para oma opa ga usah takut, ya, kalo misalnya nanti "aku takut nih ketahuan diabet, nanti ga boleh makan ini, ga boleh makan itu", nah itu semua nanti akan disesuaikan dengan kebiasaan oma-opa setiap hari, ya. Kemudian nanti kita berikan alternatif-alternatif nutrissi yang cocok untuk oma-opa."

"Saat ini kami, terutama bagian geriatri untuk lansia memiliki pojok nutrisi untuk penyakit-penyakit kronis dan konsultasi. Biasanya di rumah sakit yang menyediakan poli lansia, pasti mereka menyediakan buat edukasi gizinya. Jadi ga usah takut, bisa dikonsultasikan," kata Ika.

Banner Infografis Diabetes Melitus pada Lansia di Indonesia
Banner Infografis Diabetes Melitus pada Lansia di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya