Liputan6.com, Jakarta - Kudeta Militer di Myanmar turut mendapat respons para tenaga kesehatan di Negeri Seribu Pagoda itu. Para nakes yang berasal lebih dari 70 unit medis dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh penjuru negara tersebut melakukan aksi mogok massal, Rabu, 3 Februari 2021.
Para nakes menyematkan pita merah, menunjukkan pose tiga jari, dan mengatakan menolak bekerja untuk rezim militer.
Kondisi itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran akan penanganan pandemi dan program vaksinasi di Myanmar. Padahal, Myanmar baru saja memulai vaksinasi pada 27 Januari 2021, hanya beberapa hari sebelum kudeta militer.
"Saya sangat lega ketika akhirnya akan mendapat vaksin beberapa hari lalu. Tapi masa depan kami tergantung pada bagaimana negara ini dikelola. Kami tak ingin kembali ke kegelapan setelah berada di tempat terang selama beberapa waktu," ujar seorang dokter 29 tahun asal Yangon yang turut bergabung dalam aksi mogok.Â
Dokter itu mengatakan, para pekerja medis hanya tak ingin bekerja untuk rezim yang didalangi oleh militer.
Sementara dokter lainnya yang juga enggan menyebut identitas mengatakan, kudeta itu akan menghancurkan semangat para profesional kesehatan. Menurutnya, kudeta dipastikan akan menurunkan semangat ratusan dari ribuan pekerja medis yang berada di garda terdepan perang melawan COVID-19.
"Para relawan yang terinspirasi oleh Aung San Suu Kyi, mempertaruhkan nyawa mereka untuk ikut serta mengatasi COVID-19. Akankah banyak orang secara senang hati menggabungkan diri sebagai relawan dengan Min Aung Hlain yang bekuasa? Menurutku tidak," ucapnya, dilansir laman Aljazeera.
"Tujuan kami dengan kampanye ini adalah untuk menghentikan mekanisme pemerintahan ini," ujar dokter pertama.
"Meski kami, para dokter medis, yang menginisiasi gerakan, kami ingin departemen lain di pemerintahan ikut berpartisipasi juga. Jika ada lebih banyak departemen yang terlibat dalam kampanye unjuk rasa sipil, kami yakin bahwa mesin pemerintah akan berhenti berjalan."
Sejauh ini, dilaporkan ada 140.644 kasus COVID-19 dan 3.146 kematian di Myanmar karena virus Corona. Kapasitas testing di negara itu secara relatif rendah. Namun, tampaknya pandemi sudah mulai terkendali dalam beberapa pekan terakhir.