Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog dari Grifith University, Australia, Diky Budiman mengatakan risiko penularan COVID-19 di Indonesia masih tinggi. Meski program vaksinasi COVID-19 sudah berjalan dan 845 ribu tenaga kesehatan sudah divaksin upaya meningkatkan 3T: testing, tracing, dan treatment harus dilakukan.
"Seluruh level pemerintah daerah harus meningkatkan 3T untuk mengendalikan virus ini. Karena kalau tidak terdeteksi, dia lebih bisa menyebar, nah jadinya tetap banyak yang membawa virus. Ini yang harus dikendalikan," kata Diky.
Baca Juga
3T dan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) sebenarnya sangat ampuh untuk menekan jumlah kasus positif COVID-19. Asal keduanya betul-betul dilaksanakan dengan serius.
Advertisement
Kunci pengendalian pandemi di suatu negara sebenarnya telah dirangkum dalam 3T dan 5M. Bukan hanya bergantung dengan program vaksinasi.
"Tidak ada dasar ilmiah dan fakta sejarah yang mendukung bahwa pandemi bisa selesai dengan vaksinasi saja. Harus tetap 3T dan 5M karena herd immunity itu memerlukan kondisi ideal dan waktu yg relatif lama," kata dia kepada Merdeka.
Simak Juga Video Berikut
Vaksinasi Saja Tak Bisa Selesaikan Pandemi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menargetkan program vaksinasi di Indonesia selesai dalam waktu satu tahun. Dengan jumlah target sasaran 181 juta atau 70 persen populasi, sehingga diharapkan bisa terbentuk herd immunity.
Menurut Diki, hal tersebut tidak bisa dicapai dalam sehatun.
"Tidak bisa dicapai dalam 1 tahun. Maka sudah jelas ya vaksinasi itu tidak bisa menyelesaikan pandemi, kalau tidak didukung 3T dan 5M di masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, 5M dan 3T penting karena orang yang sudah divaksin, kata dia, hanya melindungi dirinya sendiri. Tidak melindungi orang kain yang belum divaksin.
"Orang yang divaksin bisa menularkan, itu sangat umum terjadi. Nah jadinya 5M itu wajib dilakukan," kata Diky.
"Manfaat dari program vaksinasi itu, jadinya orang yang jatuh sakit tidak perlu perawatan di RS," ujarnya.
Dengan begitu, kata Dicky akan mengurangi beban rumah sakit. Fasilitas pelayanan kesehatan pun bisa lebih maksimal melayani dan merawat pasien yang bergejala dan memiliki komorbid. Sehingga, angka kematian bisa ditekan.
Rifa Yusya Adilah/Merdeka.com
Advertisement