Liputan6.com, Jakarta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan bahwa salah satu dampak buruk dari perkawinan anak adalah terjadinya stunting.
Maka dari itu, Bintang menegaskan bahwa upaya pencegahan pernikahan di usia anak harus terus digaungkan, meski batas usia minimum perkawinan bagi perempuan saat ini telah ditingkatkan menjadi 19 tahun.
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Timnas Indonesia Kalah di Stadion Manahan, Vietnam Justru Cetak Banyak Gol dalam Laga Terakhir Grup B Piala AFF 2024
Klasemen Piala AFF 2024 usai Timnas Indonesia vs Filipina: Garuda Ulang Rekor Buruk 2018
"Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi," kata Bintang seperti dikutip dari siaran pers di laman resmi Kementerian PPPA pada Jumat (19/3/2021).
Advertisement
"Bahkan data membuktikan bahwa stunting terlahir dari ibu yang masih berusia anak," kata Bintang dalam acara Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan Untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia, Kamis kemarin.
Pandemi COVID-19 sendiri juga berdampak pada meningkatkan angka perkawinan anak di Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, setidaknya ada 34 ribu permohonan dispensasi kawin sepanjang Januari hingga Juni 2020.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Angka Perkawinan Anak Masih Tinggi
Dari jumlah tersebut, 97 persen dikabulkan dan 60 persen yang mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun. Jumlah permohonan dispensasi kawin ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 23.700 permohonan.
Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum masuk usia 19 tahun berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019.
Kementerian PPPA menyatakan, terlepas dari pandemi atau bukan, perkawinan anak merupakan persoalan lama yang angkanya masih tergolong tinggi di Indonesia. Mereka mengatakan, diperlukan langkah-langkah sinergis antar pemangku kepentingan tanpa harus mengabaikan norma-norma agama dan kemasyarakatan.
Sementara menurut Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yang hadir secara virtual dalam kegiatan tersebut, perkawinan yang disiapkan secara matang memiliki kemungkinan besar untuk terciptanya keluarga harmonis yang bahagia.
Untuk itu, hal paling utama yang harus disiapkan adalah kematangan individu secara fisik dan mental dari kedua mempelai.
"Gerakan Pendewasaan Perkawinan harus dapat memberikan advokasi kepada masyarakat, bahwa usia perkawinan jangan hanya dilihat dari sisi bolehnya saja," kata Wapres.
"Tetapi yang paling penting, mengedepankan tujuan perkawinannya yang harus memberikan maslahat, baik maslahat untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa," Ma'ruf Amin menambahkan.
Advertisement