Liputan6.com, Jakarta - Pencegahan terhadap praktik perkawinan anak atau pernikahan dini oleh pemerintah adalah salah satu upaya pemenuhan hak-hak anak. Seperti disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang.
“Perkawinan anak bisa menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil, hak kesehatan, pendidikan, dan hak sosial anak," ujar Budi mengutip Antara, Kamis (18/3/2021).
Baca Juga
Ia menambahkan, perkawinan usia anak akan diikuti oleh kehamilan usia dini. Di mana kondisi ini berisiko tinggi terhadap kesehatan ibu dan bayi. Bahkan, kehamilan di usia yang belum cukup dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
Advertisement
"Pencegahan perkawinan anak sangatlah penting untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal di samping berbagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan sejak remaja," tambah Budi.
Maka dari itu, pendewasaan usia perkawinan akan memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal serta menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, katanya.
Simak Video Berikut Ini
Dampak Jangka Panjang Perkawinan Anak
Perkawinan anak tidak hanya berisiko pada ibu dan anak saat proses kehamilan dan melahirkan.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, tingginya kasus perkawinan anak dapat menggagalkan program pemerintah dalam mencapai indeks pembangunan manusia tinggi dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Data KemenPPPA 2019 menunjukkan, angka rata-rata nasional proporsi perempuan usia 20 sampai 24 yang berstatus kawin sebelum usia 18 sebanyak 10,82 persen atau turun dari 11,21 persen pada 2018.
Walau begitu, masih ada 22 provinsi yang angka proporsinya lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Angka perkawinan usia anak tertinggi di Indonesia berada di Kalimantan Selatan yakni 21,2 persen. Sedang, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan angka proporsi terendah yakni 3,1 persen.
Bintang juga menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah menargetkan penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.
Ia menekankan bahwa upaya pencegahan perkawinan anak yang dilakukan hingga 2024 harus lebih terstruktur, holistik, dan integratif agar target RPJMN dapat tercapai.
Â
Advertisement