Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo SpOG(K) mengungkapkan 'modal' anak-anak di Indonesia alami stunting di Indonesia tinggi.
Hal tersebut pun tercermin dari bayi-bayi yang telah lahir, yang memiliki kriteria tinggi badan dan berat badan yang lebih rendah dari rata-rata yang ada.
Baca Juga
Hasto menyebutkan, bayi yang lahir di Indonesia dengan panjang kurang dari 48 sentimeter ada sebanyak 22 persen. Sedangkan, bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kilogram ada 11 persen.
Advertisement
"Jadi modal untuk stunting itu sudah tinggi sekali, yang ibunya anemia saat hamil juga 48 persen," ujar Hasto dalam Launching Pendampingan 3 Bulan Pra Nikah Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Dari Hulu, Rabu (29/12/2021).
Menurut Hasto, stunting bisa dicegah mulai dari sebelum hamil, selama masa kehamilan, dan juga dari 1.000 hari kehidupan pertama anak. Sehingga dengan mencegah lewat ketiga fase tersebut, stunting dianggap bisa untuk ditangani dengan baik.
Stunting tidak hanya akan mempengaruhi tinggi dan berat badan anak. Melainkan juga mempengaruhi kemampuan intelektualitasnya, hal ini bakal mempengaruhi kualitas hidup anak tersebut di kemudian hari.
Dalam kesempatan tersebut, Hasto juga mengapresiasi Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang memiliki angka stunting terendah di Indonesia yakni dibawah 10 persen.
"Kami melihat Boyolali luar biasa, karena stuntingnya Boyolali ini termasuk yang terendah dibawah 10 persen. Sudah jauh dari cita-cita kita 24 persen, dan 14 persen di tahun 2024," kata Hasto.
Mempengaruhi Kualitas SDM
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga turut hadir. Budi mengungkapkan bahwa stunting menjadi salah satu ancaman dalam pembangunan karena dapat mempengaruhi kualitas SDM di Indonesia.
"Mengingat besarnya pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh stunting, sudah sewajarnya kita perlu melakukan pencegahan hingga ke hulu. Intervensi spesifik dapat dilakukan lebih awal sebelum 1.000 hari pertama kehidupan," kata Budi.
Intervensi spesifik tersebut, menurut Budi, dapat dilakukan dengan menyasar langsung calon pengantin. Calon pengantin tersebut diharuskan mendapatkan konseling kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan oleh puskesmas.
Hal tersebut dinilai berfungsi untuk memastikan bahwa calon pengantin wanita memiliki kriteria layak hamil. Sehingga jika ditemukan permasalahan, bisa segera dilakukan tatalaksana sesuai dengan hasil pemeriksaan.
"Bilamana ditemukan masalah kesehatan, maka dilakukan tata laksana sesuai dengan hasil pemeriksaan termasuk dengan menunda kehamilan dengan penggunaan alat kontrasepsi," ujar Budi.
Tak hanya itu, Budi juga menjelaskan, pemahaman terkait beberapa hal seperti ASI eksklusif selama enam bulan, pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sesuai usia, imunisasi dasar lengkap dan lanjutan hingga pemberian vitamin A dan obat cacing, serta stimulasi pertumbuhan dan perkembangan juga dinilai penting dalam intervensi stunting.
Advertisement