Beda Pendapat di Komunitas Daring Media Sosial Bisa Picu Permusuhan?

Kericuhan di media sosial acap kali mendatangkan pertikaian dan permusuhan

oleh Melly Febrida diperbarui 14 Jan 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2022, 12:00 WIB
sosial media
ilustrasi media sosial facebook/Photo by Kaboompics .com from Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Berbeda pendapat dalam sebuah negara demokrasi itu wajar. Namun, belakangan ini berbeda pendapat dalam sebuah komunitas online seperti di platform media sosial itu bisa meningkatkan amarah dan kekhawatiran. Bahkan, bisa memicu sikap yang radikal.

Penelitian baru di Social Psychological and Personality Science melaporkan bahwa ruang gema media sosial dapat menciptakan ikatan yang kuat dan meningkatkan kemungkinan radikalisasi.

Sebuah studi baru dari para peneliti di University of Southern California (USC) mengeksplorasi peran komunitas online dalam munculnya posisi radikal tersebut.

Studi ini menemukan bahwa semakin besar tingkat kesepakatan moral dalam komunitas online, semakin besar kemungkinan para anggotanya merasa bebas untuk terlibat dalam ujaran kebencian.

"Dalam penelitian kami, kami menemukan bahwa semakin banyak orang berada di lingkungan yang homogen secara moral, semakin besar kemungkinan mereka menggunakan cara radikal untuk mempertahankan diri dan nilai-nilai mereka,” kata penulis utama Dr. Mohammad Atari dari USC dikutip dari Medical News Today.

Ini menjadi bagian dari masalah yang berakar pada platform media sosial.

Orang-orang cenderung berada di dalam lingkungan yang memiliki pikiran sama secara ideologis atau hal lainnya, membuatnya gagal melihat bahwa ada orang di luar sana yang memiliki pendapat berbeda dan orang ini bukan berarti jahat.

 

Selanjutnya

Akhirnya, orang dengan pendapat yang sama dalam komunitas tersebut terlibat dalam tindakan radikal dengan orang yang berbeda pendapat.  

Tujuannya untuk membela kelompok mereka, tapi mereka membalasnya dengan kemarahan. Namun, peneliti mengingatkan bahwa tidak semua platform obrolan atau grup online mengarah pada radikalisasi semacam itu. 

Para peneliti menemukan, kata Atari, ketika orang berkumpul dalam seputar sebuah topik — misalnya, imigrasi — mereka menjadi lebih mungkin merasa berkewajiban moral yang tinggi untuk bertindak berdasarkan keyakinan moral mereka.

Dengan lebih banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu online — dan dalam kelompok mereka sendiri — mungkin muncul permusuhan.

"Saya lebih meyakini bahwa ketika diri Anda berada dalam lingkungan yang sangat homogen di mana tidak ada yang tidak setuju dengan nilai-nilai Anda, akan menjadi lingkungan yang tidak bagus untuk Anda berada. Dan itu bahkan mungkin membuat Anda menjadi radikal," ujar Atari.

Atari mencatat bahwa data ini dikumpulkan dari peserta di Amerika Serikat dan tidak mengeneralisasi temuan secara berlebihan ke populasi non-AS, sampai penelitian dapat direplikasi dalam budaya yang berbeda. Atari mencatat diperlukan lebih banyak penelitian lagi.

Infografis Mekanisme Virtual Police Awasi Pengguna Media Sosial

Infografis Mekanisme Virtual Police Awasi Pengguna Media Sosial. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Mekanisme Virtual Police Awasi Pengguna Media Sosial. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya