Jerinx Kembali Berkasus, Nora Alexandra Akui Sempat Stres dan Hampir Bunuh Diri

Liputan6.com, Jakarta Musisi I Gede Ary Astina atau Jerinx SID kembali terlibat kasus hukum. Ia mendapat vonis satu tahun penjara terkait kasus pengancaman lewat media elektronik terhadap pegiat media sosial, Adam Deni.

Di awal-awal kasus ini, istri Jerinx, Nora Alexandra amat stres. Saat itu Nora merasa sekitar sebulan merasakan kebersamaan bersama sang suami.

Sebelumnya mereka harus terpisah karena Jerinx menjalani masa tahanan terkait kasus ujaran kebencian 'IDI kacung WHO'.

Sangking stresnya, sampai-sampai membuat wanita 27 tahun ini berpikiran untuk bunuh diri.

"Ya streslah bang," kata Nora dalam akun YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo ditayangkan pada 1 Maret 2021.

"Nora belum siap dia masuk (penjara) lagi," lanjutnya.

Gara-gara memikirkan hal tersebut bukan cuma menangis, ia juga enggan makan. Sampai-sampai berat badannya turun.

"Dia itu kalau enggak salah baru sebulan bebas dari kasus pertama, belumlah kita honeymoon eh bermasalah lagi. Kan sedih," curhat Nora kepada Denny.

Seperti dialami Nora, stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional (mental/osikis) apabila ada perubahan dri lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri.

Menurut laman Kementerian Kesehatan stres merupakan bagian alami dari kehidupan. Namun, apabila berat dan berlangsung lama dapat merusak kesehatan.

Orang terdekat yang mengalami stres bisa bertanya kepada sosok yang sedang stres ini tentang  perasaannya.

"Cobalah bertanya kepadaorang ini tentang perasaannya. Ini merupakan strategi yang baik," kata Ketua Psikiatri di New York-Presbyterian/Columbia University Irving Medical Center, Jeffrey Liebman.

Pastikan saat dia mulai bercerita biarkan dirinya berbicara. Biarkan dia bercerita tanpa perlu menghakiminya.

Jika sudah berusaha membuat pikiran rileks tak kunjung juga merasa lebih baik, terlebih juga sudah ada pikiran bunuh diri, alangkah baiknya untuk menghubungi pakar di bidang kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater saran Liebman.