Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI buka suara soal industri farmasi yang obat sirupnya memiliki kadar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
Berdasarkan dugaan sementara, obat sirup menjadi penyebab di balik terjadinya gagal ginjal akut pada sejumlah anak di Indonesia. Data terbaru yang dihimpun Kementerian Kesehatan RI hingga 31 Oktober 2022 menunjukkan ada 304 kasus gagal ginjal akut pada anak dengan 159 diantaranya meninggal dunia.
Baca Juga
Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengungkapkan bahwa saat ini memang belum bisa dikatakan bahwa obat sirup yang menjadi penyebab utama dari gagal ginjal akut. Namun bila merujuk pada hasil, tampak ada kaitan antara obat sirup dan gagal ginjal akut yang terjadi.
Advertisement
"Tentunya kalau mengatakan semua kasus gagal ginjal dikaitkan dengan obat, itu belum bisa kita melangkah kesana. Harus ada satu kajian epidemiologi secara khusus. Namun dari setiap kasus per kasus, obat yang TMS kita lihat penelusuran, dikaitkan dengan pasien, itu kita bisa mengambil kesimpulan," kata Penny dalam konferensi pers Hasil Penindakan IF yang Memproduksi Sirup Obat TMS ditulis Selasa, (1/11/2022).
"Melihat dari kadar konsentrasi EG dan DEG-nya sangat tinggi. Bukan hanya cemaran lagi, dari sumber bahan bakunya sudah mengandung bahan EG dan DEG sangat tinggi. Bukan cemaran lagi, tapi memang sudah keracunan."
Adanya kadar EG dan DEG dalam produk obat sirup sebenarnya diperbolehkan. Akan tetapi, ada ambang batas yang telah diatur sebelumnya yakni tidak lebih dari 0,1 mg/ml.
Sejauh ini, terdapat setidaknya dua produsen yang secara resmi produknya jauh dari ambang batas yang ditentukan. Sedangkan satu produsen lainnya yang masih dalam proses pemeriksaan.
2 Industri Farmasi yang Bermasalah
Penny menjelaskan, jika melihat daftar yang diberikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, terdapat dua industri yang produknya tercemar EG dan DEG. Namun ada satu lagi produsen yang produknya memiliki cemaran EG dan DEG yakni PT Afi Pharma.
"Ada dua industri yaitu PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma. Itu berdasarkan dari list 102 yang diberikan Kemenkes, kita mendapatkan dua industri yang tidak memenuhi standar (TMS)," kata Penny.
"Namun dengan pengembangan sampling. Kemudian ditemukan lagi satu yaitu PT Yarindo Farmatama," tambahnya.
Penny menjelaskan, dari hasil rekam jejak yang dimiliki BPOM, PT Yarindo Farmatama memang seringkali tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Dalam temuan BPOM kali ini, obat sirup produksi PT Yarindo Farmatama memiliki kadar EG dan DEG terlampau tinggi.
"Produk PT Yarindo yaitu Flurin DMP Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml," kata Penny.
Advertisement
Sudah Banyak Pelanggaran Sejak 2 Tahun Terakhir
Penny menjelaskan, selain melakukan uji sampling dari daftar 102 produk yang diberikan oleh Kemenkes RI, pihak BPOM juga melakukan pengujian pada industri farmasi yang punya rekam jejak buruk.
"Produk PT Yarindo memiliki kepatuhan rekam jejak yang paling banyak (pelanggaran) di dua tahun terakhir. Di awal kami mengembangkan memang sampling, metodologi kami sampling me-reach out kemana yang berpotensi cemaran EG dan DEG hanya dari list produk obat yang dikaitkan dengan pasien," ujar Penny.
"Tapi juga dikembangkan lebih jauh lagi dengan beberapa kriteria. Antara lain adalah industri farmasi atau perusahaan yang selama ini tingkat kepatuhannya tidak baik, dan itu BPOM punya catatan khusus untuk industri farmasi yang kategorinya tidak baik."
Penny mengungkapkan bahwa PT Yarindo Farmatama juga tidak melaporkan adanya perubahan bahan baku yang digunakan untuk obat sirupnya.
"Kesalahan pelanggaran PT Yarindo Farmatama dalam hal ini adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat dengan cemaran EG di atas batas aman, sehingga produk tidak memenuhi persyaratan," kata Penny.
Begitupun dengan 2 Produsen Lainnya
Lebih lanjut Penny menjelaskan, kesalahan di atas ikut berlaku untuk Universal Pharmaceutical Industries. Kesalahan yang dibuat oleh pihak Universal Pharmaceutical Industries serupa dengan PT Yarindo Farmatama.
"Kalau yang PT Universal Pharmaceutical Industries juga kesalahannya sama. Semuanya sama karena memang kaitannya dengan kesakitan dan kematian. Gagal ginjal ini sedang dicari, tapi melihat dari indikasi yang ada memang ada keterkaitan," ujar Penny.
Berdasarkan aturan yang berlaku, dua produsen tersebut akan dikenakan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan dalam UU keamanan konsumen, produsen dapat dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp2 miliar.
"Dari perluasan sampling dan pengujian produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol syrup rasa peppermint produksi PT Afi Pharma," kata Penny.
Sehingga sebagai respons terhadap temuan ini, PT Afi Pharma menjadi produsen selanjutnya yang dikenakan sanksi berupa penarikan dan pemusnahan produk. Setidaknya ada 7 produk dari PT Afi Pharma dengan kadar EG dan DEG melebihi batas.
Advertisement